Kumpulan Puisi Kartini Singkat Menginspirasi Tuk Kenang Jasanya

Hari Kartini selalu diperingati pada tanggal 21 April. Sebagai salah satu pahlawan yang berjasa, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan Hari Kartini, salah satunya berpuisi. Berikut ulasan singkat perihal sejarah hari Kartini serta contoh-contoh puisi Kartini!

Sejarah Hari Kartini

Tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini. Tanggal tersebut merupakan hari lahir R.A (Raden Ajeng) Kartini, salah satu pahlawan yang berjasa bagi kaum wanita Indonesia.

Raden Ajeng Kartini lahir pada tahun 1897 dan meninggal pada tahun 1904. Semasa hidupnya, pahlawan wanita Indonesia yang memiliki nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ini selalu memperjuangkan hak-hak wanita Indonesia.

Seperti yang diketahui, dahulu wanita di Indonesia tidak memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki. Salah satunya adalah akses pendidikan. Banyak wanita Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar, sehingga kesadaran literasi antara kaum wanita dengan laki-laki tidak sama.

Hal inilah yang membuat R.A Kartini mengambil langkah tegas dengan mendobrak kesenjangan antara wanita dan laki-laki. R.A Kartini mengajari wanita-wanita yang tidak mendapatkan akses pendidikan, mulai dari membaca.

Perjuangan inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Artinya, wanita-wanita yang buta huruf perlahan mulai mengenal dan membaca, yang membawa mereka keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih baik.

Contoh Puisi Kartini yang Menginspirasi

Berikut contoh puisi Kartini yang menginspirasi:

1. Kartiniku Kini

Karya: Mochamad Riduwan

Saat pena kau tempelkan pada secarik kertas

Tersusunlah kata-kata sukma meretas

Membawa perubahan awal sepintas

Hingga kaummu menyambut penuh antusias

Kini, wahai Kartiniku

Kaummu seakan melupakanmu

Tersibuk dengan lautan ambigu

Terlupa akan sebuah perilaku

Wahai Kartiniku kini,

Tidaklah mentari lupa menanti pagi

Saatnya dirimu membekali literasi

Saatnya dirimu penuh berinovasi

Wahau Kartiniku kini,

Sudahkah dirimu menyelami diri?

