Biografi Gus Dur Lengkap beserta Pemikirannya

Siapa yang tak mengenal biografi Gus Dur? Presiden Indonesia ke-4 ini merupakan sosok yang luar biasa serta menginspirasi. Beliau sangat terkenal melalui pemikiran-pemikirannya sehingga membuat banyak orang kagum dengannya.

Salah satu perkataan yang paling terkenal dari beliau yaitu “Gitu aja kok repot”. Saat menjadi presiden RI ke-4, beliau juga memiliki pemikiran yang menggemparkan Indonesia waktu itu yakni ingin membubarkan DPR. 

Gus Dur juga terkenal sebagai sosok yang humoris. Beliau bahkan mampu membuat presiden Amerika saat itu Bill Clinton tertawa. Penasaran seperti apa biografi Gus Dur? Berikut informasi selengkapnya.

Biografi Gus Dur Singkat, Sosok Kyai Hebat dan Humoris

Gus Dur atau Abdurrahman Wahid mempunyai nama lengkap yaitu Abdurrahman addakhil. Arti addakhil sendiri jika melihat epistemologinya yaitu sang penakluk. Akan tetapi, karena nama tersebut dianggap tidak begitu terkenal sehingga nama beliau berganti Abdurrahman Wahid.

Adapun sebutan Gus Dur sendiri memang sudah terbiasa di kalangan pesantren. Istilah “Gus” mengacu pada seseorang yang merupakan anak kyai dan tentu saja ayah beliau merupakan seorang kyai besar. Kemudian kata “Gus” sebenarnya merupakan kependekan dari Bagus.

Semasa hidupnya, Gus Dur terkenal sebagai tokoh yang kerap menghadirkan pemikiran-pemikiran kontroversial. Bahkan tidak sedikit yang menentang pemikiran beliau, namun tak sedikit juga yang mendukungnya. Gus Dur juga terkenal memiliki dedikasi sangat tinggi terhadap penegakan HAM (Hak Asasi Manusia).

Gus Dur juga merupakan sosok yang selalu membela kaum minoritas. Salah satu yang paling terkenal dari kebijakan beliau adalah memberikan kebebasan terhadap warga Tionghoa untuk merayakan Imlek. Beliau mencabut Kepres (Keputusan Presiden) No. 6 Tahun 2006.

Tentu saja keputusan tersebut langsung disambut baik masyarakat Tionghoa. Pada akhirnya mereka bisa merayakan Imlek sebagaimana umat beragama lain merayakan hari keagamaannya. Lewat keputusan tersebut, Gus Dur kemudian dikenal dengan sebutan “Bapak Tionghoa”.

Biografi Gus Dur tentang Kehidupannya

Gus Dur lahir 4 Agustus 1940 di Jombang. Gus Dur merupakan putra sulung dari enam bersaudara. Ayah Gus Dur bernama KH. Wahid Hasyim dan merupakan putra KH. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi terbesar di seluruh dunia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Kakek Gus Dur tersebut juga merupakan pendiri dari Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.

Kemudian ibunya Gus Dur bernama Hj. Sholehah dan putri KH. Bisri Syansuri, seorang kyai terkenal pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang, Jawa Timur. Adapun kakek Gus Dur dari jalur ibunya adalah seorang Rais ‘Am Nahdlatul Ulama yang menggantikan posisi dari KH. Wahab Chasbullah.

Pada tahun 1949, ayah KH. Abdurrahman Wahid ditunjuk sebagai Menteri Agama yang pertama. Hal tersebut membuat keluarga Wahid Hasyim akhirnya pindah ke Jakarta sekaligus memasuki suasana baru. 

Setelah berpindah, banyak tamu dari beragam macam kalangan ingin bertemu ke kediaman KH. Wahid Hasyim. Hal ini yang membuat Gus Dur mulai mengenal dunia politik dan bahkan semakin tertarik. Wajar saja jika biografi Gus Dur akan banyak mengisahkan kiprah beliau di dunia politik.

Semasa kecilnya, beliau juga telah mempunyai kesadaran secara penuh untuk memikul tanggung jawab terhadap Jam’iyah NU. Lalu pada April 1953, beliau bersama dengan ayahnya berangkat menuju Sumedang, Jawa Barat. Keberangkatannya tersebut karena ingin menghadiri pertemuan besar NU. 

