Kumpulan Cerpen Kemerdekaan, Sambut HUT RI, Catat!

Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu jenis karya sastra yang banyak digemari oleh orang. Tak heran jika banyak sekali tema cerpen yang menghibur dan mengedukasi Salah satu tema cerpen yang banyak dicari adalah cerpen kemerdekaan, berikut ini adalah beberapa contohnya!

7 Cerpen Tema Kemerdekaan Singkat dan Menghibur

Ketika bulan kemerdekaan tiba, banyak sekali yang merayakannya dengan cara unik dan tak biasa. Salah satunya adalah dengan membuat cerita pendek bertema kemerdekaan. Berikut ini adalah beberapa contohnya:

1. Cerpen 1

Pertama adalah cerpen dengan judul “Para Pejuang Subuh di Tepi Kemerdekaan”:

Matahari masih menunggu di sudut kelam. Hari ini hari Senin, waktu masih berada pada pukul 05.00 Subuh. Jalanan masih lengang, hanya ada suara langkah orang orang yang belum lama keluar dari masjid.

Di tepi jalan raya, ceritanya sangat berbeda. Tiada matahari, tiada bulan, tapi entah mengapa di sana selalu ada cahaya.

Bersama lambaian angin fajar yang dingin, terdengar suara sapu lidi menggores aspal. Dari dekat, terlihat seorang wanita renta yang sedang membersihkan sampah dan dedaunan yang mengotori jalan.

Semakin dekat, tampaknya terlihat senyum yang bercampur dengan keringat dingin. Wanita tua itu tetap saja bersemangat.

“Sebentar lagi Hari Kemerdekaan Indonesia akan tiba!” Seperti itu kira-kira teriakan yang terlihat dari raut wajahnya.

Tujuh belas Agustus tersisa dua hari lagi. Saat ini pun sedang pandemi. Sesekali angin menyapu daun dan sampah-sampah mengotori. Padahal orang-orang ada di rumah sepi.

Tapi kepala orang kita tidak tahu. Ada saja pasukan keras hati yang dengan mudahnya membuang sampah.

Walau begitu, tidak apa-apa. Sampah dan kotornya jalanan ternyata menjadi ladang rezeki bagi wanita tua itu. Ia merasa beruntung  walau hanya memiliki pekerjaan sebagai tukang sapu jalan.

Setidaknya, dia bisa selalu bangun dini hari. Jauh sebelum pagi datang, tepatnya saat fajar akan menyapa. Wanita tua itu merasa sehat, dan hatinya juga semakin teduh ketika melihat tepian jalan yang semakin bersih.

Baginya, tepi jalan yang bersih merupakan bagian dari kemerdekaan. Wanita tua itu merasa iri dengan pahlawan yang berjuang sepanjang hari bermodalkan bambu runcing hingga banyak darah yang tumpah.

Sedangkan dirinya? Hanya memiliki sapu sebagai senjata yang setiap hari lidinya terus tumbang dan patah.

Tiada alasan baginya wanita tua untuk mengeluh. Setidaknya, deraian keringat saat menyapu di tepi jalan merupakan bentuk perjuangan kemerdekaan yang bisa dirinya lakukan untuk saat ini.

2. Cerpen 2

Selanjutnya merupakan cerpen dengan judul “17 Agustus Telah Tiba”:

Namaku Irfan, bersekolah di SD Pelita. Kemarin bapak guru Andi telah mengumumkan jika siswa kelas 5 dan kelas 6 harus mengikuti upacara kemerdekaan di lapangan Desa.

Hari ini pukul setengah lima pagi pagi aku telah bangun dan mandi lalu mempersiapkan diri. Ketika aku mulai menyetrika baju tidak sengaja saku bajuku robek tergores setrika.

Aku pun bingung karena ini merupakan seragamku satu satunya yang masih bagus. Aku berpikir sesaat mencari ide untuk membenarkan baju. Agar saku baju ini bisa seperti semula kembali.

Aku tidak memberi tahu ibu. Aku tahu ibu sangat sibuk dengan pekerjaanya. Tak ada niatan aku untuk ingin membeli seragam baru. Namun, sekarang karena kecerobohanku saku bajunya sobek. Aku tidak tinggal diam karena sudah jam 6 pagi. Segera aku menggunakan isolasi untuk menambalnya.