Mencari di mana peradaban nanti

Mengikuti aliran tsunami teknologi

Sepatah tulisan membawa pesan

Sebaris kalimat membuyarkan angan

Sebait paragraf merubah peradaban

Majulah Kartiniku kini, tuk’ kemajuan zaman

2. Perempuan Itu Buku

Karya: Sio Hutasoit

Apa kau tahu? Jika perempuan itu Buku

Tintanya biru teduh

Perempuan itu gudangnya ilmu

Isinya tak hanya asmara candu, namun arti dari tulus pengorbanan tanpa keluh

Walau dituntut harus sempurna sungguh

Namun…

Perempuan tahu nikmatnya berdiri teguh, tanpa kompromi waktu

Di dalam Buku akan kau temukan cerita tentang cinta yang utuh

Walau hidup tak semanis madu, tangis menderu bahkan sakit berdentum

Tapi tak pernah ia tulis bahwa hidup sepahit empedu

Hanya ada bait tentang nyanyian syukur

Sayangnya, Buku itu tak bisa kau beli dengan sekumpulan bunga warna ungu

Tapi tawarlah dengan rindu yang sudah kau pupuk

Tenang saja, tak perlu ragu

Karena, dari Buku itu akan kau temukan bahwa perempuan adalah pangkal restu

Juga sajak-sajak tentang doa ibu

Yang tiap hari ia tulis dengan tangguh

Perempuan tak pernah layu

Perempuan itu Buku

Perempuan itu aku

3. Literasi Menyibak Kegelapan

Kaya: Woro Titi Haryati

Dengan Habis Gelap Terbit lah Terang

Tak hanya bermakna tentang kesepadanan

Tapi inilah peristiwa literasi sebenarnya

Yang tak pernah kita menyadarinya

Berawal dari keinginanmu membaca

Keinginan membuka tabir makna akan suatu maha

Terdedahlah kegalauanmu yang telah lama terpendam

Terterbarkan pesanmu kepada sang sahabat nan jauh di sana

Tulisanmu telah menyibak kegelapan

Kegelapan yang telah mengekangmu

Kegelapan yang telah memasungmu

Kegelapan yang telah membelenggumu

Dengan tulisanmu kau tebarkan seberkas cahaya

Tersingkap baik demi bait dari pesanmu

Terenda pesan dalam untaian kata-katamu

Kata yang sarat akan makna

Kuyakini bahwa dirimu dengan literasimu

Telah menjadikan dirimu abadi

Telah menjadikan dirimu inspirasi

Telah menjadikan dirimu sempena hati

Kau tak kan lekang dalam kala

Kau tak kan punah tertelan masa

Kau tak kan pernah mati

Kau tunjukkan jati diri negeri

Dengan semangat literasi yang tak pernah kau sadari

Membawa kami ke dunia yang penuh dengan pelangi

Membawa kami berani mendaki gunung tinggi

Membawa kami sejajar di atas kaki yang mandiri

4. Perempuan Tangguh

Karya: Penulis

Orang mengenalnya sebagai perempuan tangguh

Berdedikasi dengan sungguh-sungguh

Kerasnya batu alam belum ada apa-apanya

Kegigihannya menyambar api yang membara

Hatinya selembut kain sutra yang paling mahal

Sekali robek, bekasnya tak pernah hilang

Ia jahit robekan-robekan itu dengan benang kasih

Luka menganga yang tertutup sempurna

Orang menyebutnya sebagai perempuan tangguh

Hujan badai di barat daya pun akan ditempuh

Ada banyak tanggung jawab yang sedang dipikul

Mengasah satu per satu besi dapur yang tumpul

Perempuan tangguh, perempuan tangguh

Tertawa menyembunyikan luka

Demi merajut mimpi-mimpi

Bukan satu, tapi seluruh anak Ibu Pertiwi

5. Sang Penerang

Karya: Penulis

Kegelapan sudah lama menyelimuti

Memakan satu per satu mimpi-mimpi

Transformasi menjadi musuh sendiri

Menyatu dengan bayangan di malam hari

Kegelapan itu perlahan pudar

Kerasnya melunak

Garangnya ikut jadi jinak

Menanti ini hingga beranak pinak

Kegelapan itu hilang

Satu buah lilin hadir dengan kobaran api yang lembut

Membakar ketakutan, menghanguskan kedunguan

Menyambar keberanian yang entah sejak kapan timbul

Kini, dunia lebih berwarna

Berkat perjuangan seorang wanita

Sang penerang, begitu sebutannya

Membawa emansipasi wanita Indonesia

6. Jatuh, Tumbuh

Karya: Penulis

Jalan yang tandus di bawah teriknya matahari

Kerikil-kerikil kecil perlahan melukai

Alas kaki semakin tipis, tapi semangatnya makin menggunung

Tubuh ringkih milik jiwa berbahan baja

Matanya bak sebuah kompas jalan

Bergerak senyap, tapi tapi tahu akan ke mana

Kadang jatuh, ia bangkit