Gus Dur dan ayahnya pergi dengan naik mobil. Namun di tengah perjalanan, beliau beserta ayahnya mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan ayahnya meninggal dunia.

Sebelum meninggal, ayah Gus Dur adalah tipikal ayah yang baik serta disiplin di dalam memberikan pendidikan pada anak-anaknya. KH. Abdurrahman Wahid memang lahir di lingkungan keluarga dengan pemikiran yang maju serta taat beragama.

Bahkan saat ayah Gus Dur masih muda, beliau mempunyai kegiatan yang sangat padat. Berbagai pemikirannya banyak dicurahkan demi kemajuan Indonesia, khususnya di bidang pesantren. Kecintaan ayah beliau terhadap Indonesia memang sangat tinggi sehingga tidak mengherankan namanya terkenal sebagai seorang nasionalis.

Meskipun terkenal sebagai aktivis serta kesibukannya yang luar biasa, khususnya menjelang kemerdekaan, ayah Gus Dur tetap meluangkan waktu bagi keluarganya. 

Beliau meyakini bahwa pendidikan keluarga adalah pembelajaran awal serta sangat mendasar. Pendidikan keluarga merupakan dasar bagi pengembangan serta pembentukan karakter, kepribadian, termasuk kecerdasan seseorang.

Seolah diturunkan oleh ayahnya, biografi Gus Dur juga menjelaskan bahwa sosoknya juga sangat cinta Indonesia. Beliau ingin Indonesia menjadi negara yang lebih baik, khususnya pesantren-pesantren di Indonesia harus mulai menunjukkan kemampuannya. Beliau tidak ingin pesantren hanya dianggap tempat belajar agama.

Gus Dur ingin agar pesantren mampu melahirkan generasi yang juga paham ilmu politik dan sosial. Dengan begitu, para lulusan pesantren mampu tampil di depan dan bukan hanya di belakang layar saja.

Sebagai seorang tokoh panutan dan inspiratif, sosok Gus Dur sangat dihormati berbagai kalangan. Apalagi jika melihat kembali bagaimana pengabdian beliau terhadap negara dan agama ini. 

Beliau sangat terkenal lewat pemikirannya yang mengedepankan prinsip demokrasi dan Islam toleran. Apalagi pada waktu itu Islam cenderung dianggap sebagai agama yang tidak toleran. Kehadiran biografi Gus Dur membuat pandangan semua orang mulai berubah. Dengan begitu, jasa beliau memang sangat besar bagi rakyat Indonesia.

Biografi Gus Dur Mengenai Riwayat Pendidikannya

Beliau terkenal sebagai sosok yang suka membaca. Gus Dur juga terbilang aktif memanfaatkan perpustakaan ayahnya. Bukan hanya itu, Gus Dur juga kerap berkunjung ke perpustakaan di Jakarta.

Bahkan di usianya yang masih remaja, beliau telah akrab dengan beragam surat kabar, majalah, novel, maupun berbagai buku seputar filsafat. Dokumen mancanegara pun tak luput dari perhatiannya. Hal tersebut membuat wawasannya semakin luas dan beliau sangat paham seputar global politics.

Bukan hanya membaca buku, biografi Gus Dur juga mengisahkan bahwa beliau hobi bermain permainan catur, bola, menonton bioskop, serta mendengarkan musik. Tidak sekadar melakukan hobinya, melainkan Gus Dur terbilang jago memainkan permainan tersebut

Setelah Gus Dur lulus dari pendidikan Sekolah Dasar di tahun 1953, orang tuanya mengirim beliau ke Yogyakarta untuk belajar. Di sana beliau masuk ke SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan dan sekaligus menimba ilmu agama di Pesantren Krapyak.

SMEP adalah sekolah formal yang dikelola Gereja Katolik Roma. Di sana banyak memakai kurikulum yang sekuler. Di sekolah itulah Gus Dur pertama kali mempelajari bahasa Inggris.

