Biografi Pahlawan dari Banten, Sultan Ageng Tirtayasa

Walaupun masih banyak yang belum mengenal tokoh pahlawan satu ini, namun namanya memiliki peran besar untuk Indonesia terutama daerah Banten. Di puncak kejayaannya beliau memiliki peran saat melawan VOC (Vereenigde Oost Indische). Mari mulai mengenalnya, melalui biografi Sultan Ageng Tirtayasa berikut ini!

Mengenal Sultan Ageng Tirtayasa

Dalam mempelajari dan mengenal siapa tokoh pahlawan asal Banten ini, ada baiknya Anda mengenal siapa beliau melalui biografi berikut:

Silsilah Keluarga

Biografi Sultan Ageng Tirtayasa sendiri mulai dari masa kelahirannya, pada tahun 1637, dari rahim seorang Ratu Marta Kusuma. Ibunya sendiri adalah keturunan dari Pangeran Jayakarta, yakni Wijayakrama. Beliau memiliki empat saudara, yakni Pangeran Kilen, Pangeran Lor, Ratu Kulon, dan Pangeran Arya.

Beliau juga memiliki saudara dari ibu yang berbeda, yakni Pangeran Kidul, Pangeran Wetan, Ratu Timpuruk, dan juga Ratu Intan. 

Salah seorang putra bangsawan ini merupakan adalah anak dari Sultan Banten ke lima yang bernama Sultan Abdul Ma’ali Ahmad. Walaupun terkenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa, namun nama asli dari tokoh besar ini adalah Abu Al-Fath ‘Abdul-Fattah.

Perjalanan seorang Pangeran Surya menjadi Sultan, kemudian Pangeran Adipati, terjadi dalam jangka waktu yang tak terlalu lama di umurnya yang masih muda. Mulanya tahta tersebut dipegang oleh ayahnya atau lebih dikenal dengan Sultan Kulon, sejak tahun 1638. 

Sesaat setelah ayahnya meninggal, beliau naik tahta menjadi Sultan Muda. Pada kala itu, kakeknya Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir, masih memerintah Banten yang beliau mulai sejak tahun 1596. Namun, saat kakeknya juga ikut meninggal, pada umurnya ke 20 tahun Sultan Muda resmi menjadi Sultan Banten ke-6.

Momen pengukuhan ini terjadi tepat pada 10 Maret 1651, Tirtayasa muda diangkat menjadi Sultan Banten keenam dengan gelar Sultan Abdul-Fattah Al-Mafaqih. Nama Tirtayasa sendiri sebenarnya beliau dapatkan setelah berdirinya keraton baru yang beliau dirikan di daerah dusun Tirtayasa, Kabupaten Serang.

Masih Keturunan Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah sendiri adalah tokoh besar dalam penyebaran Agama Islam di tanah Hindunesia, yang kini menjadi Indonesia. Beliau menyebarkan agama dan juga tonggak pendirian Kesultanan Cirebon.

Dalam darah Tirtayasa sebenarnya mengalir darah Sunan Gunung Jati, lebih tepatnya dari keturunan silsilah ayahnya yang merupakan keturunan Ratu Pembayun. Ratu Pembayun sendiri merupakan istri dari Sultan Maulana Hasanudin (Anak Sunan Gunung Jati) yang merupakan pendiri Sultan Banten pertama. 

Jadi, tidak heran jika keislaman dalam keluarga Sultan Tirtayasa dan Kesultanan Banten cukup kental. Jika ditarik silsilahnya keturunannya hingga muncul Sultan Tirtayasa adalah sebagai berikut:

  • Syarif Hidayatullah, memiliki sembilan anak dari beberapa perkawinan. Anak tersebut adalah Pangeran Trusmi, Ratu Martasari, Dewi Sarokah, Pangeran Kuningan, Maulana Hasanuddin Sayyid, Pangeran Jaya Kelana, Nyai Ratu Ayu, Pangeran Pasarean, dan Ratu Wanawati Waras.
  • Lalu, dari anaknya bernama Maulana Hassanuddin atau Sayyid Maulana Hassanuddin Al Azmathkhan Al Husaini beliau memiliki 18 anak. Di mana salah satunya adalah Maulana Yusuf di Banten.
  • Kemudian dari Maulana Yusuf sendiri memiliki sekitar 15 anak tercatat. Salah satunya adalah Maulana Muhammad Nashruddin yang merupakan buyut dari Tirtayasa.
  • Lalu, dari beliaulah kakek Sultan Ageng Tirtayasa lahir, dengan nama Abu Al Mafakhir Mahmud Abdul Qadir. Di mana beliau memiliki sekitar 39 anak tercatat dan salah satunya adalah ayah dari Sultan Ageng Tirtayasa.
  • Kemudian dari pernikahab Sultan Abul Ma’ali Ahmad Rachmatullah atau Sayyid Abul Ma’ali Ahmad Al Azmatkhan Al husaini dengan Ratu Mertakusumah munculah sultan Tirtayasa kecil. Beliau lahir dengan nama Sayyid Abul Fath Abdul Fattah Al Azmatkhan Al Husaini dengan gelar Pangeran Surya sejak lahir.

