Asuransi menjadi salah satu proteksi yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Termasuk asuransi kecelakaan, yang mana dapat mengurangi beban kerugian dari kecelakaan yang tak terduga. Sebelum mendaftar layanan asuransi tertentu, kamu perlu mengetahui istilah asas subrogasi terlebih dahulu.
Sebab, istilah yang satu ini erat kaitannya dengan layanan asuransi yang dapat melakukan perbaikan pada kendaraan setelah mengalami kecelakaan. Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan asas ini? Bagi kamu yang penasaran, simak penjelasan lengkap tentang istilah tersebut dalam artikel ini!
Daftar ISI
Pengertian Asas Subrogasi
Menurut Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, asas subrogasi merupakan prinsip yang menyatakan bahwa penanggung dapat mendapatkan kembali bayaran ganti rugi yang sudah diberikan kepada kreditur atau principle of subrogation.
Dengan kata lain, asas ini bisa menjadi suatu prinsip yang mendukung prinsip ganti rugi atau indemnity. Tak hanya itu saja, asas ini juga melihat dari segi kerugian yang terjadi sebelum pihak tertanggung mendapatkan ganti rugi dari peristiwa yang tidak terduga tersebut.
Di Indonesia sendiri, aturan mengenai subrogasi telah dijelaskan secara detail pada Pasal 1400 KUH Perdata. Dalam pasal ini, disebutkan bahwa subrogasi adalah adanya pergantian hak yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditur.
Adapun subrogasi ini termasuk ke dalam salah satu dari enam asas asuransi yang dimiliki oleh perusahaan. Seperti yang kamu ketahui, bahwa dalam asuransi terdapat dua pihak yang terlibat, yakni penanggung atau perusahaan asuransi dan tertanggung atau nasabah.
Hubungan kedua pihak inilah yang harus dilandasi dengan prinsip-prinsip asuransi. Jadi, subrogasi tersebut menjadi asas yang berkaitan dengan hak dari penanggung untuk menuntut pihak ketiga yang menyebabkan pihak tertanggung menderita kerugian.
Apabila penanggung telah selesai melakukan kewajibannya, maka perusahaan bisa menuntut pihak yang membuat pihak tertanggung jadi merugi.
Umumnya, subrogasi ini diterapkan pada asuransi kendaraan yang sudah tertulis dalam polis atau surat perjanjian. Jadi, pihak tertanggung akan mendapatkan klaim asuransi dalam bentuk perawatan kesehatan dan properti atau kecelakaan.
Oleh karena itulah, peran utama dari asas ini adalah untuk membatasi pihak tertanggung, agar tidak mendapatkan ganti rugi yang melebihi kerugian yang dideritanya. Kondisi ini juga sering disebut dengan corollary on indemnity.
Jadi, asas ini memang memiliki peranan yang sangat penting. Khususnya pada kasus kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan, sehingga menimbulkan kerugian. Dengan begitu, pihak tertanggung tidak akan mengalami ketidakadilan dalam hal ganti rugi.
Syarat Subrogasi
Asas subrogasi ini memiliki dasar hukum yang termuat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Pasal 1400 BW sampai Pasal 1403 BW. Jadi, syarat subrogasi adalah harus terdapat lebih dari satu orang kreditur dan satu orang debitur.
Selain itu, syarat lainnya adalah diperlukan pembayaran dari kreditur baru kepada kreditur lama, sebagai bagian dari unsur terjadinya subrogasi.
Penerapan Asas Subrogasi
Beberapa kasus yang berkaitan dengan subrogasi, umumnya pihak perusahaan asuransi akan segera membayarkan klaim dari klien yang mengalami kerugian tersebut. Baru setelahnya, perusahaan asuransi akan meminta ganti rugi kepada pihak lain yang menimbulkan kerugian.
Ketentuan ini sudah sesuai dengan Pasal 1365 Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847 tentang Burgelijk Weboek voor Indonesia (BW) atau KUH Perdata yang mengatur bahwa, “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Sesuai dengan bunyi pasal di atas, maka pihak ketiga memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang sudah diperbuat olehnya. Tak hanya itu saja, pasal tersebut juga menjadi pelindung bagi perusahaan asuransi, agar nantinya tidak perlu membayar apa yang dilimpahkan kepadanya.
Bahkan dalam polis asuransi sendiri, terdapat hak yang diberikan kepada perusahaan asuransi yang dapat meminta bayaran atas ganti rugi yang terjadi kepada pihak ketiga.
Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa hal ini berlaku apabila memang pihak ketiga terbukti menjadi penyebab dari terjadinya kerugian tersebut.
Artinya, asas ini bisa berperan secara mutlak bagi perusahaan asuransi dalam hal memperoleh kembali apa yang diberikan kepada pihak tertanggung akibat dari pihak ketiga.
Selain itu, dalam kasus ini, pihak tertanggung juga tetap bisa mengajukan klaim ganti rugi kepada perusahaan sesuai dengan besaran kerusakan yang dialaminya. Nantinya, perusahaan asuransi akan membayar nominal ganti rugi tersebut dari kompensasi yang sudah diberikan oleh pihak ketiga atas kelalaian yang terjadi.