Karena Gus Dur merasa aktivitasnya terasa kurang leluasa selama berada di pesantren, hal ini membuat beliau meminta pindah ke kota. Kemudian beliau pindah dan tinggal di rumah H. Junaedi yang mana beliau merupakan pimpinan lokal Muhammadiyah. H. Junaedi juga menjadi sosok yang sangat berpengaruh di lingkungan SMEP.

Rutinitas kesehariannya, setelah melaksanakan ibadah shalat subuh, Gus Dur pergi mengaji ke Kyai Maksum Krapyak. Di siang harinya, beliau bersekolah di SMEP lalu malam hari ikut berdiskusi bersama H. Junaedi dengan para anggota Muhammadiyah lainnya.

Demi meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya, Gus Dur bukan sekadar mempelajari serta memahami informasi yang terdapat di buku-buku berbahasa Inggris. Beliau juga berusaha mendapatkan informasi dari beragam media mancanegara. Misalnya dengan mendengar siaran radio BBC London maupun Voice of America.

Pada saat guru SMEP bernama Sumantri mengetahui bahwa Gus Dur pandai berbahasa Inggris, guru tersebut memberikan buku yang berjudul What is To Be Done. Hebatnya lagi, di waktu itu sosok KH. Abdurrahman Wahid telah mengenal nama-nama seperti Thales, Plato, Das Kapital Karl Marx, dan lain sebagainya.

Tentu saja ini menjadi hal yang tidak biasa untuk anak seusia Gus Dur. Jadi keistimewaannya memang sudah nampak sejak beliau kecil. Bayangkan, anak sekolah menengah namun sudah mengenal nama-nama yang bahkan orang dewasa pun belum tahu mengenal nama-nama tersebut.

Selesai menyelesaikan pendidikannya di SMEP, biografi Gus Dur mengisahkan  bahwa beliau pergi ke Pesantren Tegalrejo, Magelang. Pondok tersebut dipimpin oleh seorang kyai terkenal juga bernama KH. Chaudhary. 

Abdurrahman Wahid terkenal dengan ritual sufinya yang dianggap mistik oleh banyak orang. Gus Dur juga sering berziarah ke makam para wali di Pulau Jawa. 

Saat di pesantren, beliau juga tidak pernah lupa untuk membawa berbagai koleksi bukunya. Hal tersebut membuat para santri penasaran dan ingin melihat serta membaca buku-buku koleksi Gus Dur.

Bukan itu saja, beliau juga mulai menampakkan bakatnya dalam berbicara serta humor. Tentunya para santri sangat terhibur dengan sifat humorisnya dan bagaimana pembawaan beliau. 

Terdapat cerita menarik berkenaan dengan sosok biografi Gus Dur. Di acara imtihan yang berlangsung sebelum Ramadhan, acara tersebut diselenggarakan untuk menyambut para santri yang sudah lulus di pesantren. Pada acara tersebut, Gus Dur menghadirkan konsep yang berbeda dibandingkan acara imtihan sebelumnya.

Gus Dur membuat acara ini sehingga tak begitu terlihat formal dan kaku. Apa yang dilakukan beliau? Abdurrahman Wahid menghadirkan beberapa hiburan rakyat misalnya kuda lumping, tarian tradisional, gamelan, jathilan, dan lain-lain. Bahkan ada konsumsi bagi para tamu undangan sehingga suasana imtihan terlihat begitu santai.

Padahal pada waktu itu di dunia pesantren, hiburan semacam itu merupakan sesuatu yang tak biasa dan bahkan dianggap tabu. Meskipun begitu, acara tersebut tetap diselenggarakan dan semua itu merupakan ide dari Abdurrahman Wahid. Acara imtihan pun terlaksana dengan sukses.

Setelah kurang lebih 2 tahun menghabiskan waktu di Pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah ke Jombang. Beliau tinggal di Pesantren Tambak Beras sampai usia beliau menginjak 20 tahun. Di pesantren inilah beliau menjadi seorang ustaz sekaligus menjabat ketua keamanan.

Sekadar informasi, Pesantren Tambak Beras merupakan pondok milik paman beliau yaitu KH. Abdul Fattah. Ketika biografi Gus Dur bercerita tentang dirinya yang sudah menginjak 22 tahun, beliau berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Selain itu, Gus Dur juga pergi ke Mesir untuk belajar di Universitas al-Azhar.

