Contoh Cerpen Sumpah Pemuda, Inspiratif & Kobarkan Semangat Muda

Cerpen merupakan karya sastra yang dapat menceritakan berbagai kisah, serta dengan berbagai tujuan tergantung bagaimana penulis membuatnya. Contohnya seperti beberapa cerpen sumpah pemuda yang bisa membakar semangat para muda-mudi penerus bangsa untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan NKRI tercinta.

Kumpulan Contoh Cerpen Sumpah Pemuda

Agar dapat memupuk semangat patriotisme para pemuda di zaman sekarang, segala cara bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan membuat sebuah cerita yang inspiratif, sehingga dapat mengobarkan semangat dan memotivasi para pemuda. Berikut beberapa cerpen yang bisa mewakili hal tersebut:

1. Cerpen 1

Pertama adalah cerpen sumpah pemuda dengan judul “Siti Sang Pejuang Pendidikan”:

Di sebuah desa kecil di pedalaman Indonesia, hidup seorang pejuang pendidikan bernama Siti. Beliau merupakan putri dari petani miskin yang sangat bersemangat untuk memperjuangkan pendidikannya. 

Namun, karena kesulitan ekonomi membuatnya harus bekerja keras membantu orang tuanya di sawah. Sehingga, Siti kecil menghentikan pendidikannya. Dengan semangatnya untuk belajar tidak pernah padam, Siti sering mencuri waktu untuk membaca buku-buku dari perpustakaan desa, untuk menambah wawasannya.

Ketika Siti berusia 18 tahun, Siti mendengar tentang Sumpah Pemuda yang diucapkan oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928. Sumpah tersebut memerintahkan para pemuda untuk bersatu dan berjuang untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia, serta memajukan pendidikan dan kebudayaan.

Siti merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari perjuangan itu, sehingga Siti mulai mengorganisir kelompok belajar untuk anak-anak di desanya. Meskipun tidak memiliki pendidikan formal hingga lulus, Siti juga menggalang dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat untuk mendirikan sekolah di desanya.

“Para rekan sejawat seperjuangan sekalian, cukup sudah hanya sampai di zaman kita saja yang tak cukup berpendidikan. Namun, jangan biarkan seluruh buah hati penerus bangsa, kekurangan pendidikan, dan tertindas negara asing.”

“Demi memutuskan rantai kebodohan yang selama ini membuat bangsa terus terpuruk dalam kondisi ini, mari kita dobrak hirarki kebodohan ini. Memulai dari pondasi awal, dengan membuat pijakan kuat untuk para generasi penerus bangsa ini. 

Dengan semangat gotong royong, walaupun sedikit, kita buatkan fasilitas pendidikan yang nyaman untuk meneruskan semangat juang kita.”

“Hingga hanya ada kata kemerdekaan dan kemerdekaan, dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bergema di telinga dan hati para pejuang muda kita”

Dengan semangat yang berkobar warga mulai terpengaruh dengan orasi Siti yang didukung oleh pemerintah pada kala itu. Walaupun hanya bisa membuat dengan kondisi yang kurang maksimal, namun membuat para anak di kampungnya mulai tertarik dengan pendidikan.

Melalui pengumpulan buku yang para warga kumpulkan di Balai Desa, Siti mulai mengajar beberapa pengetahuan dasar yang dikuasainya. Siti mulai mengajarkan Calistung untuk anak dan orang kampung yang buta aksara, sambil menunggu pembangunan kelas baru di area yang telah ditentukan.’

Sedikit demi sedikit perjuangan Siti mulai dilirik oleh beberapa orang dari tetangga desa dan kotanya. Sehingga mulai mengundang banyak tenaga relawan pengajar baru yang rela tak dibayar demi pendidikan penerus bangsa. 

Para bangsawan dan berbagai pihak yang tersentuh hatinya juga mulai menjulurkan bantuan berupa pendanaan dan juga tenaga. Bahkan salah satu bangsawan lokal ikut menyokong pembangunan gedung sekolah demi kelayakan dan kenyamanan bersama

Setelah berjuang bertahun-tahun, Siti akhirnya berhasil mewujudkan mimpi pendidikannya. Sekolah yang didirikannya kini menjadi salah satu yang terbaik di kabupaten tersebut dan banyak anak-anak desanya yang telah menerima pendidikan yang lebih baik berkat perjuangannya.

