Biografi Imam Syafi’i, Pendiri Mazhab Fikih Terbesar di Indonesia

Tahukah kamu hampir sebagian besar umat muslim Indonesia mengikuti salah satu mazhab fiqh (fikih) bernama mazhab Syafi’i? Mazhab ini didirikan oleh seorang imam besar asal Palestina, Imam Syafi’i. Beliau dikenal sebagai perumus ushul fiqh melalui kitabnya Ar-Risalah. Seperti apa biografi Imam Syafi’i ini? Mari simak!

Biografi Imam Syafi’i, Siapakah Dia?

Imam Syafi’i merupakan salah satu ulama dan imam besar yang terkenal di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Pasalnya, banyak umat muslim Indonesia yang mengikuti mazhab dan pemikiran beliau tentang keilmuan fiqh dan hukum Islam. 

Lahir di Gaza Palestina sekitar tahun 150 H, ulama yang mempunyai nama asli Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i ini masih termasuk keturunan Rasulullah SAW dari silsilah Abdul Manaf. Nama Syafi’i ini juga diambil dari nama kakeknya bernama Syafi’i dan Qusayy bin Kilab yang juga kakek Rasulullah SAW. 

Beliau lahir pada masa pemerintah khalifah Harun al-Rasyid di tengah keluarga miskin di Palestina. Sejak umurnya menginjak 2 tahun dan setelah ayahnya meninggal, ibunya membawanya pindah ke Mekkah untuk hidup bersama keluarga besarnya. 

Meskipun hidup dalam keluarga serba kekurangan, namun beliau tumbuh sebagai sosok yang punya cita-cita tinggi untuk menuntut ilmu. Ibunya juga punya keinginan kuat agar anaknya tumbuh menjadi sosok berpengetahuan, terutama tentang agama Islam. 

Biografi Imam Syafi’i tentang Perjalanannya Menuntut Ilmu

Saat beliau masih tinggal di Mekkah, beliau pernah berguru ke beberapa ulama yang tersebar di berbagai tempat, yakni:

1. Mekkah

Sejak kecil Imam Syafi’i sudah dididik sendiri oleh ibunya, Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah, untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an. Saat berada di Mekkah, beliau pernah juga belajar Al-Qur’an kepada Ismail Qastantin, seorang qori’ kota Mekkah. 

Nah karena sang imam ini sangat fasih membaca Al-Qur’an, dalam sebuah riwayat menjelaskan saat bulan Ramadhan beliau pernah khatam sebanyak 60 kali, dan pernah mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 16 kali dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah. 

Di Mekkah, beliau juga pernah berguru pada Muslim al-Zanji dalam bidang fikih dan Sufyan bin Uyainah dalam bidang hadis. Karena terkenal pintar dan memiliki kemampuan ilmiah yang tinggi, beliau pernah mendapat izin dari gurunya (Muslim Khalid al-Zanji) untuk berfatwa di usianya yang masih remaja.

2. Madinah

Setelah belajar di Mekkah, beliau mendapatkan izin dari gurunya untuk pindah ke Madinah. Beliau akhirnya pindah ke Madinah (164H-179 H) dan berguru lagi pada seorang ulama bernama Imam Malik untuk mempelajari hadis-hadis dan kitab fenomenal bernama Muwatha’ Imam Malik serta menghafalnya. 

Imam Syafi’i ikut dengan gurunya ini selama 15 tahun hingga Imam Malik wafat pada tahun 179 H. Saat masih belajar pada Imam Malik, beliau juga belajar pada ulama-ulama lain yang tinggal di Madinah, seperti Ismail bin Ja’far, Ibrahim bin Sa’ad, Abdul Aziz ad-Darawardi, dan Athaf bin Khalid.

3. Baghdad

Setelah belajar di Madinah bersama guru-gurunya, tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad dan menetap disana selama dua tahun untuk melanjutkan perjalanannya. Di sini beliau melakukan debat dan munazarah dengan murid-murid Imam Abu Hanifah untuk kemudian mengambil pendapat-pendapatnya. 

Saat menetap di Baghdad, banyak sekali ulama-ulama yang datang untuk berguru kepadanya. Kebanyakan dari mereka memilih untuk meninggalkan mazhab sebelumnya untuk pindah ke mazhab Syafi’i. 

Ketika di Baghdad, beliau juga sempat bertemu kembali dengan Ahmad bin Hambal lalu menimba ilmu darinya, ilmu fikih, ushul mazhab, hingga ilmu nasikh mansukh

Beliau di sini mulai menulis kitab pendapat lama, kemudian kembali lagi ke Mekkah tahun 187 H, lalu kembali lagi ke Baghdad, ke Yaman, ke Irak, dan berpindah ke Mesir untuk mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam berijtihad hingga melahirkan lagi pendapat baru. 

