Kita sering mendengar istilah penangkaran dalam upaya pelestarian. Kegiatan itu selalu berkaitan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan alam. Namun, seperti apakah kegiatan yang dimaksud? Bagaimana cara agar kita dapat ikut berperan dalam kegiatan ini? Mari simak penjelasannya di sini.
Daftar ISI
Pengertian Penangkaran
Penangkaran merupakan pelestarian satwa liar dengan campur tangan manusia dengan tujuan mengembangbiakan, memperbanyak, dan memasarkan hasil pemeliharan. Dalam KBBI, kegiatan ini diartikan sebagai cara, proses, dan perbuatan untuk pengembangbiakan baik untuk satwa atau tumbuhan.
Upaya pelestarian ini juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005. Kegiatan pelestarian tercatat sebagai upaya memperbanyak tumbuhan dan satwa liar melalui pengembangbiakan dan pembesaran supaya tetap terjaga kemurnian jenisnya.
Upaya pengembangbiakan ini erat kaitannya dengan kegiatan konservasi. Konservasi merupakan kegiatan memanfaatkan dan memelihara suatu sumber daya dengan bijak supaya dapat terus dimanfaatkan atau dilestarikan di masa depan.
Meskipun demikian, cakupan konversi bisa diartikan lebih luas. Konservasi mencakup pelestarian satwa, ekologi, sumber daya, dan warisan budaya.
Sedangkan penangkaran mencakup pengembangbiakan atau pembesaran satwa dan tumbuhan. Kegiatan ini juga umumnya dilakukan di luar habitat aslinya, sehingga membuat kegiatan ini disebut sebagai konservasi ex situ.
Apa Tujuan dari Penangkaran?
Umumnya, kegiatan semacam ini bertujuan untuk melakukan konservasi, penelitian, perdagangan untuk dijadikan hewan peliharaan, atau peternakan. Dalam konteks konservasi, kegiatan pengembangbiakan seperti ini bertujuan untuk melestarikan satwa dan tanaman liar agar tidak punah.
Tujuan dari upaya pengembangbiakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005. Peraturan tersebut menyatakan bahwa tujuan dari kegiatan tersebut untuk:
- Mendapatkan sampel tumbuhan dan hewan dengan jumlah, kualitas, jenis yang murni, dan genetik yang beragam, untuk kepentingan pemanfaatan supaya tidak mengganggu populasi yang berada di alam.
- Memperoleh jaminan administrasi bahwa upaya pemanfaatan hasil satwa dan tumbuhan berasal dari tempat yang sah secara hukum.
Bentuk Upaya Pengembangbiakan
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 pasal 4, bentuk kegiatan ini terbagi atas:
1. Pengembangbiakan Satwa
Kegiatan ini memperbanyak satwa melalui cara reproduksi kawin (seksual) atau reproduksi non-kawin (aseksual) baik dalam lingkungan asli (Wild-based Population Management) maupun buatan (Captive Breeding). Namun, tipe ini harus tetap dengan mempertahankan kemurnian jenisnya. Adapun dua jenisnya antara lain:
a. Pengembangan Satwa dalam Lingkungan Terkontrol (Captive Breeding)
Tercatat dalam pasal 5, pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol (Captive Breeding) merupakan habitat buatan di luar habitat aslinya di alam. Habitat buatan itu meliputi sangkar, kolam, kandang atau lingkungan semi alam yang bertujuan mencegah keluar masuknya satwa.
Sedangkan habitat buatan seperti kolam, kandang, dan sangkar harus memfasilitasi hal-hal berikut:
- Tempat yang berbeda untuk induk serta anaknya, satwa yang sehat, dan satwa yang sakit.
- Fasilitas kesehatan, tempat pembuangan limbah, tempat penyedia pakan, dan tempat yang aman dari predator.
- Sarana yang memberikan kenyamanan, keamanan, serta kebutuhan lain yang spesimen butuhkan.
- Diperbolehkan untuk memiliki sarana seperti inkubator, laboratorium, atau tempat untuk inseminasi buatan dan bioteknologi.
Sebagai tambahan, penangkaran di habitat terkontrol semi alam adalah habitat yang berada di dekat habitat asli satwa lengkap dengan pagar untuk mencegah keluar-masuknya satwa. Tingkat keluasan dan fasilitas menyesuaikan dengan perilaku dan kebutuhan satwa dan harus memberikan kenyamanan untuk spesimen.
b. Kegiatan Pengembangan Satwa berbasis Alam
Pengembangbiakan satwa berbasis alam (Wild-based Population Management) dalam pasal 22 meliputi kegiatan berikut ini:
- Pengelolaan habitat: kegiatan ini merupakan perbaikan atau penyediaan habitat buatan guna menarik spesimen dilindungi maupun tidak lindungi agar dapat berkembangbiak dengan lebih baik.
- Transplantasi: memperbanyak individu melalui pengambilan sampel jenis satwa yang tidak dilindungi yang diambil dari alam dan kemudian dikembalikan lagi ke alam.
- Pengembangan koloni satwa di pulau: mengembangbiakkan dan memperbanyak koloni hewan yang dilindungi maupun tidak dilindungi dalam sebuah pulau (island colony breeding) dengan pengawasan intensif.
- Pengembangbiakan semi terkontrol: melepaskan kembali satwa yang tidak dilindungi dari habitat buatan ke habitat alam mereka agar dapat berkembangbiak secara alami.
Pemberlakuan pengembangan satwa berbasis alam harus memenuhi syarat berikut:
- Terdapat kajian ilmiah mengenai dampak ekologis dari ekosistem setempat
- Pengembangan di pulau harus berada di pulau yang sudah tidak alami dan tidak berpenduduk.