Hingga kini sekolah tersebut masih berdiri dan terus menciptakan lulusan terbaik, yang berbudi pekerti luhur. Selain muridnya yang berkualitas, kesejahteraan para pengajar dan staf juga sangat terjamin. Sehingga memupuk semangat para pemuda lokal untuk berjuang di jalur pendidikan.

2. Cerpen 2

Selanjutnya merupakan cerpen sumpah pemuda dengan judul “Persiapan Acara Sumpah Pemuda”:

Pada suatu hari di bulan Oktober, di sebuah SMA di kota kecil yang ramai, sekelompok siswa tengah sibuk merencanakan acara besar yang akan datang. Acara tersebut adalah peringatan hari Sumpah Pemuda dan OSIS SMA tersebut berencana untuk mengadakan pesta yang meriah untuk merayakan momen bersejarah tersebut.

Di ruang rapat yang dihiasi dengan bendera merah putih dan poster bertuliskan “Hari Sumpah Pemuda”, para siswa sedang duduk bersama di sekitar meja bundar, sibuk merencanakan persiapan acara. Seluruh panitia utama mulai melakukan pembahasan terkait acara tersebut.

“Hmmm, kalau begitu sekarang kita harus memastikan apakah semua kebutuhan sudah siap? Kita akan mengadakan perayaan di lapangan sekolah. Apakah ada ide-ide tentang hiburan yang bisa kita siapkan?” Ujar Eka yang tengah memimpin pertemuan rapat pada hari itu.

“Bagaimana kalau kita mengundang band lokal untuk tampil? Atau kita buat sayembara band untuk tiap kelas saja?” jawab Aji sambil mengacungkan jarinya.

“Bagus tuh, solois mode karaoke juga kelihatannya asik?” tambah Rani sambil tersenyum kegirangan.

“Wah, sepertinya itu akan sangat saru! Tapi, sebaiknya kita tampung dahulu dan dengar ide dari yang lain! Sekarang, kita perlu memikirkan makanan dan minuman serta akomodasi untuk guest star yang akan tampil. Apa yang harus kita sediakan? Dan apakah pendanaannya sudah mencukupi?” Sanggah Eka kembali terdengar.

“Kita bisa membeli makanan cepat saji, seperti nasi goreng atau mie goreng, dan minuman ringan. Tergantung guest star yang mau diundang juga sih, kalau dana gimana tuh Mas Tejo” Tanya Ani ke Bendahara Tejo.

“Eh, maaf ku sanggah, apa nggak baiknya kita perlu menyediakan makanan yang lebih sehat, seperti buah-buahan dan jus.”

“Boleh juga, itu akan menjadi menu yang bagus.” ujar Eka pada pernyataan Aji.

“Terkait pendanaan, sepertinya akan cukup sulit! Apalagi jika kita mengandalkan dana yang sekolah berikan. Mungkin kalau mau, kita bisa mencari sponsor, menetapkan tiket masuk, serta meminta aspirasi seluruh siswa untuk kolektif mengundang guest star yang disepakati bersama” ujar bendahara sambil sedikit ragu tergambar di wajahnya.

“Hmmm, pasti bakalan menarik tuh. Masalahnya, bagaimana kita mau menentukan guest starnya? tanya Aji sedikit kebingungan.

“Boleh saja, kalau soal guest star lokal sepertinya saya ada ide dan beberapa kenalan dari list kontak saya! Seru Sastra. 

Tapi, untuk band nasional mungkin masih bisa kita usahakan bersama. Bagaimana kalau kita adakan voting yang diikuti bersama, masing-masing perwakilan kelas bisa menyampaikan selebaran voting dari tiap kelasnya. Tambah Sastra selaku humas dari acara tersebut.

“Boleh juga tuh, ide menarik. Tapi kita perlu menetapkan beberapa kandidat guest star agar votingnya tidak terlalu random!” ujar ketua pelaksana acara.

Lalu, semua panitia mulai mengangguk dan serentak menyetujui hal tersebut. Setelah kandidat guest star sudah ditentukan, lalu ketua panitia mulai menyanggah kembali

“Lalu terkait dekorasi, panggung dan lainnya bagaimana? Apakah ada yang punya ide?