Namun, asas subrogasi ini tidak dapat digunakan pada setiap kasus kerugian yang dialami oleh pihak tertanggung akibat dari tindakan pihak ketiga. Hal ini terjadi karena setiap perusahaan asuransi memiliki pertimbangan dari kasus yang terjadi dalam menggunakan hak subrogasi tersebut atau tidak.
Besaran Hak Subrogasi
Pada dasarnya, asas subrogasi ini berfungsi untuk mendukung agar indemnitas tidak dilanggar. Sehingga, pihak penanggung tidak akan menikmati recovery dengan jumlah yang lebih besar daripada nilai kerugian yang sudah dibayarkan kepada pihak tertanggung terkait dengan kerugian tersebut.
Jadi, misalnya pihak tertanggung sudah menerima pembayaran ganti rugi dari pihak penanggung sebesar Rp200.000.000,00. Kemudian, penanggung berhasil mendapatkan recovery atau penggantian dari pihak ketiga sebesar Rp250.000.000,00. Maka, besaran hak subrogasi yang tepat adalah sebagai berikut:
- Penanggung menerima recovery sebesar Rp200.000.000,00.
- Kemudian sisanya, yakni sebesar Rp50.000.000,00; akan menjadi hak pihak tertanggung.
Bagaimana Hak Subrogasi Timbul?
Setelah menyimak penjelasan tentang pengertian hingga penerapannya, pasti kamu bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana hak subrogasi timbul? Nah, berikut ini adalah empat kondisi yang dapat menyebabkan pihak penanggung bisa mendapatkan hak subrogasi:
1. TORT atau Perbuatan Melanggar Hukum
Secara umum, TORT merupakan perbuatan yang melanggar hukum kepatuhan. Kondisi ini dapat terjadi jika pokok pertanggungan mengalami kerugian atau kerusakan yang dijamin dalam polis. Di mana hal tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pihak ketiga sesuai Pasal 1365 dan Pasal 1369 KUH Perdata.
Jika hal tersebut terjadi, maka pihak ketiga yang menimbulkan kerugian atau kerusakan tersebut wajib untuk bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang terjadi.
Setelah pihak penanggung membayar ganti rugi atas kerugian atau kerusakan yang diderita oleh pihak tertanggung. Barulah pihak penanggung mendapatkan hak subrogasi dari pihak tertanggung untuk menuntut pihak ketiga yang mengakibatkan kerugian tersebut.
Contohnya seperti mobil milik Joko yang diasuransikan, ditabrak oleh mobil milik Supri. Kemudian, kerusakan mobil milik Joko sudah diperbaiki oleh perusahaan asuransi. Baru dengan begitu, perusahaan asuransi mempunyai hak subrogasi untuk menuntut Supri yang menimbulkan kerugian tersebut.
2. Kontrak atau Perjanjian
Kontrak merupakan hak dan tanggung jawab setiap pihak yang mengadakan kontrak tersebut. Jadi, jika salah satu pihak yang karena kelalaiannya menimbulkan kerugian pada pihak lain, maka ia wajib mengganti kerugian tersebut.
Kemudian, jika pihak penanggung sudah membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung, maka penanggung bisa meminta ganti rugi kepada pihak yang bersalah. Dalam kondisi ini, terdapat dua hal penting yang perlu dipahami, antara lain:
- Seseorang yang memiliki contractual right untuk mendapat kompensasi dengan tidak mengindahkan kesalahan.
- Kebiasaan yang berlaku dalam perdagangan, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa pihak penanggung harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kerugian yang terjadi pada barang-barang milik tertanggung.
3. Law atau Undang-Undang
Di negara Inggris, jika terjadi kerusuhan yang akhirnya mengakibatkan kerugian atau kerusakan, maka pihak pemerintah daerah setempat akan bertanggung jawab. Adapun hal ini menjadi tanggung jawab pihak kepolisian.
Jika penanggung sudah membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung, maka pihak penanggung bisa meminta ganti rugi ataupun penggantian kembali kepada pihak kepolisian (hak subrogasi).
Adapun hak penanggung untuk menuntut ini hanya diberikan waktu tujuh hari setelah adanya kerusuhan tersebut.
4. Subject Matter of Insurance atau Pokok Pertanggungan
Dalam kondisi seperti ini, akan muncul klaim yang dianggap sebagai klaim total loss atau kerugian total, sehingga pihak tertanggung akan menerima ganti rugi penuh.
Apabila terdapat sisa barang atau salvage, maka salvage ini akan menjadi milik pihak penanggung, setelah klaim atas kerugian tersebut dibayar atau diselesaikan.
Menariknya, salvage ini memiliki nilai ekonomis, sehingga bisa dijual dan menjadi bagian dari claim recovery. Hal inilah yang menjadi salah satu bagian dari hak subrogasi.
Sudah Lebih Paham tentang Asas Subrogasi dalam Layanan Asuransi?
Itu dia penjelasan lengkap tentang asas subrogasi yang diterapkan dalam polis asuransi untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat kecelakaan. Dari penjelasan di atas, apakah kini kamu sudah lebih paham tentang hak subrogasi bagi pemilik polis asuransi sebagai pihak tertanggung?