Teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa pembangunan dan pertumbuhan tidak terjadi merata di seluruh wilayah, tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat dengan intensitas variabel yang berubah-ubah. Nah, pada artikel ini kita akan bahas lebih jauh lagi tentang teori ini, mulai dari sejarah hingga contohnya. Yuk, simak!
Daftar ISI
Pengertian
Teori kutub pertumbuhan yang dijelaskan oleh Perroux (1955) dan Boudeville (1966) merupakan konsep yang menarik dalam konteks pembangunan wilayah ekonomi. Teori ini menyatakan bahwa terdapat pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berfungsi sebagai kekuatan sentrifugal dan sentripetal dalam sistem regional.
Perroux (1955) menggambarkan teori ini sebagai pusat wilayah ekonomi yang memiliki kekuatan abstrak dan memancarkan daya tarik yang kuat. Pusat-pusat ini menjadi magnet yang menarik dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di sekitarnya.
Konsep ini mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merata di seluruh wilayah, melainkan terjadi dalam lokasi-lokasi khusus yang memiliki intensitas perubahan yang berbeda-beda.
Boudeville (1966) memberikan pengertian teori ini sebagai proses pengelompokan atau aglomerasi geografis dari berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu sistem yang kompleks.
Dalam konteks ini, pusat pertumbuhan merupakan wilayah yang menonjol dalam konsentrasi kegiatan ekonomi, industri, dan infrastruktur. Pusat-pusat ini menawarkan fasilitas dan kemudahan yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya tarik bagi wilayah sekitarnya.
Sejarah Teori Kutub Pertumbuhan
Menurut Misyoshi, perkembangan teori kutub pertumbuhan (growth pole) dapat dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu:
- Tahap pertama adalah munculnya konsep growth pole itu sendiri.
- Pada tahap kedua, konsep growth pole diterapkan secara geografis.
- Tahap ketiga melibatkan analisis terhadap penyebab ketidakseimbangan wilayah berdasarkan konsep growth pole.
- Tahap keempat adalah tahap perbaikan konsep growth pole.
Pada tahun 1955, Perroux memperkenalkan konsep ini, yang didasarkan pada faktor-faktor aglomerasi dan teori-teori lokasi sebelumnya. Konsep ini dikembangkan untuk menjelaskan konsentrasi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah tertentu, yang sebelumnya digambarkan oleh Perroux dalam ruang abstrak.
Sebelumnya, teori tempat sentral (central place theory) telah mendapatkan kritik, dan konsep growth pole muncul sebagai respons terhadap kritik tersebut. Dalam prakteknya, konsep growth pole berkembang lebih jauh daripada landasan teoritisnya sendiri.
Pengembangan konsep growth pole mengalami perkembangan pesat dan digunakan sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan. Konsep ini telah diterapkan baik di negara-negara sedang berkembang pada era 1960-an maupun di negara-negara maju. Pada tahun 1970-an, konsep ini mulai diterapkan dan dibahas secara serius.
Selanjutnya, dalam tahap selanjutnya, penekanan pada teori kutub pertumbuhan semakin meningkat. Boudeville, Hirschman, dan para ahli ekonomi lainnya telah secara aktif membahas dan mengaitkan konsep growth pole dengan perencanaan wilayah.
Boudeville merumuskan teori kutub pertumbuhan sebagai “seperangkat industri yang berkumpul di wilayah perkotaan dan menghasilkan perkembangan ekonomi yang lebih lanjut melalui pengaruhnya di zona sekitarnya”.
Friedmann, di sisi lain, mengusulkan agar pola pembangunan wilayah di Amerika diterapkan juga di negara-negara berkembang lainnya. Konsep ini banyak diadopsi oleh negara-negara berkembang pada masa itu.
Ciri Teori Kutub Pertumbuhan
Sebuah wilayah dapat dianggap sebagai pusat pertumbuhan, apabila memenuhi beberapa ciri berikut ini:
1. Hubungan Internal dan Aktivitas yang Beragam
Wilayah pusat pertumbuhan umumnya memiliki beragam aktivitas perekonomian yang berlangsung di dalamnya. Aktivitas tersebut meliputi bidang perumahan, industri, perdagangan, pergudangan, pelabuhan, distribusi, dan hiburan. Semua kegiatan ekonomi ini saling terkait dan terinternalisasi di dalam pusat pertumbuhan.
2. Efek Penggandaan (Multiplier Effect)
Wilayah yang memiliki nodal atau titik penghubung, serta ketergantungan antara daerah inti (pusat) dengan daerah sekitarnya (interland), umumnya akan mengalami efek penggandaan yang mempengaruhi wilayah-wilayah di sekitarnya.
Sebagai pusat pertumbuhan, daerah tersebut memiliki titik pertumbuhan yang menjalar dari pusat ke wilayah sekitarnya dalam satu kota. Sebagai contoh, jika sebuah bandara dibangun di suatu wilayah, bandara tersebut akan mempengaruhi wilayah-wilayah di sekitarnya, yang nantinya juga akan mendukung pengembangan bandara tersebut.