“Untuk peringatan ini, apakah tidak cukup dengan menghias tiap kelas menggunakan barang berbau nasionalisme, Atau kita adakan saja lomba dekorasi kelas, untuk memudahkan pekerjaan panitia” Sanggah Ani dalam rapat tersebut.

“Hmmm boleh saja, tapi kita perlu memastikan bahwa segala persiapan sudah tercukupi. Selain itu masalah panggung dan sound sistem juga kita perlu anggaran lebih!” sanggah Aji menambahkan dengan semangat

Lalu Sastra menggampangkan hal tersebut dan berkata “Tenang! masalah panggung dan sound rebess! Kebetulan abangku punya sewaan sound sistem, tinggal atur saja pendanaannya gimana, mau panggung dan sound seperti apa semua bisa!”

“Oke, itu bagus. Sekarang, siapa yang akan bertanggung jawab atas hal-hal tertentu? Mari kita bagi kelompok panitia untuk mengurus urusannya masing-masing terutama untuk pembuatan proposal, Tejo harus ada yang bantuin!” ujar Eka menyanggah semua saran rekannya!

Kemudian rapat berlanjut dalam pembagian kelompok panitia, dengan tatanan yang telah disepakati bersama. Rancangan tersebut menjadi acuan dalam acara dan terus mendapatkan pembaruan tiap pertemuannya. 

Eka menambahkan untuk terus melakukan komunikasi melalui WA Group, dan selalu mengupdate pekerjaan dari masing-masing kelompok tugasnya. Juga terus melakukan pemantauan bersama untuk saling mengingatkan satu sama lainnya.

Akhirnya satu persatu kebutuhan terselesaikan, mulai dari akomodasi yang mendapatkan sponsor dari beberapa brand dan UMKM lokal, serta beberapa perusahaan besar di daerah tersebut. Dengan dana yang terkumpul, kemudian Tejo dan Eka membagi uang dengan skema prioritas.

Satu minggu menjelang hari H semua kebutuhan sudah terpenuhi, mulai dari pemesanan panggung, sound, dekorasi, tenda tambahan, poster, tiket, kursi dan berbagai kebutuhan lainnya. Tinggal menunggu persiapan dan eksekusi saja

Satu minggu kemudian, acara tersebut berjalan dengan lancar, dihadiri oleh siswa, guru, dan warga sekitar. Ada musik, tarian, dan makanan yang lezat, dan semua orang menikmati hari yang meriah tersebut. Bahkan dari beberapa boot yang kelas adakan, untung besar didapatkan.

Setiap kelas yang berpartisipasi, bahkan menyisihkan 10% keuntungan hari itu untuk kebutuhan kemanusiaan dan santunan anak yatim. Beberapa keuntungan OSIS hari itu sebagian juga disisihkan, serta sisanya digunakan untuk makan-makan sebagai self reward yang OSIS berikan untuk seluruh partisipan.

3. Cerpen 3

Berikutnya adalah cerpen sumpah pemuda dengan judul “Mahasiswa Demi Rakyat”:

Hari itu, Universitas Nusantara sedang ramai-ramainya. Ribuan mahasiswa berkumpul di depan Gedung Perwakilan Rakyat, mengenakan kaos merah dan putih serta mengibarkan spanduk bertuliskan “Mahasiswa Demi Rakyat”. Tajuk demo sendiri membahas kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan harga pangan. 

Di antara kerumunan, terlihat seorang mahasiswa bernama Bagas yang berdiri tegak dan penuh semangat, mulai membakar semangat para kerumunan mahasiswa dengan orasinya

“Kita yang sedang berjuang demi keadilan yang tidak kita dapatkan, dari kebijakan pemerintah yang busuk! Untuk menunjukkan bahwa kita peduli pada keseimbangan perekonomian negara! Bersatu dengan tujuan Satu, Untuk menolak tonggak keputusan yang tak menentu! Membubarkan ketidakadilan untuk kaum miskin yang menderita!”

“Saat para oknum dan oligarki menikmati hasilnya, kaum kecil seperti kita yang jadi sasaran bak seperti samsak hidup yang harus terus terpukul! Kita selaku Mahasiswa, Rakyat dan juga kaum yang tertindas. Bersatu dengan satu kata, TURUNKAN HARGA BBM!”