Istri dan Anak-Anak dari Sultan Ageng Tirtayasa

Dalam kepercayaan warga dan dari beberapa sumber terpercaya, Sultan Banten ke-6 ini memiliki beberapa istri dan sekitar 30 anak. Dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa, beliau memiliki beberapa orang istri, namun yang diketahui hanya Ratu Adi Kalsum, Ratu Nengah, dan Nyai Gede. Berikut anak-anaknya dari beberapa istrinya tersebut:

  • Sultan Haji atau Sayyid Abu Al Nashr ‘Abdul Qahar Al Azmathkhan Al Husaini, lahir pada tahun 1658. Memiliki 10 orang anak dan menjadi Sultan Banten ke-7 pada tahun 1682 hingga 1887.
  • Pangeran Purbaya Yana, lahir pada 1661. Memiliki gelar Putra Mahkota Baru karena Sultan Haji berpihak pada VOC dan memiliki julukan Singa dari Banten. Beliau memiliki 6 orang anak.
  • Pangeran Arya Ingayudadipuna, lahir pada tahun 1663 (kurangnya data disinyalir karena beliau wafat saat masih kecil).
  • Pangeran Arya Abdul “Alim, lahir pada 1666 (kurangnya data disinyalir karena beliau wafat saat masih kecil).
  • Pangeran Sugiri atau Pangeran Sogiri, lahir pada tahun 1668. Menikah dengan NR. Ratnakomala dan memiliki 2 orang anak, yakni Raden Entong dan Raden Kanzul Arifin.
  • Tubagus Rajasuta atau Ki Buyut Jenggot. Mendapatkan gelar Syekh karena berperan dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Banten. Serta menjadi salah satu tokoh yang ikut melawan Penjajah.
  • Tubagus Rajaputra.
  • Tubagus Husen.
  • Raden Mandraka.
  • Pangeran Sake atau Raden Syarifuddin Shoheh, lahir tahun 1675 dan memiliki 10 anak.
  • Raden Rum.
  • Raden Mesir.
  • Raden Muhammad.
  • Raden Muhsin.
  • Tubagus Wetan.
  • Tubagus Muhammad.
  • Tubagus Abdul
  • Ratu Baja Mirah.
  • Tubagus Kulon
  • Arya Abdulalim
  • Ratu Kidul.
  • Ratu Marta.
  • Ratu Adi.
  • Ratu Umuk.
  • Ratu Hadijah.
  • Ratu Habibah.
  • Ratu Fatimah.
  • Ratu Ayiqoh.
  • Ratu Nasibah
  • Ratu Ayu atau Siti Khafifah (Karaneng pane) dan menjadi istri Syekh Yususf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani/Muhammad Yusuf.

Masa Pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dan Kebijakannya

Selama masa kepemimpinannya, Sultan Ageng Tirtayasa membuat beberapa kebijakan yang terbukti berguna untuk kemajuan Banten. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya kebijakan dalam negeri saja, melainkan juga kebijakan luar negeri. Berikut biografi masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa penjelasannya:

1. Kebijakan Militer Wilayah Banten

Seperti yang telah disinggung pada penjelasan sebelumnya bahwa Tirtayasa dilantik menjadi sultan Banten pada tahun 1651. Kala itu, beliau menggantikan kakeknya yang telah meninggal dunia. Karena ayahnya yang sebelumnya telah meninggal dunia mendahului kakeknya, kepemimpinan pun secara otomatis beralih kepada Tirtayasa.

Pada masa pemerintahannya, Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah (Tirtayasa) membuat kebijakan di bidang militer dan pertahanan untuk wilayah Banten. Beliau mengangkat penggawa-penggawa untuk memudahkan pengawasan terhadap daerah-daerah di wilayah Banten. Seperti Bengkulu, Solebar, Tangerang, Serang, Lampung, dan lainnya.