Jatuh lagi, tetap bangkit

Konon, ia ditakdirkan sebagai makhluk lemah lembut

Tubuh yang lemah tak membuatnya menyerah

Kelembutan hatinya menebarkan berjuta-juta kasih

Jatuh sekali, bangkit ribuan kali

Perjalanannya sudah sampai di pertengahan

Kegagalan masih rutin menyapa bak kawan lama

Air mata bercampur keringat di sudut mata

Kadang meringis, tapi lebih banyak tertawa

Belum ada tanda-tanda penghujung

Artinya perjalanan masih jauh

Menyiapkan diri tuk menyapa kembali kegagalan di tengah jalan

Jalan masih panjang untuk melanjutkan perjuangan

7. Perjuanganmu Belum Usai

Karya: Penulis

Tongkat estafet terus berputar-putar

Mengikuti tahun yang terus berganti

Barat, Timur, Selatan, Utara

Seluruh penjuru Ibu Pertiwi dijelajahi

Namanya selalu dikenang

Tak pernah absen sebagai acara tahunan

Dirayakan oleh setiap insan

Kilapnya meredup, lalu kembali terlupakan

Perjuangannya belum selesai, belum usai

Titik di penghujung baris kalimat bukan sebuah akhir

Masih ada lanjutan paragraf baru yang harus diukir

Masih ada cerita-cerita seru di lembar buku

Langkahmu jangan terburu-buru

Sebab jalan masih panjang, pun kadang masih tandus

Simpan tenagamu untuk bekal menyapa kawan lama bernama kegagalan

Bukan lagi perjuangannya, tapi perjuanganmu yang belum usai

Jangan dulu menyerah atau pongah

Perjuanganmu belum usai, masih belum

Selain kawan lama, ada pula kawan baru

Sediakan saja bakul bambu untuk menampung semua itu

8. Habis Gelap, Terbitlah Terang

Karya: Penulis

Konon, perempuan buta aksara

Tak kenal dunia itu seperti apa

Tak tahu irama bersajak itu bagaimana

Tak tahu bedanya merah muda dan biru tua

Konon, perempuan tersisihkan dari dunia

Bukan karna tak rupawan

Mereka dianggap berbeda, sebab tidak tahu apa-apa

Jangankan bicara perang dunia, mengeja nama saja mereka kebingungan

Kedunguan perempuan jadi warisan turun temurun

Patriarki semakin berjaya sebelum Ibu Pertiwi merdeka

Lalu berhenti sejenak saat Kartini bersuara

Terus bersuara di tengah ramainya cemoohan

Seorang diri ia membawa lentera kehidupan banyak perempuan

Pelan namun pasti, lenteranya membawa perubahan

Habis Gelap, Terbitlah Terang, mantra-mantranya

Literasi dan emansipasi jadi warisan baru kita

Mantra-mantranya masih berisi semangat

Semangat juang, semangat belajar

Lenteranya belum redup, bahkan tak akan padam

Terangnya semakin luas, merajalela di mana-mana

Kini, yang tersisa hanya ejaan namanya

Perjuangannya mati terkubur dalam masing-masing hati

Tapi…

Mantra-mantranya tak pernah mati

9. Kartini-Kartini Masa Kini

Karya: Penulis

Tubuhnya dibalut kebaya merah muda motif bunga

Sedangkan kaki jenjangnya diselimuti kain bercorak gelap

Rambutnya digelung, disanggul kekinian

Kemudian berlenggok dengan kepercayaan

Satunya lagi membalut tubuhnya dengan pakaian trendi bermotif warna-warni

Rambut hitam tak akan kau jumpai

Sepatu hak tinggi model terkini

Tas kecil yang tak kuat menampung mimpi-mimpi

Di pinggir jalan ada lagi kumpulan minoritas

Pakaiannya serba biasa, tanpa brand luxury

Namun, tawanya tak kalah renyah

Saling bertukar cerita tanpa peduli waktu berlalu

Semua itu adalah Kartini masa kini

Tampil dengan versi terbaiknya

Berjuang demi mimpi-mimpinya

Larut dalam keseruan cerita hidupnya

Kartini masa kini

Mimpinya tidak hanya mengenal dunia, tapi bagaimana menaklukkannya

Kawan lamanya bukan hanya kegagalan, tapi juga kecemasan

Jalannya tidak hanya tandus, tapi juga berliku

Kartini masa kini

Semangatnya mudah padam, tapi enggan menyerah

Mudah jatuh, tapi langsung bangkit

Terluka dan kecewa sudah hal biasa

Kartini masa kini

Jangan menyerah, jangan berhenti

Kartini masa kini

Jangan kalah, jangan pongah

10. Mereka Menyebutnya Emansipasi

Karya: Penulis

Sudah berapa lama kita dibelenggu?

Berapa banyak perempuan yang mati dengan dungu?

Sejak era Majapahit menguasai Jawa?

Atau ketika Hindia Belanda?

