Hari Kartini selalu diperingati pada tanggal 21 April. Sebagai salah satu pahlawan yang berjasa, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk merayakan Hari Kartini, salah satunya berpuisi. Berikut ulasan singkat perihal sejarah hari Kartini serta contoh-contoh puisi Kartini!
Daftar ISI
- Sejarah Hari Kartini
- Contoh Puisi Kartini yang Menginspirasi
- 1. Kartiniku Kini
- 2. Perempuan Itu Buku
- 3. Literasi Menyibak Kegelapan
- 4. Perempuan Tangguh
- 5. Sang Penerang
- 6. Jatuh, Tumbuh
- 7. Perjuanganmu Belum Usai
- 8. Habis Gelap, Terbitlah Terang
- 9. Kartini-Kartini Masa Kini
- 10. Mereka Menyebutnya Emansipasi
- 11. Putri Ksatria
- 12. Nostalgia
- 13. Sebuah Lilin yang Tak Utuh
- 14. Puan, Puan, Puan
- 15. Kita Semua Mampu
- 16. Tinta Biru yang Masih Basah
- Puisi Kartini Manakah yang Menginspirasimu?
Sejarah Hari Kartini
Tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini. Tanggal tersebut merupakan hari lahir R.A (Raden Ajeng) Kartini, salah satu pahlawan yang berjasa bagi kaum wanita Indonesia.
Raden Ajeng Kartini lahir pada tahun 1897 dan meninggal pada tahun 1904. Semasa hidupnya, pahlawan wanita Indonesia yang memiliki nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ini selalu memperjuangkan hak-hak wanita Indonesia.
Seperti yang diketahui, dahulu wanita di Indonesia tidak memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki. Salah satunya adalah akses pendidikan. Banyak wanita Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar, sehingga kesadaran literasi antara kaum wanita dengan laki-laki tidak sama.
Hal inilah yang membuat R.A Kartini mengambil langkah tegas dengan mendobrak kesenjangan antara wanita dan laki-laki. R.A Kartini mengajari wanita-wanita yang tidak mendapatkan akses pendidikan, mulai dari membaca.
Perjuangan inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Artinya, wanita-wanita yang buta huruf perlahan mulai mengenal dan membaca, yang membawa mereka keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih baik.
Contoh Puisi Kartini yang Menginspirasi
Berikut contoh puisi Kartini yang menginspirasi:
1. Kartiniku Kini
Karya: Mochamad Riduwan
Saat pena kau tempelkan pada secarik kertas
Tersusunlah kata-kata sukma meretas
Membawa perubahan awal sepintas
Hingga kaummu menyambut penuh antusias
Kini, wahai Kartiniku
Kaummu seakan melupakanmu
Tersibuk dengan lautan ambigu
Terlupa akan sebuah perilaku
Wahai Kartiniku kini,
Tidaklah mentari lupa menanti pagi
Saatnya dirimu membekali literasi
Saatnya dirimu penuh berinovasi
Wahau Kartiniku kini,
Sudahkah dirimu menyelami diri?