Ketika sudah sampai di Mesir, KH. Abdurrahman Wahid merasa kecewa karena tak dapat langsung belajar di kampus al-Azhar. Beliau harus memulai dari jenjang Madrasah Aliyah terlebih dahulu dan setelah itu baru dapat menempuh pendidikan di sana.

Di luar aktivitasnya di kampus, Gus Dur juga sering mengunjungi beberapa makam keramat dari para wali. Salah satunya mengunjungi makam Syeikh Abdul Qadil al-Jaelani yang merupakan pendiri Jamaah Tarekat Qadiriyah. 

Bukan hanya itu, Gus Dur juga banyak menggali ilmu dari imam Junaid Al-Baghdadi, seorang ulama tasawuf terkenal dan sampai sekarang menjadi rujukan masyarakat Indonesia khususnya yang bergabung di Jam’iyah Nahdlatul Ulama.

Melalui semua itu, Gus Dur memperoleh banyak sumber inspirasi. Ketika berhasil menyelesaikan pendidikannya di Baghdad, Abdurrahman Wahid berkeinginan untuk studi ke Eropa. Akan tetapi ada persyaratan yang dianggap cukup berat waktu itu yakni harus menguasai bahasa Yunani, Jerman, serta Latin.

Untuk mengobati rasa kekecewaannya tersebut, pada akhirnya Gus Dur menjadi seorang pelajar keliling. Beliau kerap melakukan kunjungan ke banyak universitas. Sampai pada akhirnya, beliau menetap di Belanda kurang lebih 6 bulan.

Di Belanda, Gus Dur mendirikan perkumpulan yaitu Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia. Banyak para pelajar yang berasal dari Indonesia maupun Malaysia yang berada di Eropa bergabung melalui organisasi ini.

Biografi Gus Dur saat Merantau

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di perantauan, Gus Dur pergi ke pelabuhan. Setidaknya dua kali dalam satu bulan beliau bekerja di pelabuhan sebagai cleaning service untuk kapal tanker. Selain itu, beliau juga sempat pergi menuju McGill University of Canada dengan tujuan untuk memperdalam ilmu keislamannya.

KH. Abdurrahman Wahid memutuskan untuk kembali ke Indonesia pasca mendapatkan ilham melalui berita seputar perkembangan pesantren di Indonesia. Beliau mengakhiri perjalanan berkeliling untuk menimba ilmu pada tahun 1971. Setelah itu, Gus Dur ke Jawa lalu memulai kehidupan yang baru dan memulai perjalanan kariernya.

Semangat belajar KH. Abdurrahman Wahid memang tak pernah surut. Di tahun 1979, beliau mendapatkan tawaran untuk melanjutkan pendidikan ke Australia untuk memperoleh gelar doktor. Akan tetapi, penawaran tersebut belum mampu diterimanya.

Biografi Gus Dur Menjadi Presiden RI

Setelah era Soeharto jatuh, banyak parpol (partai politik) baru yang terbentuk. Puncaknya di tahun 1998, banyak komunitas NU yang berharap agar Gus Dur membentuk partai politik. Satu bulan kemudian, KH. Abdurrahman Wahid menanggapi usulan tersebut.

Beliau sadar bahwa partai politik menjadi satu-satunya cara yang dipilih agar masuk ke pemerintahan. Pada akhirnya, Gus Dur setuju untuk membentuk parpol dan bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Di partai tersebut, beliau juga menduduki jabatan sebagai Ketua Dewan Penasihat.

Pada tanggal 7 Februari 1999, Partai Kebangkitan Bangsa secara resmi menginformasikan bahwa Gus Dur merupakan kandidat capres. Di bulan Juni 1999, PKB berkoalisi dengan PDIP dikarenakan tak mempunyai kursi mayoritas penuh.

Setelah itu, pada bulan Juli Amien Rais menghadirkan poros tengah yang di dalamnya terdapat berbagai parpol muslim. Poros tengah tersebut kemudian mencalonkan KH. Abdurrahman Wahid sebagai kandidat nomor 3 di pemilihan presiden. Kondisi ini sekaligus mengubah komitmen terhadap PDI-P.

