Lanjutan dari cerpen Sepatu Butut memang bisa Anda kreasikan sendiri. Alur yang diputus ini merupakan bagian yang akan menuju ke klimaks ceritanya, yakni membuang sepatu butut tersebut atau tidak. Jadi, apa keputusannya dan bagaimana cara melakukannya? Anda bisa tentukan sendiri bagaimana cerita tersebut berakhir!
Daftar ISI
Cerpen Sepatu Butut
Entah sudah berapa kali aku mengatakan kepada Andi untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai mungkin tidak apa-apa. Tapi, sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, bahkan jauh dari kategori layak pakai.
Meskipun orang tua kami memang bukan orang kaya. Akan tetapi, kurasa mereka masih mampu untuk membelikan Andi sepatu baru yang lebih layak pakai. Entah mengapa juga hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu butut milik Andi itu.
Sepatu butut itu begitu mengganggu pandanganku. Namun, orang tua kami pun tidak pernah protes jika Andi tetap mengenakan sepatu butut itu lagi.
(Rangkaian peristiwa dari cerpen)
Pagi ini, kami akan berangkat ke sekolah. Lagi-lagi, sepatu butut Andilah yang kuperhatikan. Sebab, tidak ada hal lain lagi yang bisa kuperhatikan dari Andi. Aku pun jadi merasa malas jika berjalan dengannya. Bahkan, aku malu bila harus berjalan dengannya. Sebab, seolah aku sedang berjalan dengan seorang gembel.
Sepatu butut itu bahkan begitu mengganggu pikiranku. Aku bertanya-tanya, kenapa Andi tidak meminta sepatu baru saja kepada orang tuanya agar bisa tampil keren seperti teman-temannya. Seperti halnya si Ivan dengan sepatu ketsnya atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya.
Pada suatu malam, aku pun berpikir untuk membuang sepatu butut milik Andi itu. Aku bahkan berencana untuk membuangnya di hari Sabtu malam, karena aku tahu bahwa Andi akan mencuci sepatu butut itu di hari Minggu.
Jadi, jika hari Minggu nanti Andi tidak menemukan sepatu butut itu, maka masih ada kesempatan untuk membeli yang baru. Dengan begitu, maka Andi masih bisa masuk di hari Seninnya untuk sekolah.
(Lanjutan dari cerpen Sepatu Butut)
Untuk membuang sepatu butut Andi tentu saja tidak sulit. Cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya. Aku tinggal menunggu Andi tidur saja, kemudian aku akan menjalankan misi untuk menyingkirkan sepatu bututnya itu.
Akhirnya, hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap untuk menjalankan misiku tersebut. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.
(Komplikasi)
Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola. Andi bermain di lapangan dekat rumahnya bersama teman-temannya. Tentu, sepatu bututnya itu tentu tidak ada di rak sepatunya. Jadi, seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, maka aku pun sudah bisa membuangnya.
Dan ketika Andi bertanya di mana sepatunya, maka aku bisa saja menjawab asal. Misal, kalau sepatunya dibawa tikus atau dipungut pemulung yang lewat.
“Ibu”, sapa Andi pelan dari arah belakangku. Aku pun terkejut mendengarnya, karena sedang sibuk membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatu bututnya itu.
“Baru pulang, ya?” tanyaku setengah tergagap. Aku pun terus melihat ke arah sepatu butut yang sedang dipegangnya itu.
“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Akhirnya permainan bubar,” kata Andi sambil membersihkan sepatunya dari tanah lapangan yang menempel.
(Puncak konflik cerpen)
Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa Andi begitu sayang dengan sepatunya itu.
“Ndi, Ibu boleh bertanya? kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru saja kepada Ayah dan Ibu? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun bahkan sudah tipis. Tidak hanya itu, lapisannya pun juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.
“Ah, Ibu. Ibu lupa ya dengan cerita dibalik dari sepatu butut ini? Inikan sepatu terakhir yang dibelikan nenek sebelum nenek meninggal dunia. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang ke rumah, nenek bahkan mampir ke toko sepatu. Meski dengan keadaannya yang tidak baik, nenek masih saja sibuk memilihkan sepatu untuk Andi. Lantas, bagaimana bisa Andi menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil terus menatap sepatu bututnya itu.
Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku ini. Hampir dua tahun yang lalu, neneknya membelikan sepatu itu. Neneknya pun berkata jika ingin sekali membelikan sepatu. Hal ini karena nenek tahu sepatu Andi yang lama sudah tidak muat lagi. Tanpa terasa, air mataku pun menetes.
(Resolusi atau koda dari cerpen Sepatu Butut)
“Kalau memang Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja, Bu. Tapi, ijinkan Andi untuk tetap menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu jika ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.
“Iya, Ndi. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci saja yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar sepatunya tidak mudah berjamur,” kataku terharu.
“Terimakasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.
Lanjutan Cerpen Sepatu Butut
Cerpen yang bercerita tentang keresahan tokoh “aku” terhadap sepatu butut anak bernama Andi itu menjadi model cerpen yang harus Anda lanjutkan sesuai dengan imajinasimu sendiri. Berikut adalah contoh jawaban lanjutannya:
1. Jawaban pertama
Aku menemukan tempat Andi meletakkan sepatunya. Ketika itu tanganku sudah bersiap untuk mengambilnya. Namun, hatiku bimbang, bagaimana jika nanti Andi marah dan tidak mau pergi ke sekolah lagi. Akhirnya, ku urungkan niatku untuk membuang sepatu butut itu. Aku tidak berani mengambil risiko.
2. Jawaban kedua
Pada suatu hari, Andi sedang merasa sedih karena teman-temannya mengejek Andi yang memakai sepatu butut. Namun, Andi sangat suka memakai sepatu itu meskipun dengan rasa yang sedih.
Andi sangat sayang dengan sepatunya itu. Ibunya pun akhirnya berkata, “Jika sepatumu sudah butut, jangan dipakai lagi,” begitu saran ibunya. Tapi, Andi pun menjawab, “Tapi Andi masih sayang dengan sepatu ini, Bu. Andi tidak mau melepaskan sepatu ini.”
3. Jawaban ketiga
Tanpa berlama-lama, aku langsung saja mengambil sepatu itu dan bergegas menuju irigasi untuk membuang sepatu butut itu. Sesampainya Andi pulang, dia melihat jendela kamarnya terbuka. Dia pun bergegas menuju ke kamarnya. Namun, Andi merasa ada yang janggal di kamarnya itu. Diapun akhirnya mengingat sesuatu yang berharga baginya, “Tidak, sepatuku ke mana?”.
Andi pun gelisah sembari terus mencari sepatu bututnya itu. Setelah sekian lama mencari dengan perasaan penuh kecewa, Andi pun akhirnya menangis, “Tidak, sepatuku.”
Sudah Memutuskan Lanjutan Cerpen Sepatu Butut Anda?
Nah, itu dia komplikasi cerpen sepatu butut karya Ely Chandra. Anda bisa menggunakan contoh lanjutan di atas sebagai referensi untuk membuat koda versi Anda sendiri. Jadi, penyelesaian seperti apa yang ingin Anda tulis?