Mencari di mana peradaban nanti
Mengikuti aliran tsunami teknologi
Sepatah tulisan membawa pesan
Sebaris kalimat membuyarkan angan
Sebait paragraf merubah peradaban
Majulah Kartiniku kini, tuk’ kemajuan zaman
2. Perempuan Itu Buku
Karya: Sio Hutasoit
Apa kau tahu? Jika perempuan itu Buku
Tintanya biru teduh
Perempuan itu gudangnya ilmu
Isinya tak hanya asmara candu, namun arti dari tulus pengorbanan tanpa keluh
Walau dituntut harus sempurna sungguh
Namun…
Perempuan tahu nikmatnya berdiri teguh, tanpa kompromi waktu
Di dalam Buku akan kau temukan cerita tentang cinta yang utuh
Walau hidup tak semanis madu, tangis menderu bahkan sakit berdentum
Tapi tak pernah ia tulis bahwa hidup sepahit empedu
Hanya ada bait tentang nyanyian syukur
Sayangnya, Buku itu tak bisa kau beli dengan sekumpulan bunga warna ungu
Tapi tawarlah dengan rindu yang sudah kau pupuk
Tenang saja, tak perlu ragu
Karena, dari Buku itu akan kau temukan bahwa perempuan adalah pangkal restu
Juga sajak-sajak tentang doa ibu
Yang tiap hari ia tulis dengan tangguh
Perempuan tak pernah layu
Perempuan itu Buku
Perempuan itu aku
3. Literasi Menyibak Kegelapan
Kaya: Woro Titi Haryati
Dengan Habis Gelap Terbit lah Terang
Tak hanya bermakna tentang kesepadanan
Tapi inilah peristiwa literasi sebenarnya
Yang tak pernah kita menyadarinya
Berawal dari keinginanmu membaca
Keinginan membuka tabir makna akan suatu maha
Terdedahlah kegalauanmu yang telah lama terpendam
Terterbarkan pesanmu kepada sang sahabat nan jauh di sana
Tulisanmu telah menyibak kegelapan
Kegelapan yang telah mengekangmu
Kegelapan yang telah memasungmu
Kegelapan yang telah membelenggumu
Dengan tulisanmu kau tebarkan seberkas cahaya
Tersingkap baik demi bait dari pesanmu
Terenda pesan dalam untaian kata-katamu
Kata yang sarat akan makna
Kuyakini bahwa dirimu dengan literasimu
Telah menjadikan dirimu abadi
Telah menjadikan dirimu inspirasi
Telah menjadikan dirimu sempena hati
Kau tak kan lekang dalam kala
Kau tak kan punah tertelan masa
Kau tak kan pernah mati
Kau tunjukkan jati diri negeri
Dengan semangat literasi yang tak pernah kau sadari
Membawa kami ke dunia yang penuh dengan pelangi
Membawa kami berani mendaki gunung tinggi
Membawa kami sejajar di atas kaki yang mandiri
4. Perempuan Tangguh
Karya: Penulis
Orang mengenalnya sebagai perempuan tangguh
Berdedikasi dengan sungguh-sungguh
Kerasnya batu alam belum ada apa-apanya
Kegigihannya menyambar api yang membara
Hatinya selembut kain sutra yang paling mahal
Sekali robek, bekasnya tak pernah hilang
Ia jahit robekan-robekan itu dengan benang kasih
Luka menganga yang tertutup sempurna
Orang menyebutnya sebagai perempuan tangguh
Hujan badai di barat daya pun akan ditempuh
Ada banyak tanggung jawab yang sedang dipikul
Mengasah satu per satu besi dapur yang tumpul
Perempuan tangguh, perempuan tangguh
Tertawa menyembunyikan luka
Demi merajut mimpi-mimpi
Bukan satu, tapi seluruh anak Ibu Pertiwi
5. Sang Penerang
Karya: Penulis
Kegelapan sudah lama menyelimuti
Memakan satu per satu mimpi-mimpi
Transformasi menjadi musuh sendiri
Menyatu dengan bayangan di malam hari
Kegelapan itu perlahan pudar
Kerasnya melunak
Garangnya ikut jadi jinak
Menanti ini hingga beranak pinak
Kegelapan itu hilang
Satu buah lilin hadir dengan kobaran api yang lembut
Membakar ketakutan, menghanguskan kedunguan
Menyambar keberanian yang entah sejak kapan timbul
Kini, dunia lebih berwarna
Berkat perjuangan seorang wanita
Sang penerang, begitu sebutannya
Membawa emansipasi wanita Indonesia
6. Jatuh, Tumbuh
Karya: Penulis
Jalan yang tandus di bawah teriknya matahari
Kerikil-kerikil kecil perlahan melukai
Alas kaki semakin tipis, tapi semangatnya makin menggunung
Tubuh ringkih milik jiwa berbahan baja
Matanya bak sebuah kompas jalan
Bergerak senyap, tapi tapi tahu akan ke mana
