Muhammad diutus Allah sebagai penutup para nabi dan menyempurnakan Islam. Beliau lahir dan besar di tengah masyarakat jahiliyah sehingga mengalami banyak rintangan saat berdakwah. Hingga perlahan, ada sekelompok orang pertama yang bersedia menerima ajarannya, merekalah assabiqunal awwalun.
Orang-orang yang pertama masuk Islam ini hadir ketika dakwah Nabi Muhammad masih sembunyi-sembunyi. Mereka semua mendapat keistimewaan dari Allah yakni jaminan masuk surga. Nah, siapa sajakah orang-orang istimewa ini? Simak penjelasan dalam artikel ini sampai habis.
Daftar ISI
Kisah Kerasulan Nabi Muhammad
Sebelum masuk ke cerita assabiqunal awwalun, kita membahas dulu bagaimana kisah diangkatnya Nabi Muhammad menjadi rasul yang kemudian mengemban tugas besar yakni berdakwah dan menjadi penutup para nabi.
1. Kedatangan Malaikat Jibril
Rasulullah diangkat menjadi rasul sekitar umur empat puluh tahun. Saat itu Rasulullah sedang berada di Gua Hira’ untuk berkhalwat, kemudian datanglah seorang laki-laki yang ternyata adalah Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad tepat pada 17 Ramadhan atau tanggal 6 Agustus 610 Masehi. Allah mengutus Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama, yakni Surah Al-Alaq.
Melihat kedatangan Jibril, Nabi Muhammad merasa ketakutan karena inilah kali pertama beliau bertemu langsung dengan Jibril. Malaikat Jibril mengatakan kepada Nabi Muhammad,
“Bacalah!”
Kemudian Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Nabi Muhammad memang tidak bisa membaca, karena buta huruf.
Lalu Jibril merangkul tubuh Muhammad. Nabi sangat ketakutan, menggigil, dan panas dingin. Tubuh Nabi mendadak demam, Jibril pun melepaskan pelukannya. “Bacalah.” kata Malaikat Jibril. “Aku tidak bisa membaca.” jawab Nabi dengan jawaban yang sama.
Malaikat Jibril pun membacakan wahyu pertama yakni Surah Al-Alaq ayat 1-5, yang berbunyi:
“Bacalah dengan nama Tuhannmu yang telah menciptakan segala sesuatu. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah, yang telah mengajar manusia dengan qalam. Dialah yang mengajarkan manusia tentang apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq 1-5).
Apa yang dibaca Malaikat Jibril tadi adalah simbol kerasulan Nabi Muhammad. Mendengar itu, Nabi terbata-bata menirukan kata-kata Jibril. Hatinya berguncang, peristiwa ini adalah peristiwa besar yang sangat berat bagi Nabi. Dan peristiwa inilah menjadi penanda awal Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul.
2. Rasulullah Menemui Waraqah bin Naufal
Setelah mengalami peristiwa besar yang membuat tubuhnya menggigil itu, Rasulullah segera pulang dan menemui istrinya, Khadijah. Sesampainya di rumah, beliau memanggil istrinya dan berkata “Selimuti aku, selimutilah aku.” Khadijah pun menyelimuti suaminya sampai hilang rasa takutnya.
Nabi Muhammad menceritakan apa yang dialaminya kepada Khadijah. Khadijah mendengarkan semua cerita dari Nabi, namun tidak bisa melakukan apa-apa selain menenangkannya. Khadijah sendiri menyimpan banyak pertanyaan, sebenarnya apa yang terjadi pada suaminya.
Khadijah pun memutuskan untuk pergi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah seorang pendeta nasrani yang menguasai kitab-kitab Yahudi dan Nasrani. Waraqah juga sosok yang dekat dengan para pendeta, sehingga dari sanalah Waraqah mengetahui sebuah kabar akan datangnya seorang Nabi.
Mendengar semua cerita dari Khadijah, Waraqah bin Naufal mengatakan “Qudus..Qudus..Demi Dia yang di tangannya jiwa Waraqah, telah datang kepada Muhammad wahyu terbesar, bahkan melebihi wahyu yang datang kepada Musa.”