Lalu pada tanggal 7 Oktober 1999, beliau secara resmi dinobatkan sebagai capres oleh Poros Tengah. Dua belas hari kemudian, MPR memutuskan untuk menolak pidato pertanggungjawaban dari BJ. Habibie sehingga beliau pun mengundurkan diri dari pemilihan kursi presiden.

Selanjutnya, Akbar Tanjung yang merupakan ketua DPR sekaligus ketua partai Golongan Karya (Golkar) menyatakan juga memberikan dukungan terhadap Gus Dur. Lalu pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berkumpul serta mulai menentukan siapa yang akan menjadi presiden baru.

Pada akhirnya, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia yang keempat. Beliau memperoleh 373 suara lalu Megawati memperoleh 313 suara. Kabar ini tentu saja sangat disambut baik, khususnya warga NU yang sedari awal menginginkan agar beliau memimpin republik ini.

Sebagai presiden RI, Gus Dur merupakan fitur yang digadang-gadang mampu menjadi penyelamat terhadap gejolak yang berlangsung di Indonesia pada waktu itu. 

Akan tetapi, untuk mewujudkannya tentu banyak cobaan dan tantangan yang mesti beliau lalui. Perjalanannya selama menjadi presiden tak semudah yang dibayangkan meskipun banyak orang yang mendukung beliau.

Memahami Pemikiran-pemikiran Gus Dur

Pembahasan tentang biografi Gus Dur selanjutnya yaitu tentang apa saja pemikiran yang dihasilkan beliau. Mengetahui riwayat pendidikan serta nasab beliau masih belum cukup. Jika Anda benar-benar ingin mengenal beliau, Anda juga perlu tahu seperti apa pemikiran-pemikiran beliau semasa hidupnya.

Itulah mengapa Anda perlu tahu apa saja karya-karya KH. Abdurrahman Wahid. Beliau ternyata memiliki beberapa buku terkenal yang sekaligus menunjukkan gagasan atau pemikiran beliau di dalam memandang sesuatu.

1. Bunga Rampai Pesantren

Pertama, Anda perlu membaca buku yang berjudul “Bunga Rampai Pesantren”. Buku tersebut mengisahkan betapa optimisnya Gus Dur terhadap pesantren yang menganggap bahwa pesantren tersebut mempunyai kemampuan luas untuk bisa melakukan pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi kaum tertindas serta termarjinalkan.

Berkat kemampuan fleksibelnya, pesantren mampu mengambil peran sentral. Pesantren bukan sekadar wadah untuk memperoleh ilmu keagamaan, melainkan juga menjadi setting sosial budaya dan bahkan hal-hal seputar ideologi maupun politik.

Tak bisa dipungkiri jika peran pesantren memang sangat penting dan hal tersebut juga diakui Martin Van Bruinessen. Ia mengatakan jika kaum tradisional, termasuk juga pesantren di negara berkembang merupakan kelompok penghambat serta berpotensi mengancam modernisasi.

Pernyataan tersebut terlihat sejak Kemerdekaan RI sampai sekarang. Dengan beragam bentuk serta dinamikanya sendiri, banyak santri-santri tradisional yang tampil ke permukaan. 

Keilmuan mereka di bidang agama tak perlu diragukan lagi. Bahkan tidak sedikit ilmu agama yang hanya mondok di pesantren mengalahkan mereka yang sudah S1, S2, bahkan S3 sekali pun.

Pada perpolitikan di tahun 2004, baik pemilihan presiden maupun legislatif ditandai dengan peran yang dilakukan oleh kelompok santri secara signifikan. Misalnya Salahuddin Wahid yang menjadi calon wakil presiden mendampingi Jenderal Wiranto. Selain itu, ada juga Jusuf Kalla yang mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal tersebut menjadi bukti peran politik serta ideologi secara signifikan sudah dimainkan oleh kaum santri. Apalagi mengacu dinamika terkait sistem pendidikan di pesantren. Tak heran jika para alumninya bisa melakukan beragam peran di dalam konstelasi ekonomi, politik, seni, pendidikan, keagamaan, serta bidang-bidang lain.

Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi keinginan biografi Gus Dur. Beliau tak ingin pesantren hanya sebagai lembaga pendidikan di bidang agama. Beliau ingin agar lembaga tersebut dapat memberikan sumbangan serta membantu dalam pembangunan sistem nilai maupun kerangka moral pada individu serta masyarakat.