Teman-temannya tersulut semangatnya den bersorak-sorai setuju dengan mengangkat spanduk mereka lebih tinggi. 

“Halo semuanya, mohon perhatiannya! Demi kebaikan bersama, wakil dari pemerintah akan datang untuk mendengar langsung aspirasi mahasiswa disini. Namun, demi keselamatan dan kemaslahatan bersama, mohon redakan emosi dan  bersikap santun.” Ujar salah satu petinggi di depan gedung tersebut.

Kemudian Bagas kembali menenangkan kerumunan Mahasiswa dengan orasinya yang kembali menggema. Namun detik berganti menit, hingga akhirnya lebih dari 1 jam janji itu hanya semu. Bagas yang tidak sabar menunggu kedatangan wakil pemerintah, lalu terpikirkan sebuah rencana tentang apa yang ingin dia sampaikan.

Akhirnya setiba sang wakil pemerintah tiba di tengah kerumunan, dengan nada santai mereka duduk bersama saling beradu aspirasi. Beliau menerima seluruh mahasiswa dan membaur jadi satu duduk dijalanan. Walaupun Bagas menunjukkan respon yang sedikit diluar dugaan

“Hentikan saja omong kosong itu pak, cukup sudah bapak mencari simpati kami dengan bualan itu. Kami disini hanya ingin tahu, apa yang bisa pemerintah lakukan untuk membantu rakyat yang terkena dampak kenaikan harga BBM?” Ujar Bagas selaku delegasi Mahasiswa.

“Saya selaku wakil pemerintah cukup prihatin atas kejadian di dalam dan di luar pemerintahan, akan saya lakukan semampu saya. Setidaknya, kita juga harus memikirkan kesejahteraan negara secara keseluruhan.” Jawab wakil pemerintah tersebut

“Bukannya kami malu terhadap Indonesia, tapi kami malu dengan para pejuang kemerdekaan. Mereka rela berkorban nyawa, sedangkan pemerintahan sekarang merusaknya? Kita hanya jadi bulan-bulanan keputusan pemerintah yang tak masuk akal, menumpuk hutang besar, tanpa jelas alur uangnya kemana”

“Kita akan mencarikan solusi terbaik untuk semua pihak. Tapi, perlu diingat bahwa saya hanya penyampai pesan dan aspirasi pemerintah, jadi saya tidak bisa mengambil keputusan sepihak tanpa mempertimbangkan dampak yang lebih besar.” Jawab bapak wakil dengan ekspresi yang tenang.

“Seharusnya hal ini sudah kewajiban pemerintah sebelum kita turun tangan. Seperti contohnya mengesahkan UU perampasan harta, untuk para koruptor yang menyengsarakan rakyat.” Ungkap Bagas dengan nada sedikit meninggi.

“Setidaknya kalau nggak mau dihukum mati, ya uang korupsinya di ambil lagi dong!” Ujar salah satu mahasiswa dengan nada yang ketus!

“Saya setuju dengan pendapat dan aspirasi adik-adik mahasiswa, bahkan saya sangat mendukung. Walaupun wakil pemerintah seolah terpecah dalam berbagai fraksi, namun fraksi kami siap untuk mencari solusi yang tepat dalam permasalahan ini.”

“Jadi sebagai wakil pemerintahan, saya mengucapkan terima kasih atas partisipasi adik-adik sekalian.”

Akhirnya dalam beberapa menit obrolan terus berlanjut, hingga amarah mahasiswa kembali mereda. Kemudian Bagas seluruh mahasiswa mulai sedikit tenang dan memutuskan untuk kembali dan mencukupkan demo untuk hari itu. Dengan sedikit senyum dan harapan di wajah mereka, mereka merasa perjuangannya sedikit berhasil.

Pulang dengan memperoleh janji dari pemerintah, untuk mencari solusi bersama secepatnya. Bags merasa bahagia dan bangga dengan apa yang telah dia dan teman-temannya lakukan hari itu. Dia tahu bahwa ini hanya awal dari perjuangan yang lebih besar untuk memperjuangkan hak rakyat Indonesia.

“Wahai rekan-rekanku sekalian, kini kita sudah berhasil! Tapi perlu kita ingat, ini bukanlah akhir, namun baru awal dari perjuangan kita. Kita harus terus berjuang untuk kesejahteraan rakyat kita. Kita harus berdiri tegak dan bersatu untuk memperjuangkan hak-hak bersama.”