Akhirnya benda itu dapat menolongku untuk saat ini sehingga aku bisa ikut upacara bendera hari kemerdekaan. Hanya ini perjuanganku untuk ikut memeriahkan meski arti sebuah merdeka dari keluargaku yang miskin belum juga usai.

Kami masih terjajah dengan ekonomi yang sangat tidak stabil, kami masih terjajah dengan sulitnya mencari pekerjaan kami masih terjajah dengan kata kemiskinan.

3. Cerpen 3

Ketiga merupakan cerpen kemerdekaan dengan judul “Bendera Pusaka yang Lusuh”:

Matahari telah kembali terbit. Hari itu tanggal sudah menunjukkan di 10 Agustus 2022, tapi tidak tau kenapa Pak Budi belum juga memajang bendera.

Rasanya aneh, padahal para tetangga serta semua warga desa telah memasang  bendera merah putih agar berkibar di depan halaman rumah.

Pak Budi memang orang yang sibuk. Sebagai seorang kurir, setiap hari ia harus bepergian ke sana kemari untuk mengantarkan paket para konsumen atau pelanggannya.

Tapi, ya, jangankan Pak Budi. Semua orang juga sibuk. Dan layaknya siapa pun yang tinggal di Indonesia tercinta akan tergerak untuk mengibarkan bendera kebangsaan demi menyambut hari kemerdekaan. Tidak terkecuali, Pak Bdu pasti sudah mengerti.

Kebetulan hari itu adalah hari Minggu. Pak Budi mendapatkan libur kerja dan sekarang dia sedang bersantai dengan anak satu-satunya yang baru berusia 8 tahun.

Ya, anak Pak Budi adalah seorang laki-laki yang sedang duduk di kelas 3 SD. Namanya Fajar.

“Ayah, Ayah. Kenapa kok di halaman rumah kita tidak ada bendera merah putih? Kan sebentar lagi hari kemerdekaan 17 Agustus?”

“Tidak apa-apa, Nak. Lagi pula sekarang jalan raya lagi sepi karena pandemi corona. Para tetangga juga jarang keluar. Apa lago tiap hari Ayah bepergian ke sana kemari. Sudah sering rasanya melihat kibaran bendera.”

“Tapi Fajar malu, Ayah! Masa teman-temanku berkata bahwa keluarga kita tidak mau mengenang jasa pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan.”

“Lho, Fajar setiap hari Senin sudah melakukan upacara, kemudian juga mengheningkan cipta. Semua itu adalah bentuk mengenang jasa pahlawan, kan? Sebentar, Ayah mau beli cemilan sebentar.”

Lagi-lagi Fajar tidak puas dengan jawaban Pak Budi. Dia semakin bingung dan sedih, tidak tahu alasan apa yang akan dia katakan kepada guru dan teman-temannya. Ah, biarlah! Itu urusan nanti. Fajar pun menenangkan dirinya dengan membaca buku tentang perjuangan para pahlawan dalam kemerdekaan.

Tiga puluh menit berlalu, Pak Udin pun telah sampai di rumah dan membawa sebungkus gorengan. Ketika ingin menyapa Fajar, tiba-tiba Sang Ayah terdiam di depan pintu seraya berderai air mata.

Pak Budi tak bisa mendengar kata-kata yang Fajar baca dengan suara lantang kecilnya.

“Janganlah mengira kalian semua sudah cukup berjasa dengan segitiga warna. Selama tetap ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dan keluarkan banyak keringat. Tertanda: Ir. Soekarno.”

Ayah yang berprofesi kurir ini menyadari bahwa dia telah sombong diri, merasa telah berperilaku baik, menganggap profesi kurir sebagai hal yang paling berjasa di Bumi Pertiwi. Padahal, perjuangan para pahlawan dahulu sungguh lebih berat lagi.

Tanpa berpikir lagi, Pak Budi langsung mencari bendera merah putih yang selalu tersimpan di lemari itu.

Bendera tersebut nyatanya masih baru dan sangat mengkilap warnanya. Tapi sayang, karena tidak pernah dikibarkan, warnanya menjadi lusuh.

Bukan lusuh warna benderanya saja, tapi hati Pak Budi.

Lusuhnya bendera bisa diatasi dengan cara dicuci, tapi lusuhnya hati tidak ada yang tahu. Butuh keikhlasan untuk memahami, menghargai, merenungi, dan menghayati poin kemerdekaan Indonesia. Salam Merdeka!