KH. Abdurrahman Wahid yakin jika pesantren mempunyai potensi kuat untuk menghadirkan masyarakat madani. Buktinya pun sekarang sudah terlihat di mana banyak lulusan pondok pesantren yang namanya sangat terkenal di Indonesia.

2. Fiqih Sufistik, Tradisi Keilmuan Pesantren

Dalam biografi Gus Dur, menurutnya tradisi pesantren bersifat fiqih sufistik lahir serta bersumber dari gelombang pertama Islam yang datang ke Nusantara di abad ke-13 Masehi. 

Mengapa dinamakan fiqih sufistik? Karena karakter serta corak Islam pertama lebih berfokus pada konsep tauhid serta penerapan ilmu syariah sesuai konsep sufisme.

Kondisi tersebut terjadi karena pengaruh dari penyebaran Islam di Nusantara lewat Persia serta anak benua India di mana fokusnya memang lebih kepada orientasi tasawuf. Selain itu, selaras juga pemikiran para penyebar Islam dengan watak masyarakat Indonesia yang masih menganut kepercayaan animisme-dinamisme.

Hal tersebut bisa Anda temukan di berbagai literatur pesantren. Banyak buku tasawuf yang memadukan antara fiqih serta amalan akhlak kemudian dijadikan sebagai pelajaran utama. Misalnya kitab yang dikarang Imam al-Ghazali yang berjudul Hidayah al-Hidayah yang sangat menonjol selama bertahun-tahun sampai sekarang.

Biografi Gus Dur Mengenai Kebijakan Kontroversialnya

Seperti yang kita tahu KH. Abdurrahman Wahid dalam memimpin Republik Indonesia tak bertahan lama. Selama kepemimpinannya, banyak hal yang dianggap menjadi kontroversial sehingga membuat beliau harus berhadapan dengan orang-orang yang tak suka dengan kebijakan atau ide beliau.

Sayangnya, orang-orang yang tidak suka dengan kepimpinan Gus Dur juga berada di pemerintahan. Bahkan pada waktu itu, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memutuskan untuk memberhentikan beliau sebagai presiden.

Lalu apa saja kontroversi KH. Abdurrahman Wahid selama menjadi Presiden Indonesia? Berikut beberapa hal yang dianggap kontroversial tersebut.

1. Dituduh Menyelewengkan Dana

Lengsernya KH. Abdurrahman Wahid dari kursi Presiden Indonesia bermula dari laporan yang diberikan Pansus (Panitia Khusus) DPR. Laporan tersebut tentang dugaan pemakaian dana Yayasan Dana Kesejahteraan para karyawan Bulog. Dana tersebut kurang lebih mencapai 4 juta dolar AS.

Bukan hanya itu, Gus Dur juga dianggap memakai dana bantuan yang diterimanya dari Sultan Brunei Darussalam. Jumlah dana dari sultan Brunei tersebut mencapai 2 juta dolar AS. Berangkat dari tuduhan tersebut, pada akhirnya Gus Dur dituduh melanggar UUD 1945, pasal 9 mengenai Sumpah Jabatan.

Selain itu, Gus Dur juga dianggap melanggar Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Tentu saja kabar tersebut menghebohkan seluruh Indonesia. Akan tetapi, banyak pihak yang tak percaya dengan apa yang dituduhkan kepada beliau.

Ternyata benar, sampai sekarang tuduhan-tuduhan yang dilayangkan pada Gus Dur tak pernah terbukti kebenarannya. Hal tersebut malah membuat orang beranggapan bahwa banyak pihak yang memang berusaha menurunkan Gus Dur karena tidak suka dengan beliau dan bahkan ada anggapan yang ingin mengganti kepemimpinan beliau sebagai Presiden RI.

2. Kebijakan Kontroversial

Selama menduduki kursi Presiden Indonesia, tak bisa dipungkiri banyak orang menganggap kebijakan-kebijakan Gus Dur kontroversial. Setidaknya ada tiga kebijakan besar yang membuat Indonesia ramai pada waktu itu.