Seluruh mahasiswa mengangguk setuju dan berteriak bersama, dengan semangat perjuangan yang masih membara!”

“Ingatlah hari ini dan di detik ini, kita adalah laskar penerus bangsa ini! Kita harus membawa perubahan yang baik untuk negara kita. Jangan pernah takut untuk berbicara dan memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi kebenaran. Hilangkan seluruh angkara pemerintahan, walaupun hanya secuil dari usaha kita yang berhasil”

Teman-temannya menatapnya dengan penuh inspirasi, serta mencorakkan bersama kata kemerdekaan dan yel-yel yang mereka buat.

“Hari ini boleh jadi sudah waktunya kita akhiri perjuangan awal kita. Namun, wajib kita ingat, semaksimal mungkin kita akan perbuat apa yang harus kita perbuat untuk membantu rakyat. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita bersatu dan bekerja sama. Mari bersama-sama membangun negeri ini menjadi lebih baik!”

Teman-temannya bersama-sama mengangkat spanduk mereka dan berteriak dengan penuh semangat, “Mahasiswa Demi Rakyat! Mahasiswa Demi Rakyat! Mahasiswa Demi Rakyat!”

Bagas tersenyum puas melihat semangat teman-temannya. Dia tahu bahwa perjuangan ini belum berakhir, tetapi dia yakin bahwa mereka akan berhasil memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia jika bersatu dan bekerja sama.

4. Cerpen 4

Terakhir adalah cerpen sumpah pemuda dengan judul “Semangat Sumpah Pemuda di Era Milenial”:

Hari yang istimewa itu, tanggal 28 Oktober 2022, tepat 93 tahun yang lalu, Sumpah Pemuda diucapkan oleh para pemuda Indonesia yang ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 

Demi menciptakan sebuah pergerakan, sebuah organisasi kemahasiswaan dari seluruh universitas Indonesia membuat sebuah acara gathering. Yang dihadiri berbagai mahasiswa dari berbagai universitas dalam sebuah gedung aula Universitas ternama di Jakarta.

Selain berkumpul untuk memperingati hari Sumpah Pemuda, mereka juga mengemban niat khusus untuk rapat besar yang membahas masalah demo mahasiswa. Dengan memakai pakaian nasional yang mereka banggakan, mereka berdiri di depan bendera merah putih yang berkibar dengan gagahnya.

Ridwan, seorang mahasiswa Teknik Sipil dan ketua pelaksana acara tersebut memimpin acara hari itu.

Ridwan: “Hari ini kita merayakan hari Sumpah Pemuda yang ke-94. Hari yang  menjadi  awal dari semangat nasionalisme yang begitu kuat dalam diri rakyat Indonesia terbentuk, terutama bagi para pemudanya! Menjadi awal dari kisah kemerdekaan dan apa yang telah kita rasakan hari ini.”

Teman-temannya mengangguk kecil, tanda setuju dan memberikan tepuk tangan.

Ridwan: “Semangat Sumpah Pemuda tidak hanya terbatas pada waktu itu saja. Kita, generasi sebagai milenial, juga harus terus memelihara semangat nasionalisme tersebut. Dengan ini kita mulai rapat hari ini yang akan membahas masalah semangat sumpah pemuda!”

Sari, seorang mahasiswi Hukum, mengangkat tangannya dan menyanggah rapat.

Sari: “Sorry ya Ridwan, apakah semangat nasionalisme itu masih bermakna di zaman sekarang? Bukankah zaman sekarang lebih global dan kita harus memikirkan kepentingan dunia?” tanyanya dengan nada bimbang.

Ridwan tersenyum dan menatap Sari dengan penuh semangat, dia paham betul apa yang ingin dilakukan rekan sejawatnya itu.

Ridwan: “Tentu saja, semangat nasionalisme tidak hanya mengacu pada kepentingan Indonesia saja, tetapi juga kepentingan dunia. Tidak ada yang salah dengan mencintai tanah air dan memperjuangkan kesejahteraan bersama. Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus memelihara semangat tersebut dan bersaing di tingkat dunia.”

Teman-temannya mengangguk setuju dan memberikan tepuk tangan.