Tak tahu kapan pastinya

Sebab saat itu banyak perempuan hidup menikmati kesengsaraan

Beranak pinak tiada henti

Asap dapur mengepul sepanjang hari

Takdirnya sebagai ibu yang buta literasi

Kelembutan hati jadi satu-satunya ilmu yang paling berarti

Menerima dan menerima

Seolah tak ada pemberontakan yang dibolehkan

Sejak Kartini berjuang

Ketimpangan pendidikan dan sosial mulai terguncang

Perempuan mulai bangkit dari keterpurukannya

Mereka ingin bebas dari kesengsaraan

Sejak Kartini membawa emansipasi

Perempuan mulai tahu apa itu mimpi-mimpi

Mereka bukan lagi putri malu

Durinya lebih kokoh seperti mawar biru

Sejak emansipasi,

Perempuan tahu bagaimana menjadi Kartini

Menoreh prestasi demi prestasi

Tak gentar melawan diri sendiri

11. Putri Ksatria

Karya: Pauline Angelina

Rintik hujan tiada berhenti

Kabut perlahan mulai menyelimuti

Adat dan budaya yang berpilih kasih

Hak para perempuan pun dibatasi

Tangis mulai banjir di pipi

Tak ada satu pun yang peduli

Sekalipun suara rintihan bertubi-tubi

Para insan serentak berpura-pura tuli

Perempuan yang dikekang

Perempuan yang dilarang

Perempuan terbuang

Perempuan terbelakang

Lemah dan tak berdaya

Melawan pun tak kuasa

Hanya dapat berpasrah diri

Menerima siksaan di jiwa

Dan itu semua kini sirna

Berkat sang putri ksatria

Wahai Kartini yang mulia

Jasa-jasamu sungguh tiada tara

Perempuan pun bebas

Perempuan bisa lepas

Perempuan mampu setara

Perempuan akhirnya merdeka

Tak ada lagi luka

Tak ada lagi duka

Semua telah sirna

Berkat sang putri ksatria

12. Nostalgia

Karya: Aenullael Mukarromah

Tentangmu sang pahlawan nasional, juga tentangku sang pejuang asa

Lahir di Jepara, kemudian menghembuskan nafas di Rembang

Kaulah sang pelopor kebangkitan perempuan pribumi

Sedangkan di sini aku masih merangkak mengejar mimpi untuk dapat mengabdi pada Negeri

Kau memperjuangkan hak wanita

Kau seorang pekerja keras

Lalu apa yang terjadi saat ini?

Mari bernostalgia tentang sebuah perjalanan

Aku perempuan, namun aku tidaklah sehebat dan sekuat perjuanganmu

Aku perempuan, namun belum dapat mengabdi kepada Negeri

Namun, hembusan nyanyian motivasimu menjadi pembakar diri untuk tetap berjuang

Habis gelap terbitlah terang

Di manapun bumi dipijak maka di sanalah langit dijunjung

Perempuan haruslah tetap bekerja keras, kerja cerdas dan berjuang dengan usaha yang keras

Seperti perjuangan Ibu kita Kartini yang telah melewati ribuan badai dan coba

13. Sebuah Lilin yang Tak Utuh

Karya: Penulis

Cahayanya samar-samar

Bahkan hampir redup ketika angin bertiup

Kegelapan masih belum berujung

Hadirnya masih diperlukan banyak hidup

Sebuah lilin yang tak lagi utuh

Panjangnya hilang setengah demi secercah cahaya

Semakin lama, semakin rendah pula

Kegelapan semakin membabi buta

Namun sang pemiliknya tak takut atau gugup

Matanya tajam, kaki terus berjalan

Tangannya mengepal bak membawa tekad yang kuat

Punggungnya kokoh sebagai tumpuan yang berat

Sebuah lilin yang tak utuh

Semakin samar cahayanya

Semakin rendah perawakannya

Semakin membara apinya

Lilin itu mati dengan sendirinya

Anehnya cahayanya abadi

Tak padam meski tertiup angin atau diterpa rintik hujan

Kobaran apinya makin membesar, tekad yang kuat jadi bahan bakar utamanya

Lilin kecil terganti oleh cahaya terang

Gelap gulita lenyap seketika

Dunia penuh warna, pada akhirnya

Perempuan bangkit dan setara

Lilin kecil itu menjelma jadi mentari di siang hari

Ketika malam tiba berubah jadi sang rembulan yang cantik

Lilin kecil milik perempuan bernama Kartini

Lilin kecil kehidupan anak perempuan Ibu Pertiwi

14. Puan, Puan, Puan

Karya: Penulis

Puan, puan, dan puan

Seperti apa dunia ini di matamu?