Penggawa-penggawa tersebut ditugaskan dan disebar luaskan ke daerah-daerah tersebut. Kemudian diwajibkan untuk datang ke Kediaman Mangkubumi di Kemuning, Banten dalam kurun waktu tertentu. Di sana, mereka harus melaporkan kondisi daerah masing-masing yang mereka awasi. 

Para pejabat di daerah juga diharuskan menghadap Sultan Ageng Tirtayasa di Istana Surosowan. Tujuannya untuk menerima petunjuk dan nasihat agar disampaikan pada rakyat di daerah masing-masing. Selain itu, pelatihan angkatan perang pun dipasrahkan kepada Mangkubumi untuk mengatur dan mengawasi prajurit Banten.

Kemudian, persoalan mengenai senjata perang seperti meriam, keris, senapan, dan tombak. Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan agar memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Banten dan membuatnya sendiri. Sedangkan jenis senjata lainnya dibeli dari daerah lain di luar Banten, seperti Batavia, Bandung, dan lainnya.

Penempatan rumah punggawa dan senopati pun dirancang sedemikian rupa. Sehingga memudahkan mereka untuk mengawasi kondisi para prajuritnya. Rumah para senopati dan penggawa juga sengaja ditempatkan tidak terlalu jauh dari istana.

Tujuannya supaya penyampaian instruksi dari maupun kepada Sultan bisa lebih mudah, apalagi jika wilayah Banten dalam keadaan darurat. Dari kebijakannya ini, dapat Anda lihat bahwa Sultan Ageng Tirtayasa merupakan seorang yang pandai dan andal dalam merancang strategi militer atau perang. 

Hal tersebut sudah tampak saat beliau masih menjabat sebagai putra mahkota. Beliaulah yang mengatur strategi perang gerilya terhadap penjajahan Belanda di Batavia.

2. Kebijakan di Bidang Perekonomian 

Menurut Sultan Banten ke-6 ini, meningkatkan hasil pertanian Banten akan menunjang kemajuan perekonomian masyarakat. Sehingga beliau juga membuka banyak lahan-lahan pertanian atau sawah dengan penataan terasering dan sistem irigasi yang baik.

Selain dikenal sebagai ahli perencanaan wilayah, Sultan Ageng Tirtayasa merupakan seorang pemimpin yang cerdas dan ahli terkait masalah tata kelola air. Terbukti pada masa pemerintahannya, beliau membuat kebijakan yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian warga Banten, yakni membangun sistem irigasi.

Beliau membangun saluran irigasi antara Pontang hingga Tanahara untuk membuat wilayah ini dapat dialiri kapal. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu lagi menunggu musim hujan untuk bercocok tanam dan meminimalisir gagal panen jika musim sedang tidak menentu. 

Pertumbuhan daerah tersebut menjadi sumber pangan pun terlaksana, sehingga menunjang perekonomian dan kemakmuran negerinya. Tak lupa beliau juga memfasilitasi masyarakat Banten dengan membuka lahan-lahan persawahan baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Bahkan dalam beberapa biografi Sultan Ageng Tirtayasa, beliau dan para punggawanya kedapatan berusaha keras memajukan dan modernisasi Banten. Tak hanya untuk menarik perekonomian menjadi lebih baik, namun juga memajukan nilai-nilai keislaman dari daerah tersebut.

Bahkan beliau mengirim putranya ke Mekkah dengan perintah untuk meneruskan hubungan diplomatik dengan Kekhalifahan Islam Turki yang diturunkan dari kakeknya. Hal tersebut membuat Banten mampu menata perdagangan dalam dan luar negeri. 

Banten juga menjadi salah satu daerah yang menerima perdagangan pelabuhan luar negeri. Seperti Britannia, Denmark, Prancis, dan beberapa negara Eropa. Hubungannya dengan berbagai daerah di Indonesia juga cukup baik, terutama dengan Raja Makasar yang menjadi besannya untuk anak terakhirnya.

3. Kebijakan di Bidang Pendidikan

Tak hanya sampai di situ, Sultan Ageng Tirtayasa juga sangat memperhatikan kualitas pendidikan masyarakat Banten yang semakin melengkapi biografi terpuji beliau. Agar dapat memajukan pendidikan di Banten, Sultan Ageng Tirtayasa tak segan-segan untuk mengalokasikan anggaran yang besar guna membangun pesantren-pesantren.