Dari perkataannya, Waraqah menjelaskan bahwa yang menemui Nabi adalah Malaikat Jibril yang ditugaskan Allah untuk menyampaikan wahyu. Mendengar respon dari saudaranya, Khadijah merasa lega dan tenteram, beliau pun segera pulang dan menceritakan penjelasan Waraqah kepada Nabi.
Setelah itu, Khadijah dengan kesadarannya sendiri mantap untuk beriman atas kenabian Muhammad, suaminya. Khadijah pun termasuk assabiqunal awwalun, orang yang pertama kali mengimani kenabian Muhammad.
3. Masa Kekosongan Wahyu
Saat itu Nabi Muhammad sedang berada di Ka’bah untuk melaksanakan salat. Nabi memang sudah terbiasa pergi ke Ka’bah untuk beribadah. Di sana Nabi bertemu dengan sepupu istrinya tadi, Waraqah. Waraqah kemudian berkata,
“Hai Muhammad! Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, engkau adalah nabi bagi umat ini, engkau telah didatangi malaikat yang dulu mendatangi Musa. Kamu harus tabah. Kamu akan didustakan orang, dimusuhi, diganggu, di usir dari negeri ini. Bahkan kaummu akan memerangimu. Jika agama yang kamu bawa sudah jelas, aku akan mengikuti agamamu.”
Setelah mengatakan itu, Waraqah pun menyandarkan dirinya kepada Rasulullah dan mencium ubun-ubunnya. Sejak Waraqah mengatakan seperti itu, Nabi terus memikirkan apa yang dikatakan saudara istrinya tersebut.
Singkat cerita, lama setelah mendapatkan wahyu pertama, Nabi tidak menerima wahyu lagi. Nabi seringkali datang ke Gua Hira’ namun tidak ada wahyu yang datang lagi. Beliau pun merasa khawatir kalau terjadi sesuatu yang tidak beres.
Khadijah sebagai istri juga merasakan hal yang sama. Saat mengalami masa kekosongan wahyu ini, Khadijah terus menerus menenangkan Nabi dengan menyakinkan bahwa tidak mungkin Tuhan tidak suka dengan Nabi karena Nabi adalah orang baik dan suka menjaga silaturahmi.
Masa ini adalah masa dimana belum turun lagi wahyu selanjutnya. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai lamanya durasi masa kekosongan wahyu. Ada yang mengatakan 40 hari, 6 bulan, bahkan ada juga yang mengatakan 3 tahun. Namun pendapat yang terkuat adalah 40 hari sampai 6 bulan.
4. Turunnya Wahyu Kedua
Terjadinya jeda antara turunnya wahyu pertama dan kedua mempunyai maksud agar jiwa Nabi Muhammad kembali setelah merasa kaget bertemu dengan Malaikat Jibril pertama kalinya. Selain itu, jeda waktu antara wahyu pertama dan kedua memang ditujukan agar Nabi Muhammad merasa rindu dengan kehadiran Jibril.
Saat masa kekosongan wahyu, Nabi mengalami gelisah dan khawatir. Perasaan khawatir yang dirasakan Nabi akhirnya mereda ketika turun wahyu kedua. Wahyu kali ini berisi perintah untuk memberi peringatan kepada manusia dan menyampaikan wahyu kepada mereka.
Di tengah perjalanan pulang dari Gua Hira’, Nabi mendengar lagi suara dari atas yang menyeru:
“Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan saya adalah Jibril.” Mendengar itu, Nabi Muhammad menengadah dan menyaksikan kedatangan Jibril. Nabi berusaha menghindar tapi Jibril terus saja mengikutinya. Nabi pun segera pulang ke rumah dan menemui Khadijah.
Sesampainya di rumah, beliau meminta istrinya kembali menyelimuti tubuhnya sambil merebahkan diri di tempat tidur. Badan Nabi kembali menggigil, tubuhnya berkeringat, dan nafasnya sesak.
Lalu, Nabi Muhammad mendapati Jibril membawakan wahyu yang kedua, yakni Surah Al-Mudatsir ayat 1-7, berbunyi:
“Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi) perintah Tuhanmu, bersabarlah.”