Kadang jatuh, ia bangkit
Jatuh lagi, tetap bangkit
Konon, ia ditakdirkan sebagai makhluk lemah lembut
Tubuh yang lemah tak membuatnya menyerah
Kelembutan hatinya menebarkan berjuta-juta kasih
Jatuh sekali, bangkit ribuan kali
Perjalanannya sudah sampai di pertengahan
Kegagalan masih rutin menyapa bak kawan lama
Air mata bercampur keringat di sudut mata
Kadang meringis, tapi lebih banyak tertawa
Belum ada tanda-tanda penghujung
Artinya perjalanan masih jauh
Menyiapkan diri tuk menyapa kembali kegagalan di tengah jalan
Jalan masih panjang untuk melanjutkan perjuangan
7. Perjuanganmu Belum Usai
Karya: Penulis
Tongkat estafet terus berputar-putar
Mengikuti tahun yang terus berganti
Barat, Timur, Selatan, Utara
Seluruh penjuru Ibu Pertiwi dijelajahi
Namanya selalu dikenang
Tak pernah absen sebagai acara tahunan
Dirayakan oleh setiap insan
Kilapnya meredup, lalu kembali terlupakan
Perjuangannya belum selesai, belum usai
Titik di penghujung baris kalimat bukan sebuah akhir
Masih ada lanjutan paragraf baru yang harus diukir
Masih ada cerita-cerita seru di lembar buku
Langkahmu jangan terburu-buru
Sebab jalan masih panjang, pun kadang masih tandus
Simpan tenagamu untuk bekal menyapa kawan lama bernama kegagalan
Bukan lagi perjuangannya, tapi perjuanganmu yang belum usai
Jangan dulu menyerah atau pongah
Perjuanganmu belum usai, masih belum
Selain kawan lama, ada pula kawan baru
Sediakan saja bakul bambu untuk menampung semua itu
8. Habis Gelap, Terbitlah Terang
Karya: Penulis
Konon, perempuan buta aksara
Tak kenal dunia itu seperti apa
Tak tahu irama bersajak itu bagaimana
Tak tahu bedanya merah muda dan biru tua
Konon, perempuan tersisihkan dari dunia
Bukan karna tak rupawan
Mereka dianggap berbeda, sebab tidak tahu apa-apa
Jangankan bicara perang dunia, mengeja nama saja mereka kebingungan
Kedunguan perempuan jadi warisan turun temurun
Patriarki semakin berjaya sebelum Ibu Pertiwi merdeka
Lalu berhenti sejenak saat Kartini bersuara
Terus bersuara di tengah ramainya cemoohan
Seorang diri ia membawa lentera kehidupan banyak perempuan
Pelan namun pasti, lenteranya membawa perubahan
Habis Gelap, Terbitlah Terang, mantra-mantranya
Literasi dan emansipasi jadi warisan baru kita
Mantra-mantranya masih berisi semangat
Semangat juang, semangat belajar
Lenteranya belum redup, bahkan tak akan padam
Terangnya semakin luas, merajalela di mana-mana
Kini, yang tersisa hanya ejaan namanya
Perjuangannya mati terkubur dalam masing-masing hati
Tapi…
Mantra-mantranya tak pernah mati
9. Kartini-Kartini Masa Kini
Karya: Penulis
Tubuhnya dibalut kebaya merah muda motif bunga
Sedangkan kaki jenjangnya diselimuti kain bercorak gelap
Rambutnya digelung, disanggul kekinian
Kemudian berlenggok dengan kepercayaan
Satunya lagi membalut tubuhnya dengan pakaian trendi bermotif warna-warni
Rambut hitam tak akan kau jumpai
Sepatu hak tinggi model terkini
Tas kecil yang tak kuat menampung mimpi-mimpi
Di pinggir jalan ada lagi kumpulan minoritas
Pakaiannya serba biasa, tanpa brand luxury
Namun, tawanya tak kalah renyah
Saling bertukar cerita tanpa peduli waktu berlalu
Semua itu adalah Kartini masa kini
Tampil dengan versi terbaiknya
Berjuang demi mimpi-mimpinya
Larut dalam keseruan cerita hidupnya
Kartini masa kini
Mimpinya tidak hanya mengenal dunia, tapi bagaimana menaklukkannya
Kawan lamanya bukan hanya kegagalan, tapi juga kecemasan
Jalannya tidak hanya tandus, tapi juga berliku
Kartini masa kini
Semangatnya mudah padam, tapi enggan menyerah
Mudah jatuh, tapi langsung bangkit
Terluka dan kecewa sudah hal biasa
Kartini masa kini
Jangan menyerah, jangan berhenti
Kartini masa kini
Jangan kalah, jangan pongah
10. Mereka Menyebutnya Emansipasi
Karya: Penulis
Sudah berapa lama kita dibelenggu?
Berapa banyak perempuan yang mati dengan dungu?