  • Penghapusan tap MPR mengenai Partai Komunis Indonesia atau PKI.
  • Mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya tentang pembubaran parlemen.
  • Meletakkan jabatan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla terkait tuduhan korupsi meskipun tidak ditemukan bukti kuat.

Atas ketiga kebijakan tersebut sudah tentu semakin banyak orang yang memusuhi beliau. Namun pembela Gus Dur juga sangat banyak sehingga seolah muncul dua kubu besar pada waktu itu.

3. Dekrit Presiden Pada 23 Juli 2001

Konflik yang terjadi antara KH. Abdurrahman Wahid dengan DPR serta MPR kian tajam. Terlebih ketika Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pun sangat mencengangkan sekaligus menunjukkan keberanian beliau.

Isi pada Dekrit Presiden tersebut yaitu pembekuan terhadap dua lembaga besar, MPR dan DPR. Selain itu, isi lainnya adalah pengembalian kedaulatan kepada tangan rakyat dan pembekuan Partai Golkar. Namun yang paling menyita perhatian yaitu pembekuan MPR dan DPR.

Tentu saja ada alasan beliau dibalik pengeluaran dekrit tersebut. Meskipun begitu, melalui dekrit ini seolah semakin banyak orang yang memusuhi beliau. Akan tetapi, isi Dekrit Presiden Gus Dur dinyatakan tak berfungsi pasca DPR melakukan sidang istimewa. 

Ketua MPR pada waktu itu adalah Amien Rais menyatakan bahwa KH. Abdurrahman Wahid sudah melanggar Tap MPR Nomor III/MPR/2000 dikarenakan sudah memberhentikan Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) tanpa sebelumnya mendapatkan persetujuan DPR.

Banyak hal yang dianggap sebagai masalah selama beliau memimpin juga menjadi pemicu mengapa Gus Dur dilengserkan dari jabatannya. Setelah dilengserkan, kemudian jabatan presiden dipegang oleh Megawati Soekarnoputri.

Biografi Gus Dur saat Beliau Tutup Usia

30 Desember 2009 merupakan tanggal di mana Sang Bapak Pluralisme yaitu Gus Dur meninggal dunia. 

Kepergian beliau tentunya menimbulkan duka yang sangat mendalam bagi rakyat Indonesia. Apalagi warga Tionghoa yang menganggap Gus Dur telah memiliki jasa yang sangat besar sehingga membuat mereka bisa merayakan Imlek secara aman.

Bukan hanya itu, masyarakat di Papua juga turut merasakan duka yang mendalam. Dulu Gus Dur tetap mengizinkan Bendera Bintang Kejora berkibar di Papua namun dengan catatan tak lebih tinggi dari Bendera Indonesia. Tentu saja hal ini disambut baik oleh masyarakat Papua.

KH. Abdurrahman Wahid wafat di RS. Cipto Mangunkusumo karena kondisinya yang semakin menurun pasca melakukan ziarah ke makam banyak ulama di Jawa Timur. 

Sebenarnya selama menjalani perawatan, kondisinya masih agak membaik. Akan tetapi, pada hari Rabu (30/12/2009) sekitar 11.30 WIB, kesehatan Gus Dur kembali menurun. Ini disebabkan oleh penyakit komplikasi yang dideritanya yaitu diabetes, ginjal, stroke, serta jantung.

Kemudian pada 18.15 WIB, dokter menyatakan jika kesehatan beliau semakin memburuk dan bahkan kritis. Kurang lebih 30 menit berikutnya, Gus Dur dinyatakan meninggal dunia.

Kabar meninggalnya beliau tentu saja langsung menyebar luas ke seluruh penjuru negeri. Sejumlah tokoh bangsa serta masyarakat berbondong-bondong mengunjungi RSCM. Bahkan ratusan orang berdesakan saat mengiringi jenazah beliau menuju peristirahatan terakhir.

Sudah Paham Biografi Gus Dur?

Sekian pembahasan tentang biografi Gus Dur. Beliau merupakan salah satu presiden terbaik Indonesia. Meskipun banyak orang yang tidak suka dan berusaha untuk melengserkannya, tak bisa dipungkiri jasanya besar bagi rakyat Indonesia. Semoga kita bisa meneladani beliau baik di bidang agama, filsafat, dan politik.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page