Istrinya terus berusaha untuk menenangkan hati Nabi dengan menyuruh Nabi kembali tidur. Namun Nabi memilih untuk tidak melanjutkan tidurnya dan memberi tahu kepada istrinya bahwa Jibril telah menyampaikan wahyu dan memberi perintah kepada manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.
Mulainya Dakwah Nabi Muhammad
Setelah mendapatkan wahyu, Nabi Muhammad pun mulai dakwah hingga akhirnya sekelompok orang yang disebut assabiqunal awwalun bersedia masuk Islam. Nabi Muhammad berdakwah selama 23 tahun (13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah) menggunakan 2 strategi dakwah semasa hidupnya.
Strategi tersebut adalah dakwah sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Semua dilakukan Nabi dengan penuh rintangan dan penolakan. Namun Nabi tetap berpegang teguh pada tekadnya untuk menyebarkan agama Allah dan membimbing umat manusia.
1. Dakwah Sembunyi-Sembunyi
Dakwah Nabi pertama kali dilakukan secara sembunyi-sembunyi, yakni hanya di lingkungan keluarga dan kerabat terdekat saja. Saat melakukan dakwah ini, mulailah datang sekelompok orang yang menyatakan beriman kepada Allah dan Nabi, sekelompok orang tersebut yang dinamakan assabiqunal awwalun.
Di masa tiga tahun pertama dakwahnya Nabi melakukan secara diam-diam karena pada saat itu banyak sekali orang yang tidak suka dengan Islam. Oleh karenanya dakwah secara diam-diam ini sengaja dilakukan agar bisa menjaga keselamatan umat Islam dari bahaya kekejaman kafir Quraisy.
Nabi pun saat itu memilih rumah Arqam bin Abil Arqam untuk menjadi markaz dakwah. Lokasi rumah Arqam ini sangat strategis dan dinilai aman, karena letaknya di sekitar dataran Shafa, agak terpencil sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dari kafir Quraisy.
Keamanan lokasi rumah Arqam ini terbukti tidak ada satu pun peristiwa penggerebekan dari orang kafir. Rumah tersebut tidak hanya menjadi markaz dakwah, namun menjadi sekolah dimana pengikut Nabi mulai mempelajari agama Islam dengan baik dan menjadi tempat berlindung mereka.
Di sana ada cukup banyak orang yang masuk Islam. Para sahabat, keluarga, dan kerabat dekat Nabi menyatakan beriman disaat masih banyak orang lain masih ingkar. Merekalah assabiqunal awwalun yang dijamin masuk surga oleh Allah.
2. Dakwah Terang-Terangan
Setelah berdakwah dan membimbing para sahabat dan keluarga dekat dari Bani Hasyim secara diam-diam, Rasul pun mendapatkan perintah untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Perintah dakwah terang-terangan ini termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Hijr ayat 94, yang berbunyi:
“Maka sampaikanlah olehmu (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.”
3. Pertentangan dari Abu Lahab
Setelah turun perintah tersebut, Nabi segera naik ke Bukit Shafa untuk memanggil orang-orang Quraisy. Dengan suara tegas dan lantang, Nabi pun menyerukan “Ya Sabaakha! Ya Sabaakha”. Panggilan yang dipakai Nabi ini adalah cara yang biasa dipakai oleh orang Arab saat ada sesuatu penting.
Setelah mendengar seruan Nabi tersebut, orang-orang kafir Quraisy segera berkumpul dan mendengar apa yang ingin Nabi Muhammad katakan.
Nabi menyerukan kepada mereka pedihnya balasan neraka bagi orang yang melakukan maksiat, mengajak untuk menyelamatkan diri dari api neraka, dan menjelaskan tanggung jawab masing-masing mereka sebagai hamba.
Mendengar itu, respons orang-orang kafir pun beragam. Ada yang menyambut baik, dan ada yang menentang serta menolak apa yang diajarkan oleh Nabi.
Orang-orang yang menyambut baik adalah kalangan Bani al-Muthalib bin Abdi Manaf. Jumlahnya sekitar 45 orang laki-laki. Namun ada juga orang yang menentang keras Nabi Muhammad, dia adalah Abu Lahab.