Sejak era Majapahit menguasai Jawa?
Atau ketika Hindia Belanda?
Tak tahu kapan pastinya
Sebab saat itu banyak perempuan hidup menikmati kesengsaraan
Beranak pinak tiada henti
Asap dapur mengepul sepanjang hari
Takdirnya sebagai ibu yang buta literasi
Kelembutan hati jadi satu-satunya ilmu yang paling berarti
Menerima dan menerima
Seolah tak ada pemberontakan yang dibolehkan
Sejak Kartini berjuang
Ketimpangan pendidikan dan sosial mulai terguncang
Perempuan mulai bangkit dari keterpurukannya
Mereka ingin bebas dari kesengsaraan
Sejak Kartini membawa emansipasi
Perempuan mulai tahu apa itu mimpi-mimpi
Mereka bukan lagi putri malu
Durinya lebih kokoh seperti mawar biru
Sejak emansipasi,
Perempuan tahu bagaimana menjadi Kartini
Menoreh prestasi demi prestasi
Tak gentar melawan diri sendiri
11. Putri Ksatria
Karya: Pauline Angelina
Rintik hujan tiada berhenti
Kabut perlahan mulai menyelimuti
Adat dan budaya yang berpilih kasih
Hak para perempuan pun dibatasi
Tangis mulai banjir di pipi
Tak ada satu pun yang peduli
Sekalipun suara rintihan bertubi-tubi
Para insan serentak berpura-pura tuli
Perempuan yang dikekang
Perempuan yang dilarang
Perempuan terbuang
Perempuan terbelakang
Lemah dan tak berdaya
Melawan pun tak kuasa
Hanya dapat berpasrah diri
Menerima siksaan di jiwa
Dan itu semua kini sirna
Berkat sang putri ksatria
Wahai Kartini yang mulia
Jasa-jasamu sungguh tiada tara
Perempuan pun bebas
Perempuan bisa lepas
Perempuan mampu setara
Perempuan akhirnya merdeka
Tak ada lagi luka
Tak ada lagi duka
Semua telah sirna
Berkat sang putri ksatria
12. Nostalgia
Karya: Aenullael Mukarromah
Tentangmu sang pahlawan nasional, juga tentangku sang pejuang asa
Lahir di Jepara, kemudian menghembuskan nafas di Rembang
Kaulah sang pelopor kebangkitan perempuan pribumi
Sedangkan di sini aku masih merangkak mengejar mimpi untuk dapat mengabdi pada Negeri
Kau memperjuangkan hak wanita
Kau seorang pekerja keras
Lalu apa yang terjadi saat ini?
Mari bernostalgia tentang sebuah perjalanan
Aku perempuan, namun aku tidaklah sehebat dan sekuat perjuanganmu
Aku perempuan, namun belum dapat mengabdi kepada Negeri
Namun, hembusan nyanyian motivasimu menjadi pembakar diri untuk tetap berjuang
Habis gelap terbitlah terang
Di manapun bumi dipijak maka di sanalah langit dijunjung
Perempuan haruslah tetap bekerja keras, kerja cerdas dan berjuang dengan usaha yang keras
Seperti perjuangan Ibu kita Kartini yang telah melewati ribuan badai dan coba
13. Sebuah Lilin yang Tak Utuh
Karya: Penulis
Cahayanya samar-samar
Bahkan hampir redup ketika angin bertiup
Kegelapan masih belum berujung
Hadirnya masih diperlukan banyak hidup
Sebuah lilin yang tak lagi utuh
Panjangnya hilang setengah demi secercah cahaya
Semakin lama, semakin rendah pula
Kegelapan semakin membabi buta
Namun sang pemiliknya tak takut atau gugup
Matanya tajam, kaki terus berjalan
Tangannya mengepal bak membawa tekad yang kuat
Punggungnya kokoh sebagai tumpuan yang berat
Sebuah lilin yang tak utuh
Semakin samar cahayanya
Semakin rendah perawakannya
Semakin membara apinya
Lilin itu mati dengan sendirinya
Anehnya cahayanya abadi
Tak padam meski tertiup angin atau diterpa rintik hujan
Kobaran apinya makin membesar, tekad yang kuat jadi bahan bakar utamanya
Lilin kecil terganti oleh cahaya terang
Gelap gulita lenyap seketika
Dunia penuh warna, pada akhirnya
Perempuan bangkit dan setara
Lilin kecil itu menjelma jadi mentari di siang hari
Ketika malam tiba berubah jadi sang rembulan yang cantik
Lilin kecil milik perempuan bernama Kartini
Lilin kecil kehidupan anak perempuan Ibu Pertiwi
14. Puan, Puan, Puan
Karya: Penulis
Puan, puan, dan puan
Seperti apa dunia ini di matamu?