4. Cerpen 4

Selanjutnya merupakan cerpen dengan judul “Indonesia Tetap Tanah Airku” karya Nabila Fahira:

Assalamu’alaikum teman-teman, kenalkan namaku Aria. Aku saat ini sekolah SD di negeri Jepang. Sahabatku bernama Ayako. Aku sejak TK sudah berada di Jepang. Tetapi, aku asli Indonesia. 

Ya, saat terjadi perang antara Indonesia dan Jepang, aku ada di Jepang. Aku tidak tahu tentang itu. Sedih sekali karena aku tidak bisa membela negara sendiri. Padahal Indonesia sudah menjadi kenangan lahirku. Sementara Ayako berusaha menyembunyikannya.

“Halo Aria, em… kok sedih gitu mukanya?’’ tanya Ayako.

“Ayako, em… 17 Agustus tahun ini aku ingin merayakan di Indonesia bersama keluargaku.’’ ucapnya.

“Em…. kalau memang kamu mau ke negaramu, ya tidak apa apa.’’ jawab Ayako.

“Huh, sudah lama di Jepang tetapi masih mau ke negara kamu.’’ ucap Elisha.

“Jangan tersinggung ya, dia bukan asli Jepang.’’ ucap Ayako.

“Ya, tidak apa-apa.’’ ucapku.

“Kamu sudah lama di Jepang ya jangan balik lagi dong, harus cinta Jepang.’’ ucap Elisha yang asli Belanda.

“Em… mungkin dia malu karena negaranya kalah di dalam perang.’’ ucap Ayako bercanda.

“Jangan gitu dong.’’ ucapku.

“Tidak bisa, kamu harus tetap ada di Jepang.’’ ucap Elisha.

“Aku tidak mau, Indonesia adalah tanah lahirku, aku cinta Indonesia.’’ ucapku.

Aku segera keluar dari kelas. Aku lebih senang di kampung.

Seperti lirik lagu berjudul tanah air.

Walaupun banyak… negri kujalani                

Yang masyhur…. Permai dikata orang…

Tetapi kampung…dan rumahku…                

Di sanalah ku rasa senang…..

5. Cerpen 5

Keenam merupakan cerpen kemerdekaan dengan judul “Ujung Gerbang Sekolah”:

Anak-anak SMA kelas 12 sedang sibuk berlatih mengibarkan sang saka merah putih untuk pelaksanaan upacara di hari kemerdekaan Republik Indonesia yang tersisa 3 hari lagi. Di ujung gerbang sana ada seorang guru yang memperhatikan salah seorang murid.

Sebut saja namanya Tara, dia adalah salah seorang siswa pintar di kelasnya nilainya selalu bagus dan dia sangat aktif dalam berkegiatan di sekolah sehingga di setiap acara sekolah dia selalu ada.

Sama hal nya seperti saat ini, dia menjadi pasukan pembawa bendera untuk upacara kemerdekaan. Tetapi,  ada satu hal yang kurang di hati Tara sekarang.

Sepatu sudah usang dan tidak bisa dipakai lagi akibat terlalu sering berlatih. Ada tambalan di sisi kiri yang sudah mulai terkoyak dan bolong lagi. Tetapi, hal itu tak menurunkan semangat Tara untuk ikut mensukseskan upacara tersebut.

Karena bagi Tara menjadi pengibar bendera merupakan sebuah kebanggaan yang bisa dia persembahkan kepada bapak dan ibunya. Selain prestasinya yang menggunung lainnya. Namun, Siti tetap ingin di momen kemerdekaan itu dia bisa menampilkan sesuatu yang terbaik untuk orang tuanya.

Di tepi gerbang sekolah seperti biasa seorang bapak selalu memperhatikan siswa yang sedang berlatih. Apalagi besok merupakan hari upacara kemerdekaan 17 agustus yang artinya hari ini merupakan hari terakhir untuk latihan.

Ada yang lain dari bapak di tepi gerbang, dia tidak hanya memperhatikan tetapi memanggil salah seorang siswa yang sedang berlatih Dia melambaikan tangan pada Tara yang telah dia perhatikan sejak tadi.