Ada juga kisah tentang delegasi yang dikirim ke mekkah yang meminta dikirim beberapa guru demi mengajarkan ilmu keislaman di tanah Banten. Hingga akhirnya surat balasan pun dikirim dari tiga orang utusan Sharif Makkah yang akan mengirimkan tiga tokoh ulama.

Akhirnya, Sayyid Ali, Abdunnabi, dan juga Haji Salim menjadi guru besar yang langsung di datangkan dari Makkah ke Banten menjadi guru besar keagamaan Islam. Atas kejadian ini pula Sultan Ageng Tirtayasa kemudian mendapatkan gelar Abdul Fattah.

4. Kebijakan di Bidang Keagamaan

Selama menjabat, Sultan Ageng Tirtayasa juga memainkan peran besar di bidang keagamaan. Beliau membangun banyak masjid yang tersebar luas dan merata di seluruh penjuru Banten. Tujuannya adalah agar masyarakatnya bisa melaksanakan ibadah di tempat yang lebih nyaman dan layak. 

Selain itu, Sultan Ageng juga mengangkat Syekh Yusuf (ulama besar yang didatangkan dari wilayah Makassar) untuk menjadi Mufti di Banten. Hal yang dimaksud Mufti sendiri ialah ulama yang berwenang untuk menafsirkan teks serta mengeluarkan fatwa kepada umat Islam di Banten. 

Selain menjadi mufti, Syekh Yusuf juga diangkat menjadi penasihat Sultan Ageng untuk membantunya menentukan segala kebijakan, terutama di bidang pemerintahan. Berkat kebijakannya ini, nuansa keislaman di Kesultanan Banten jadi lebih terpancar. Bahkan beliau juga menjadi menantunya atas anaknya Ratu Ayu atau Siti Khafifah.

5. Kebijakan Dalam Berdiplomatik

Seperti yang sudah Anda pelajari sebelumnya bahwa, Sultan Tirtayasa sangat menghormati peninggalan diplomatik dari para leluhurnya. Terutama dengan Kekhalifahan Islam Turki Usmani yang kala itu di pimpin oleh Muttasharifat Hejaz. 

Tak hanya kerjasama untuk perdagangan dan ajaran agama Islam, namun juga upaya menarik simpatisan dunia barat dan timur tengah untuk membantu kemerdekaan Indonesia. Hubungan diplomatik dengan kerajaan setempat seperti Pangeran Madura, Mangunjaya, dan Mas Dipaningrat adalah bukti kejayaan Kasultanan Banten.

Dalam salah satu musyawarah para diplomasi kerajaan Indonesia ini, menunjuk rombongan santri Bentot sebanyak tujuh orang untuk ke Turki. Tujuannya adalah untuk mengabarkan pergantian Sultan Banten, serta menyampaikan permintaan bantuan untuk membumihanguskan kekuasaan VOC pada kala itu.

Lalu, untuk urusan diplomatik dengan kerajaan Nusantara, beliau juga bekerjasama dengan Trunjoyo yang tengan melakukan pemberontakan terhadap Mataram. Selain itu, Banten juga menjalin hubungan dengan Makassar, Bangka, Cirebon dan juga Inderapura.

Bahkan selain hubungan diplomasinya dengan turki yang masih terus berjalan, Sultan Ageng juga mendapatkan kerjasama asing dari beberapa pedagang asing dari Eropa selain Belanda. Di mana pada akhirnya mendatangkan Francois Caron, selaku kongsi Dagang Perancis dari Raja Louis XIV. 

6. Kebijakan Luar Negeri

Dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa mengenai perjalan kepemimpinannya, beliau juga memberlakukan beberapa kebijakan luar negeri. Hal tersebut terjadi khususnya untuk mengambil langkah tegas dengan tidak melanjutkan perjanjian dagang dengan Belanda atau lebih tepatnya VOC.

Lewat bantuan para delegasi dalam negeri dan luar negeri, beliau menghalangi pihak VOC untuk berdagang di Banten. Hal tersebut pun memicu amarah pihak VOC yang membuat peristiwa blokade para pedagang luar negeri dan di belokkan ke Batavia. Inilah cikal bakal terjadinya perang dengan VOC.