3. Konsentrasi Geografis
Walaupun pusat pertumbuhan umumnya menampung berbagai macam kegiatan ekonomi, wilayah tersebut cenderung memiliki spesialisasi khusus. Konsentrasi geografis atau aglomerasi ini memberikan arah yang jelas bagi pusat pertumbuhan dalam bidang perekonomian.
Spesialisasi ini memungkinkan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut menjadi lebih pesat, karena perbedaan dengan wilayah-wilayah lainnya. Konsentrasi geografis juga dapat meningkatkan efek penggandaan yang tinggi di pusat pertumbuhan tersebut.
4. Pengaruh ke Daerah Sekitar
Sebuah pusat pertumbuhan umumnya akan berdampak pada wilayah-wilayah di sekitarnya. Sebagai contoh, Jakarta dapat mempengaruhi perkembangan Kota Bekasi, sehingga Bekasi kemudian memiliki daerahnya sendiri dan berkembang menjadi sebuah kota yang mandiri.
Faktor Teori Kutub Pertumbuhan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suatu wilayah menjadi pusat pertumbuhan, yakni:
1. Industri yang Berkembang
Adanya industri yang berkembang di suatu wilayah dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan menarik penduduk untuk tinggal di sana. Keberadaan industri ini juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Kondisi Geografis yang Menguntungkan
Faktor-faktor geografis, seperti iklim yang kondusif, jenis dataran yang memungkinkan untuk kegiatan pertanian atau industri tertentu, serta kesuburan tanah yang tinggi, dapat membuat suatu wilayah menjadi lebih menarik sebagai pusat pertumbuhan.
3. Fasilitas dan Infrastruktur yang Lengkap
Ketersediaan fasilitas seperti tempat tinggal yang memadai, fasilitas kesehatan yang baik, pusat perbelanjaan, dan sarana rekreasi dapat meningkatkan daya tarik suatu wilayah sebagai pusat pertumbuhan.
Selain itu, infrastruktur yang baik, termasuk sistem transportasi yang efisien dan jaringan jalan yang terhubung, juga menjadi faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu wilayah.
4. Aksesibilitas
Kemudahan akses ke wilayah tersebut juga memainkan peran penting. Jika suatu wilayah mudah diakses melalui jaringan transportasi yang baik, seperti jalan raya, kereta api, atau bandara. Maka, akan lebih menarik bagi perusahaan, pelaku bisnis, dan masyarakat umum untuk berinvestasi atau melakukan kegiatan ekonomi di sana.
5. Ketersediaan Sumber Daya Alam dan Energi
Suatu wilayah yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak, gas, logam, atau hasil pertanian, dapat menjadi daya tarik bagi industri dan investasi. Selain itu, ketersediaan energi yang memadai juga merupakan faktor penting dalam pengembangan industri dan pertumbuhan ekonomi.
6. Kestabilan Politik dan Keamanan
Stabilitas politik dan keamanan yang terjaga merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi. Suatu wilayah yang memiliki pemerintahan yang stabil dan tingkat keamanan yang tinggi cenderung menarik minat investor dan pelaku bisnis untuk beroperasi di sana.
7. Kualitas Sumber Daya Manusia
Adanya tenaga kerja yang terampil juga menjadi faktor penting dalam pertumbuhan suatu wilayah. Keberadaan pendidikan dan pelatihan yang baik, serta kualitas sistem pendidikan yang mendukung keterampilan, dapat meningkatkan daya saing wilayah tersebut dalam menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Contoh Teori Kutub Pertumbuhan
Pembagian wilayah pusat pertumbuhan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Wilayah Pembangunan Utama A
- Kota Pusat Pertumbuhan: Medan.
- Pembagian Wilayah Utama 1: Aceh dan Sumatera Utara (pusatnya Medan).
- Pembagian Wilayah Utama 2: Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau (pusatnya Pekanbaru).
2. Wilayah Pembangunan Utama B
- Kota Pusat Pertumbuhan: Jakarta.
- Pembagian Wilayah Utama 3: Aceh dan Sumatera Utara (pusatnya Medan).
- Pembagian Wilayah Utama 4: Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Bangka Belitung (pusatnya Palembang).
- Pembagian Wilayah Utama 5: Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta (pusatnya Jakarta).
3. Wilayah Pembangunan Utama C
- Kota Pusat Pertumbuhan: Surabaya.
- Pembagian Wilayah Utama 6: Jawa Timur dan Bali (pusatnya Surabaya).
- Pembagian Wilayah Utama 7: Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara (pusatnya Samarinda dan Balikpapan).
4. Wilayah Pembangunan Utama D
- Kota Pusat Pertumbuhan: Makassar.
- Pembagian Wilayah Utama 8: Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara (pusatnya Makassar).
- Pembagian Wilayah Utama 9: Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara (pusatnya Manado).
Sudah Paham tentang Teori Kutub Pertumbuhan?
Melalui pemahaman yang baik mengenai teori kutub pertumbuhan, diharapkan kebijakan pembangunan dapat lebih tepat sasaran dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Karena dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan merata, tentunya akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut hingga membuat negara yang awalnya berkembang menjadi maju.