Dan ternyata bapak itu menjinjing sebuah sepatu untuk anak kesayangannya itu. Bapak itu hanya penarik becak dan berusaha mengumpulkan uang sejak beberapa minggu lalu saat Tara mulai melihatnya di tepi gerbang.

6. Cerpen 6

Berikutnya adalah cerpen dengan judul “ Lomba Makan Kerupuk”:

Di salah satu sekolah tepatnya di SD Cendekia Bangsa, untuk memeriahkan kemerdekaan Indonesia telah diadakan lomba makan kerupuk. Semua peserta semangat dan antusias untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Lomba ini adalah lomba yang sangat disukai oleh anak karena caranya cukup mudah dan bonus makan enak tentunya, kerupuk merupakan sebuah makanan ringan yang lezat dan terkenal di Indonesia.

Ketika persiapan telah di mulai, ada 10 tali yang menggantung kerupuk, di setiap telinya ada anak mulai memilih di bagian mana mereka ingin menetap. Tetapi, ada salah satu anak yang cukup menjadi perhatian.

Dia bernama Alea, dia adalah seorang anak SD kelas dua. Dia menggunakan kursi demi mengikuti lomba makan kerupuk itu. Sehingga para guru pun bertanya.

Guru: “ Kenapa bawa kursi Alea, untuk apa?”
Nadia: “Kata Mama, saat makan tidak boleh sambil berdiri Bu. Kita harus duduk, karena itu adalah sunnah Rasul dan merupakan perilaku yang baik.”

Sang guru pun mulai mengerti serta mengucapkan terima kasih kepada Alea yang telah bersikap cerdas dan mengingatkan kita semua

Sehingga sejak saat itu, tidak lagi ada lomba kerupuk dengan posisi berdiri, yang ada hanya lomba makan kerupuk dengan posisi duduk

7. Cerpen 7

Terakhir adalah cerpen kemerdekaan dengan judul “Membersihkan Kelas”:

Guru di SMP Perdana sudah mengumumkan bahwa untuk memeriahkan 17 Agustus semua akan melakukan kegiatan lomba membersihkan kelas.

Kelas VII dan kelas IX sudah sibuk mempersiapkan dari jauh hari, yaitu dari tanggal 1. Mereka sudah mulai mempersiapkan kelas mereka dengan sedemikian rupa.

Hanya saja, ada satu kelas yaitu, kelas VIII yang masih belum mempersiapkan apapun. Mereka hanya diam begitu biasa saja ketika melihat yang lain sibuk. Budi adalah ketua kelas dari kelas VIII tersebut.

Pada tanggal 13 Agustus ada salah seorang teman Budi, yaitu Arif yang mulai protes kepada. Dia bertanya kenapa kelas kita tidak ikut lomba seperti kelas yang lain dan Budi pun menjawab.

“Kita membersihkannya nanti saja setelah dekat tanggalnya.”
Arif : “Mengapa begitu? Kita bisa kan memulainya dari sekarang?”
Budi: “Karena aku tidak mau jika setiap hari harus membuang sampah. Padahal, itu bukan hari piketku,” dengan nada yang sedikit tinggi.

Arif dan temannya yang lain pun mulai saling menatap. Mereka sadar atas kesalahan masing-masing yang sering kali lupa membersihkan sampah di kelas ketika hari piket.

Budi: “Bukan aku tidak mau lomba seperti yang lain. Hanya saja, aku ingin tidak hanya aku yang membersihkannya, meski aku adalah ketua kelas tapi apa aku harus terus membersihkan tempat sampah?” dengan nada mulai sedikit tenang.

Teman-teman: “Maafkan kami Budi. Kami sadar telah lalai dan tak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Kami janji akan membuah sampah di tempatnya dan piket di hari piket dengan benar.”

Budi: “’Maafkan aku juga karena selalu diam tidak pernah berani menegur kalian. Baiklah, ayo kita mengerjakan mulai besok dengan bergotong royong.”

Teman-teman: “Baiklah,” akhirnya mereka sibuk bebersih kelas secara gotong royong dengan gembira.

Manakah Cerpen Kemerdekaan Favorit Anda?

Berikut tadi adalah beberapa ulasan mengenai contoh cerpen kemerdekaan yang bisa Anda jadikan sebagai inspirasi serta hiburan untuk merayakan kemerdekaan Republik Indonesia. Terus kobarkan semangat kemerdekaan RI melalui karya-karya indah Anda, ya!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page