Tak mau kalah, beliau juga mengundang para pedagang luar negeri. Seperti Inggris, Denmark, Portugis, dan Prancis, serta meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Tiongkok, India dan Persia. Sehingga pertumbuhan Banten pada kala itu menjadi ancaman besar untuk para VOC

7. Kebijakan Politik

Agar dapat mengukuhkan kemantapannya dalam memajukan daerah Banten, beliau juga menggagas berbagai kebijakan politik seperti mengadakan berbagai pembaruan. Mulai dari:

  • Mengurangi kekuasaan dewan agung yang merupakan penasihat dari Sultan sebelumnya. Hal tersebut beliau lakukan untuk mencegah tindak kecurangan dari penasihat yang menyalahgunakan wewenang.
  • Setiap keputusan politik pemerintah saat itu tetap dilakukan oleh beliau sendiri dengan bantuan dari para dewan agung.
  • Menetapkan aturan perluasan lahan persawahan dan pemukiman penduduk.
  • Mengatur kebijakan perdagangan luar negeri dan mengundang pedagang asing.
  • Pemindahan para anggota dewan agung, ke Istana Surosowan (dekat Pantai Teluk Banten).
  • Memperkuat dan memperluas hubungan diplomatik dengan kerajaan atau daerah sekitar. Sebut saja Lampung, Selebar, Cirebon, Kawawang, Sumedang, dan juga Mataram selaku daerah tetangga.

Perjuangan Melawan Penjajah

Dalam beberapa biografi Sultan Ageng Tirtayasa, pastinya Anda akan mempelajari perjuangan beliau melawan VOC dari pihak Belanda. Karena bertepatan dengan kepemimpinannya pada periode 1651 hingga 1683, VOC memang sudah menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Banten bahkan Indonesia.

Walaupun perjanjian ini telah ditandatangani sejak kepemimpinan kakeknya, namun dengan persiapan yang matang beliau mulai menunjukkan penolakannya terhadap ketidak adilan yang diberikan Belanda. Perlawanan Banten mulai muncul saat Sultan Tirtayasa membuka Banten sebagai pelabuhan terbuka.

Beliau juga mulai menarik hubungan diplomasi dengan beberapa Negara di Eropa dan Timur Tengah. Serta meluas ke daerah Tiongkok dan India. Lalu, untuk mewujudkan keinginannya terbebas dari belenggu VOC, beliau dan para delegasi Indonesia mengirimkan delegasi dan permintaan pertolongan ke Turki.

Beliau juga mengirimkan anaknya untuk mengirimkan permintaan langsung ke delegasi kekhalifahan turki kala itu. 

Pengkhianatan Sultan Haji

Sayangnya, Sultan Tirtayasa sempat jatuh, karena anak pertamanya yang diangkat menjadi Sultan ke-7 membelot dan bersekutu dengan VOC. Keributan berimbas pada perabutan kekuasaan oleh Sultan Haji yang mendapat hasutan dari Belanda. Serta munculnya perjanjian baru yang VOC buat dengan isi:

  • Kesultanan yang Sultan Haji Perintah harus memberikan daerah Cirebin, kepada pihak VOC.
  • VOC akan mengambil alih atau memonopoli laba di Banten.
  • Pasukan kesultanan pada Pantai Priangan harus segera ditarik mundur.
  • VOC juga meminta ganti rugi atau denda sebesar 600.000,00 ringgit, jika Banten mengingkari perjanjian tersebut.

Dari perjanjian tersebut, daerah Banten yang mulai maju kembali jatuh dan membuat warga Banten dibuat geram dengan pemerintahan Sultan ke-7 Banten tersebut. Sehingga membuat Sultan Tirtayasa dan anak keduanya Pangeran Purbaya Yan memimpin pemberontakan dan penurunan tahta sepihak.

Walaupun mendapatkan bantuan dari VOC, Sultan Tirtayasa dan seluruh bawahan dan rakyatnya berhasil membuat seluruh pasukan VOC dan Sultan Haji terpukul mundur. Pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan Saint Martin, terpaksa melarikan diri ke Rangkasbitung untuk menata ulang strateginya.

Perjanjian Damai

Dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa, peperangan yang sengit dari kedua kubu terus berlanjut hingga membuatnya berlangsung selama satu tahun penuh. Hingga akhirnya keduanya melakukan perjanjian damai pada tahun 1657. 

Dengan bunyi perjanjian permintaan tahanan dan tawanan untuk Belanda. Sedangkan pihak Banten meminta untuk mendapatkan izin perdagangan ke Ambon, Perak, dan Ujung Pandang. Kemudian Belanda mengajukan penambahan persyaratan damai pada 29 April 1658, yang meminta ganti rugi.