Abu Lahab lah orang pertama yang menentang, namun Rasulullah mendapat perlindungan dari Abu Thalib, pamannya. Abu Thalib meminta Rasulullah untuk terus menjalankan misinya, meskipun sampai akhir hayatnya beliau tidak ikut beriman dan tetap bersikukuh memegang agama nenek moyang.
Abu Lahab tidak hanya menentang Nabi, namun ia juga mengancam Nabi. Kelakuan Abu Lahab ini sampai diabadikan dalam Surah Al-Lahab. Setelah Nabi menjalankan dakwah terang-terangan di kalangan orang Quraisy sekitar, turunlah perintah untuk berdakwah terang-terangan dengan jangkauan wilayah lebih luas lagi.
Sama seperti sebelumnya, respons orang-orang kafir ada yang menyambut baik, ada yang belum menerima, ada yang menolak bahkan menentang.
Golongan Assabiqunal Awwalun
Dengan masuknya assabiqunal awwalun ke dalam agama Islam, dakwah Nabi semakin terbantu. Merekalah yang nantinya membantu Nabi dalam berdakwah dan menyebarkan agama Islam. Assabiqunal awwalun telah membuat dakwah Nabi semakin cepat meluas dan perlahan-lahan banyak orang-orang memeluk Islam.
1. Khadijah
Tercatat istri pertama Nabi ini, Sayyidah Khadijah adalah orang yang paling pertama kali memeluk Islam. Khadijah adalah assabiqunal awwalun yang saat itu hadir menyelimuti Nabi ketika Nabi mendapatkan wahyu.
Khadijahlah sosok yang pertama kali mendengarkan wahyu dari lisan Nabi secara langsung dan orang pertama yang membaca Al-Qur’an setelah mendengar langsung dari Nabi.
Saat Nabi menerima wahyu pertama kali, sepulang dari menemui Waraqah bin Naufal, Khadijah menyatakan bahwa ia beriman kepada Allah dan kenabian Muhammad. Setelah itu, suaminya memerintahkannya untuk berwudhu dan mengajaknya salat seperti yang diajarkan Malaikat Jibril.
Dari situlah mengapa Khadijah disebut sebagai orang yang pertama kali belajar salat, membaca Al-Qur’an, dan berwudhu. Selain itu, rumah Khadijah juga sebagai rumah pertama yang dituruni wahyu melalui Malaikat Jibril.
2. Ali bin Abi Thalib
Setelah Khadijah, dari kalangan keluarga yang menerima ajaran Nabi Muhammad adalah keponakannya, Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib adalah anak dari paman Nabi yang memang sejak kecil ikut bersama Nabi. Beliau diasuh Nabi dan diangkat anak oleh Nabi. Maka dari itulah Ali sangat dekat dengan Nabi.
Ali bin Abi Thalib mengimani ajaran dan kenabian Nabi Muhammad saat usianya 10 tahun. Beliaulah assabiqunal awwalun dari golongan anak-anak dan orang ketiga yang melaksanakan salat setelah Rasulullah dan Khadijah.
Saat itu, Ali bin Abi Thalib datang ke rumah Nabi dan Khadijah tepat ketika keduanya melaksanakan salat. Melihat apa yang dilakukan oleh Rasul, Ali pun bertanya kepada Nabi, “Wahai Muhammad, apakah yang engkau lakukan?”
Nabi menjawab pertanyaan Ali, “Inilah agama Allah dan untuk itulah Dia mengutus seorang utusan. Aku mengajak engkau untuk masuk ke agama Allah yang Maha Esa, tidak ada lagi sekutu bagi-Nya dan hendaklah kamu kafir kepada Latta dan Uzza.”
Mendengar itu, Ali pun menjawab “Sesungguhnya ajaran ini sama sekali belum pernah aku dengar sebelumnya. Karena itulah aku harus berbicara dulu dengan ayahku, aku tidak dapat memutuskan sesuatu tanpa ayahku.”
Rasulullah mencegah Ali karena khawatir ajarannya tersebar sebelum diperintah. Rasulullah meminta keponakannya itu untuk merahasiakannya terlebih dahulu kalau belum mau masuk Islam. Di saat itulah Ali mantap menerima ajaran Islam dan merahasiakannya dari khalayak.