Gunung mana yang puncaknya paling tinggi menurutmu?
Dan samudera mana yang ombaknya tenang tapi menakutkan?
Puan, puan, puan
Ada banyak mimpi-mimpi yang terajut oleh benang kehidupan
Benang yang disulam lewat tangan seorang perempuan
Tidak kusut, tidak putus, indah dan berharga
Mimpi mana yang sudah tercapai?
Toga di kepala atau jabatan yang tinggi?
Atau bahkan keduanya
Bukan kepalang hebatnya
Mimpi apa lagi yang akan kau bidik, Puan?
Pilihlah satu atau semuanya yang dijajakan di muka
Bidiklah dengan anak panah yang ujungnya tak lagi tumpul
Bidiklah perlahan dengan ketenangan
Jangan buru-buru, Puan…
Masih ada banyak waktu
Pun tak ada seorang pun yang mengganggu
Jangan buru-buru, nikmati dulu
Ada banyak hal yang perlu kau tahu
Mulai dari sajak puisi hingga perkembangan teknologi
Tentang bagaimana ulat punya sayap dan bisa terbang tinggi
Pun tentang perjuangan Ibu Kartini bawa emansipasi
15. Kita Semua Mampu
Karya: Penulis
Setelah runtuhnya dinasti Majapahit
Berakhirnya Hindia Belanda
Cerita kelam masa Orba
Hingga zamannya generasi milenial
Entah sudah berapa banyak waktu terlewati
Jemari tangan ditambah kaki masih kurang untuk berhitung
Selama itu perempuan terbelenggu
Sebanyak itu mimpi-mimpi harus mati sejak dini
Penantian panjang perempuan berakhir
Saat kelembutan Kartini terketuk
Mimpi-mimpi mulai dipupuk sejak dini
Kaki berdiri tegak tanpa takut dicaci
Kita mampu, kita bisa
Kita para perempuan yang direnggut mimpinya sedari lama
Kembali bangkit dan mengambil apa yang jadi hak-haknya
Menyusun rencana demi rencana
Kita bisa, kita juga merdeka
Takdir kita bukan sekadar beranak pinak
Atau berkutat dengan asap dapur mengepul
Bukan hanya sekadar itu
Kita bisa mewarisi ilmu
Atau jadi orang pertama yang memberi ilmu
Kepada anak hingga cucu-cucu
Kita bisa melakukan semua itu, kita semua mampu
16. Tinta Biru yang Masih Basah
Karya: Penulis
Secarik kertas putih dengan motif garis sejajar
Putihnya memang tak selapang hati perempuan
Ukurannya masih kurang tuk menampung barisan mimpi-mimpi yang mengantri
Terlalu kecil untuk perempuan yang punya asa tinggi
Tinta biru yang masih basah sebagai tanda awal
Tanda mimpi mulai terukir
Tidak sulit menulis satu per satu
Sebab Ibu Kartini memberi tahu seperti apa literasi itu
Tinta biru yang masih basah
Terus berlanjut mengabsen mimpi dan harapan
Hidup jadi ada tujuan, tahu ke mana harus berjalan
Tak ada ketakutan, tak ada keraguan, hanya tersisa harapan
Belum satu jam kertas sudah penuh
Tinta birunya masih basah
Jangan buru-buru dilipat
Pandangi dulu satu per satu bait paragraf
Eja dulu huruf-huruf yang kau kenal berkat perjuangan perempuan berwajah sendu
Kagumi dulu bentuk tulisan yang katamu indah itu
Baca lagi mimpi-mimpi yang ingin kau tuju
Lipatlah jika sudah mengering tinta biru itu
Puisi Kartini Manakah yang Menginspirasimu?
Itulah kumpulan puisi bertema Kartini dengan rangkaian kata penuh inspirasi untuk mengenang jasa perjuangannya di masa lampau. Manakah yang paling related denganmu?