Dalam persyaratan yang Belanda ajukan, Banten harus membayar ganti rugi perang sebesar 500 ekor kerbau dan 1500 Sapi. Selain itu, kapal Belanda juga tidak akan mendapatkan pemeriksaan saat berada di pelabuhan, serta tidak adanya pembayaran bea cukai saat melewati perairan Banten.

Banten pun ikut menambahkan syarat tambahan pada 4 Mei 1658, yang meminta perizinan pasukan kesultanan Banten ke Batavia tiap satu tahun sekali. Tujuannya adalah untuk pembelian meriam, peluru, misiu dan juga cengkeh. Alih-alih menerima persyaratan, pihak Belanda menolak permintaan tersebut.

Hal tersebut memicu amarah Sultan Tirtayasa yang berujung peperangan kembali, dengan pertanda pemusnahan kapal Belanda. Dari peperangan ini pihak Banten berhasil merebut daerah Muara Angke. Bahkan untuk menyulut semangat, beliau juga mengajukan sayembara berupa harta dan tahta untuk kepala opsir Belanda.

Kekalahan bertubi-tubi yang Belang alami, membuat dikirimnya perjanjian damai lewat perantara Sultan Jambi. Pada perjanjian tersebut ada enam syarat yang akhirnya disetujui. Walaupun tak ada tulisan jelas apakah pihak Banten boleh melakukan perdagangan dengan Ambon.

Karena memahami sikap licik pihak Belanda pada kala itu, Sultan Ageng akhirnya membangun kediaman baru yang dari awalnya di Surosowan, kini berpindah ke daerah Tirtayasa. Karena istana sekaligus benteng inilah beliau mendapatkan julukan baru sebagai Sultan Ageng Tirtayasa.

Masa Tua dan Kematian Sultan Ageng Tirtayasa

Walaupun telah membangun istana baru di Tirtayasa dan mengadakan perjanjian damai, namun dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa masa tua beliau cukuplah tragis. Sultan Haji yang mengetahui masalah perpindahan kediaman ke istana baru, kemudian melakukan siasat untuk membujuk sang ayah yang untuk kembali ke istana Surosowan.

Jika bukan karena kasih sayangnya pada anak pertamanya, beliau tak akan tertangkap oleh pihak Belanda pada tanggal 14 Maret 1683. Siasat tersebut membuat Sultan Ageng Tirtayasa harus mendekap di penjara yang ada di Batavia. Tak lama setelah itu beliau menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kali dalam penjara.

Berdasarkan permintaan para petinggi kesultanan Banten yang kala itu dipimpin oleh Pangeran Purbayana meminta jenazah Sultan Ageng untuk dipulangkan ke kampung halaman. Hingga akhirnya beliau di kebumikan pada pemakaman keluarga, tepat di sebelah utara Masjid Agung sekarang ini.

Hal tersebut juga menjadi pemicu pemberontakan pihak Banten untuk terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya. Hingga akhirnya VOC berhasil dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 karena mengalami kebangkrutan. Kurangnya produktivitas pegawai, serta pergantian jabatan menjadi salah satu alasan pembubarannya.

Atas jasa dan peranannya pada kemerdekaan Indonesia dan kemajuan perdagangan dan perekonomian lokal, beliau kemudian menerima gelar Pahlawan Nasional. Hal tersebut dikukuhkan dengan SK Presiden pada tanggal 1 Agustus 1970 yang membuat namanya abadi menjadi sebuah perguruan tinggi negeri di Banten.

Anda Sudah Tahu Biografi Sultan Ageng Tirtayasa?

Nah, itulah ulasan mengenai biografi Sultan Ageng Tirtayasa, salah satu tokoh pahlawan nasional di Indonesia. Walaupun tak bisa mengusir VOC, namun karena jasa beliaulah perdagangan Indonesia mulai terbuka untuk seluruh dunia. Bahkan karena kepemimpinannya, Banten menjadi kota pelabuhan perdagangan pada kala itu.

Berbagai upaya untuk memajukan daerah, merangkum daerah sekitar dan luar negeri, serta kebijakan dan diplomasi darinyalah yang menjadi cikal bakal pejuang kemerdekaan Indonesia. Dari pribadi beliau Anda bisa belajar, bahwa menjadi lebih baik dalam hal yang dikuasai akan menimbulkan perubahan besar.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page