Ali kemudian tumbuh menjadi sosok yang selalu membantu dakwah Nabi. Bahkan tidak jarang Ali rela mempertaruhkan nyawa agar Nabi bisa berdakwah dengan aman.
3. Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritas al-Kalbi atau yang dikenal sebagai Zaid bin Haritsah adalah kelompok assabiqunal awwalun dari kalangan budak. Ia adalah sahabat yang sangat dicintai Nabi dan diangkat menjadi anak oleh Nabi.
Ia menjadi budak Nabi Muhammad karena waktu kecilnya ia pernah ditangkap oleh sekelompok penjahat dan penjahat itu menjualnya sebagai budak. Zaid kemudian dibeli oleh keponakan Khadijah, yakni Hukaim bin Hisyam, lalu menyerahkan kepada Khadijah, dan Khadijah memberikannya kepada Nabi untuk dibebaskan.
Ia termasuk sahabat istimewa karena namanya disebutkan dalam Al-Qur’an yakni Surah Al-Ahzab ayat 37 dan kisahnya pun berkenaan dengan hukum syari’at yakni tentang anak angkat.
Pada masa awal-awal Islam, karena Zaid adalah anak angkat Nabi, beliau pernah menisbahkan namanya kepada Nabi. Namanya saat itu menjadi Zaid bin Muhammad.
Namun ketika itu Allah menurunkan wahyu Surah Al-Ahzab:5 yang menjelaskan bahwa anak-anak angkat tetap harus dipanggil menggunakan nama ayah kandungnya.
Hal ini dianggap seakan menurunkan derajat Zaid, namun Allah memuliakannya dengan menurunkan ayat yang secara jelas menyebutkan namanya.
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah assabiqunal awwalun dari golongan laki-laki dewasa, merdeka, dan terpandang. Dalam sabdanya, Nabi pun pernah mengatakan bahwa Abu Bakar mau masuk Islam atas kesadaran dan kemauannya sendiri, dan saat diajak masuk Islam Abu Bakar tidak ragu dan lambat memberikan jawaban.
Abu Bakar Ash-Shiddiq terkenal sebagai orang yang ramah, dicintai, dan sederhana. Banyak orang yang mengagumi dan menghormatinya karena memiliki akhlak mulia. Abu Bakar menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat mendukung dakwah Nabi dan menjadi khalifah pertama pengganti Nabi selepas wafatnya.
5. Putri-Putri Nabi Muhammad
Semua anak-anak Nabi mengikuti dan menerima ajaran Islam yang dibawa oleh ayah mereka, sehingga termasuk golongan assabiqunal awwalun. Mereka yang setiap hari melihat kepribadian dan tindakan Rasulullah mengimani Islam dengan tulus dan sukacita.
Nah, karena itulah rumah Nabi ini adalah rumah pertama yang dihuni oleh orang-orang beriman dan tunduk pada aturan syariat. Mulai dari istri hingga anak-anak Nabi.
6. Assabiqunal Awwalun Angkatan Kedua
Setelah keluarga dan sahabat dekat, muncullah angkatan selanjutnya. Ada Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Abu Ubaidillah bin Al-Jarrah, Said bin Zaid, Fathimah bin al-Khattab, Asma binti Abu Bakar radhiyallahu anhu, dan lain-lain
7. Assabiqunal Awwalun Angkatan Ketiga
Jumlah assabiqunal awwalun pada masa ini semakin banyak, yakni bisa mencapai 40 orang lebih. Mereka adalah Mas’ud bin Al-Qari’, Asma binti Salamah, Abdullah bin Mas’ud, Sulaith bin Amru, dan lain-lain.
Ada banyak sekali nama-nama assabiqunal awwalun, termasuk juga sahabat Nabi yakni Usman bin Affan dan Umar bin Khattab. Merekalah yang kemudian membantu dakwah Nabi dan ikut menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat.
Sudah Tahu Assabiqunal Awwalun dan Kisah Dibaliknya?
Itulah sekilas sejarah assabiqunal awwalun dan kisah dibaliknya tentang dakwah Nabi Muhammad. Peran mereka sangat penting dalam perkembangan dan kemajuan agama Islam, hingga Islam berkembang seperti sekarang.