Gunung mana yang puncaknya paling tinggi menurutmu?

Dan samudera mana yang ombaknya tenang tapi menakutkan?

Puan, puan, puan

Ada banyak mimpi-mimpi yang terajut oleh benang kehidupan

Benang yang disulam lewat tangan seorang perempuan

Tidak kusut, tidak putus, indah dan berharga

Mimpi mana yang sudah tercapai?

Toga di kepala atau jabatan yang tinggi?

Atau bahkan keduanya

Bukan kepalang hebatnya

Mimpi apa lagi yang akan kau bidik, Puan?

Pilihlah satu atau semuanya yang dijajakan di muka

Bidiklah dengan anak panah yang ujungnya tak lagi tumpul

Bidiklah perlahan dengan ketenangan

Jangan buru-buru, Puan…

Masih ada banyak waktu

Pun tak ada seorang pun yang mengganggu

Jangan buru-buru, nikmati dulu

Ada banyak hal yang perlu kau tahu

Mulai dari sajak puisi hingga perkembangan teknologi

Tentang bagaimana ulat punya sayap dan bisa terbang tinggi

Pun tentang perjuangan Ibu Kartini bawa emansipasi

15. Kita Semua Mampu

Karya: Penulis

Setelah runtuhnya dinasti Majapahit

Berakhirnya Hindia Belanda

Cerita kelam masa Orba

Hingga zamannya generasi milenial

Entah sudah berapa banyak waktu terlewati

Jemari tangan ditambah kaki masih kurang untuk berhitung

Selama itu perempuan terbelenggu

Sebanyak itu mimpi-mimpi harus mati sejak dini

Penantian panjang perempuan berakhir

Saat kelembutan Kartini terketuk

Mimpi-mimpi mulai dipupuk sejak dini

Kaki berdiri tegak tanpa takut dicaci

Kita mampu, kita bisa

Kita para perempuan yang direnggut mimpinya sedari lama

Kembali bangkit dan mengambil apa yang jadi hak-haknya

Menyusun rencana demi rencana

Kita bisa, kita juga merdeka

Takdir kita bukan sekadar beranak pinak

Atau berkutat dengan asap dapur mengepul

Bukan hanya sekadar itu

Kita bisa mewarisi ilmu

Atau jadi orang pertama yang memberi ilmu

Kepada anak hingga cucu-cucu

Kita bisa melakukan semua itu, kita semua mampu

16. Tinta Biru yang Masih Basah

Karya: Penulis

Secarik kertas putih dengan motif garis sejajar

Putihnya memang tak selapang hati perempuan 

Ukurannya masih kurang tuk menampung barisan mimpi-mimpi yang mengantri

Terlalu kecil untuk perempuan yang punya asa tinggi

Tinta biru yang masih basah sebagai tanda awal

Tanda mimpi mulai terukir

Tidak sulit menulis satu per satu

Sebab Ibu Kartini memberi tahu seperti apa literasi itu

Tinta biru yang masih basah

Terus berlanjut mengabsen mimpi dan harapan

Hidup jadi ada tujuan, tahu ke mana harus berjalan

Tak ada ketakutan, tak ada keraguan, hanya tersisa harapan

Belum satu jam kertas sudah penuh

Tinta birunya masih basah

Jangan buru-buru dilipat

Pandangi dulu satu per satu bait paragraf

Eja dulu huruf-huruf yang kau kenal berkat perjuangan perempuan berwajah sendu

Kagumi dulu bentuk tulisan yang katamu indah itu

Baca lagi mimpi-mimpi yang ingin kau tuju

Lipatlah jika sudah mengering tinta biru itu

Puisi Kartini Manakah yang Menginspirasimu?

Itulah kumpulan puisi bertema Kartini dengan rangkaian kata penuh inspirasi untuk mengenang jasa perjuangannya di masa lampau. Manakah yang paling related denganmu?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page