Ketekunan Imam Syafi’i dalam Menuntut Ilmu

Sepeninggal ayahnya, ibunya sekuat tenaga untuk membiayai anaknya supaya tetap bisa menuntut ilmu. Beliau sejak muda sudah dikenal sebagai anak yang tekun dan giat dalam belajar. 

Dalam sebuah riwayat menceritakan bagaimana perjuangan dan ketekunan beliau ini dalam menuntut ilmu. Karena hidup dalam kemiskinan, beliau pernah tidak memiliki peralatan lengkap untuk belajar. Sampai-sampai beliau terpaksa mencari kertas bekas untuk dijadikan alat menulis. 

Beliau juga pernah mengumpulkan batu-batu, pelepah tamar, dan tulang unta sebagai media untuk mencatat seluruh ilmu yang didapatkannya. Terkadang beliau pergi ke tempat-tempat berkumpulnya orang banyak sekadar meminta kertas untuk menulis. 

Berkat ketekunan dan kegigihan inilah, Imam Syafi’i muda (usia sekitar 9 tahun) sudah mampu menghafal Al-Qur’an dan mampu menghafal sejumlah hadis. Saat usianya menginjak 10 tahun, beliau bahkan sudah hafal kitab Al-Muwatta’ karya Imam Malik di luar kepala hanya dalam waktu 9 malam. 

Imam Syafi’i juga mahir keilmuan sejarah, bahasa dan sastra Arab, Al-Qur’an, dan Hadis. Beliau sangat menguasai syair dan sastra Arab karena pernah belajar langsung pada Bani Huzail, suku Arab yang punya keahlian bahasa Arab paling fasih daripada yang lain. 

Biografi Imam Syafi’i, Sang Imam Besar Bidang Fikih

Meski mahir membuat syair Arab, namun ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa Allah telah menyiapkan beliau sebagai ahli fiqh dan ilmu pengetahuan. Dalam riwayat tersebut dijelaskan beberapa sebab mengapa beliau dipilih Allah menjadi ahli fiqh.

Salah satu sebabnya yaitu, ketika beliau belajar ilmu nahwu dan sastra, beliau sempat bertemu dengan Muslim bin Khalid Az-Zanji. Setelah Az-Zanji bertanya tempat asal Imam Syafi’i, beliau mengatakan “Hebat, Sungguh Allah telah memuliakanmu di dunia maupun akhirat. Sebaiknya kepandaianmu itu kau curahkan ke ilmu fikih. Itu lebih baik bagimu.”

Dari sini setelah belajar dan mengembara ke berbagai tempat untuk mendalami berbagai ilmu, terlebih ilmu fikih, beliau menjadi sosok ahli fikih yang tidak diragukan lagi keahliannya. 

Saat itu beliau mampu memadukan dua jenis pemikiran, yakni pemikiran yang berlandaskan teks agama (dari Imam Malik, Madinah), dengan pemikiran ulama yang bersandar dari akal (dari Imam Abu Hanifah, Baghdad).

Beliau termasuk salah satu imam yang masyhur dan sangat terkenal sebagai sosok yang luas ilmunya sehingga disebut sebagai sosok pemersatu para imam. Imam Syafi’i mampu menyempurnakan permasalahan dan menempatkan suatu masalah di tempat yang tepat, sehingga terlihat kepribadian ilmiahnya.

Maka tak heran, karena keahliannya dalam bidang fikih ini beliau memiliki banyak sekali pengikut hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 

Kitab-Kitab Karya Imam Syafi’i

Karya-karya beliau ini secara umum dibagi menjadi 2, yakni pendapat lama (qoul qadim) dan pendapat baru (qoul jadid) ketika beliau berada di Mesir. Kitab-kitab tersebut antara lain:

  • Ar-Risalah, kitab pertama yang ditulis dan berisi tentang kaidah-kaidah ushul fiqh.
  • Al-Umm, yang berisi tentang permasalahan keilmuan fikih.
  • Musnad Imam Syafi’i yang berisi kumpulan hadis Rasulullah SAW dan atsar sahabat nabi.

Sudah Tahu tentang Biografi Imam Syafi’i Ini?

Itulah sekilas kisah tentang biografi Imam Syafi’i dan perjuangannya dalam menuntut ilmu hingga menjadi imam besar dalam bidang fikih. Semasa hidupnya, beliau terus belajar dan mengajarkan para murid hingga akhir hayatnya di Kota Kairo tanggal 30 Rajab tahun 204 H. 

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page