2. Penangkaran untuk Pembesaran Satwa
Upaya kegiatan ini merupakan upaya membesarkan bayi atau telur yang diambil dari habitatnya yang dibesarkan dalam lingkungan yang terkontrol (Rearing/Ranching). Pembesaran ini dilakukan pada satwa yang memiliki daya produktivitas (fekunditas) yang tinggi, namun mempunyai daya hidup (survival rate) yang rendah di alam.
Direktur Jenderal setelah berkonsultasi Otoritas Keilmuan menetapkan jenis satwa dan bagaimana pelaksanaan program pembesaran dan pemantauan. Program pemantauan tersebut adalah program pembesaran yang terlaksana baik di habitat alam maupun di lokasi pembesaran.
3. Memperbanyak Tumbuhan
Kegiatan ini merupakan mengembangbiakkan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan terkontrol (Artificial Propagation). Material untuk memperbanyak tumbuhan bisa berupa biji, batang, daun, tunas, rumpun, jaringan kalus atau jaringan tumbuhan lainnya, dan spora.
Perbanyakan tumbuhan dalam lingkungan terkontrol merupakan kegiatan pembudayaan dengan campur tangan manusia guna menjamin pertumbuhan, kualitas, jenis, jumlah dari hasil budidaya. Campur tangan manusia bisa meliputi pengolahan lahan, pemupukan, pengendalian hama, dan irigasi.
Ruang Lingkup Penangkaran
Ruang lingkup kegiatan ini mencakup kegiatan, administrasi, pemanfaatan hasil dari kegiatan baik untuk hewan dan tumbuhan yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi.
Hanya pemerintah yang berhak melakukan upaya pelestarian untuk hewan yang dilindungi. Masyarakat boleh melakukan kegiatan yang sama untuk hewan-hewan yang tidak dilindungi dan memiliki izin. Surat izin ini berlaku untuk lima tahun saja, namun bisa melakukan perpanjangan tiga bulan sebelum masa berlaku habis.
Tanaman dan hewan yang dilindungi tercatat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tanaman dan satwa liar. Daftarnya antara lain:
- Anoa
- Babi Rusa
- Badak Jawa
- Cendrawasih
- Elang Jawa, Garuda Jawa
- Harimau Sumatera
- Badak Sumatera
- Lutung Mentawai
- Orangutan
- Owa Jawa
- Biawak Komodo
- Tumbuhan jenis Raflesia
Pemanfaatan Kegiatan Penangkaran
Tercatat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tanaman dan satwa liar, pemanfaatan satwa liar tercantum pada pasal 3. Pemanfaat tersebut meliputi kegiatan:
- Pengkajian, penelitian, dan pengembangan
- Penangkaran
- Perburuan
- Perdagangan
- Peragaan
- Pertukaran
- Budidaya tanaman obat‑obatan
- Pemeliharaan untuk kesenangan
Bagaimana Syarat untuk Membuat Penangkaran?
Jika kalian ingin membuat penangkaran, maka kalian harus memenuhi beberapa syarat. Tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tanaman dan satwa liar, pada pasal 15, untuk melakukan kegiatan pengembangan satwa harus memenuhi syarat berikut.
- Mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidangnya untuk melakukan kegiatan pengembangbiakan satwa.
- Memiliki tempat dan fasilitas yang memenuhi syarat-syarat teknis.
- Membuat dan menyerahkan proposal kerja.
- Memiliki buku induk mengenai tanaman dan satwa yang dipelihara.
- Mempunyai dan melaksanakan sistem penandaan atau sertifikasi resmi untuk tiap jenis spesimen yang dipelihara.
- Melaporkan laporan secara berkala kepada pemerintah.
Selain membuat tempat dan fasilitas yang nyaman untuk satwa, kita juga perlu memerlukan izin usaha untuk kegiatan ini. Berikut ini contoh mengajukan izin untuk melakukan pemberdayaan satwa yang tidak dilindungi menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT).
- Menyerahkan surat permohonan kepada Kepala Balai BBKSDA NTT.
- Staf akan mengecek kelengkapan berkas lampiran yang berupa:
- Akta Pendirian Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar.
- Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang menyatakan bahwa usaha tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia
- Proposal untuk permohonan baru atau rencana kerja tahunan untuk permohonan wajib memiliki informasi nama, jenis, jumlah, ukuran, dan wilayah.
- BAP persiapan teknis
- Rekomendasi dari Kepala Seksi Wilayah
- Petugas akan mengembalikan berkas, jika ada dokumen yang kurang lengkap.
- Jika berkas sudah lengkap, staf yang menangani perizinan akan memproses perizinannya.
- Lalu, Kepala Balai menerbitkan SPT pemeriksaan persiapan teknis kepada Kepala Bidang/Kepala Seksi wilayah.
- Kepala Bidang Teknis akan mengoreksi draft perizinan.
- Kemudian, Kepala Balai akan menandatangani surat.
- Setelah itu, petugas memberi nomor dan stempel.
- Permintaan pembayaran PNBP izin kepada pemohon.
- Memberikan bukti PNBP ke petugas pengolah, lalu pemohon akan menandatangani bukti perizinan.
Sudah Paham Mengenai Penangkaran?
Itulah penjelasan mengenai penangkaran. Secara hukum, perlindungan tumbuhan dan satwa liar tercantum dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Kita diperbolehkan melakukan kegiatan tersebut asalkan satwa yang kita pelihara merupakan hewan yang tidak dilindungi.
Dengan mengetahui hal ini, kita jadi sadar bahwa kita punya peran penting untuk menjaga satwa liar dari kepunahan. Oleh karena itu, kita juga harus turut serta melestarikan alam.