Setelah itu, mereka membaca teks Sumpah Pemuda bersama-sama dengan penuh semangat.

Teman-teman: “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa! Tanah Air Indonesia! Kami Pemuda Indonesia Bersumpah Pemuda! Kami Putra-Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia!”

Semangat Sumpah Pemuda kembali terasa dalam diri para mahasiswa tersebut. Mereka menyadari bahwa sebagai generasi penerus bangsa, mereka harus memelihara semangat nasionalisme tersebut agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang lebih baik di masa depan.

Ridwan: “Wahai kawanku, mari kita terus memperjuangkan bangsa ini dengan semangat Sumpah Pemuda. Kita akan menjadi generasi yang akan membawa perubahan yang lebih baik bagi Indonesia.”

Teman-temannya mengangkat tangan mereka dengan penuh semangat dan berseru bersama-sama, “Sumpah Pemuda! Sumpah Pemuda! Merdeka! Indonesia! ! Merdeka! Indonesia! ! Merdeka! Indonesia!”

Kemudian acara inti dilakukan, yakni membahas rancangan demo terkait penolakan RUU Cipta kerja yang akan para mahasiswa lakukan beberapa hari kedepan. Dengan menyalurkan masing-masing aspirasinya para mahasiswa bersatu merumuskan rancangan dan rencana pendanaan demo!

Dengan semangat yang masih menggebu, mereka menyatu dalam kebisingan hingga tak terasa waktu terus berlalu dari pagi hingga menjelang petang. Acara tersebut berakhir dengan sukses dan para mahasiswa merasa lebih semangat untuk terus memperjuangkan Indonesia dengan semangat Sumpah Pemuda. 

Namun, sebelum mereka bubar, mereka berbincang-bincang mengenai semangat Sumpah Pemuda dan bagaimana mereka bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Sari: “Aku jadi sadar bahwa sebagai mahasiswa, kita harus terus mempelajari sejarah Indonesia dan memperjuangkan bangsa ini dengan cara yang tepat.”

Ridwan: “Betul sekali, Sari. Sebagai mahasiswa, kita juga harus menjadi agen perubahan dan mengembangkan kemampuan kita untuk bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara.”

Dito, seorang mahasiswi Sastra, ikut mengutarakan pendapatnya.

Dito: “Dan sebagai mahasiswa, sudah sepatutnya menghindari hal-hal yang tercela dan berpotensi merugikan negara. Misalnya mencontek, datang tidak on time yang menjadi cikal bakal perilaku koruptif.”

Teman-temannya setuju dan mereka merasa semakin termotivasi untuk terus memperjuangkan Indonesia dengan semangat Sumpah Pemuda. Obrolan Pun terus berlanjut, hingga satu persatu mahasiswa itu kembali pulang atau berkegiatan kembali.

Tidak hanya itu, mereka juga memutuskan untuk membuat komunitas yang fokus pada pendidikan dan kemajuan bangsa, dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi Indonesia. Bahkan mereka terus mengkampanyekan aspirasinya dengan baik, di sosial media masing-masing.”

Dengan satu kesatuan, mereka mengutarakan aspirasi dengan cerdas melalui sebuah hashtag #TolakRUUCiptaKerja, #saveIndonesia, #Semangatsumpahpemuda, #mahasiswabersamarakyat yang menimbulkan semangat bersama bagi muda mudi Indonesia. Bahkan beberapa hashtag juga viral di kalangan para influencer muda.

Hingga akhirnya Indonesia menjadi trending teratas di twitter dan tiktok, yang membahas RUU cipta kerja. Walaupun kabar dan simpang siurnya masih menghantui, serta janji manis dan penutupan fakta terus terjadi, namun para mahasiswa masih berdiri tegak menolak dan berjuang untuk kepentingan bersama.

Hal tersebut menunjukkan bahwa semangat Sumpah Pemuda terus hidup dalam diri para generasi milenial. Mereka menyadari bahwa sebagai generasi penerus bangsa, mereka memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan memperjuangkan nasib bangsa ini. Dengan semangat Sumpah Pemuda, mereka masih berjuang hingga kini!

Mana Contoh Cerpen Sumpah Pemuda yang Anda Sukai?

Nah, itulah beberapa cerpen sumpah pemuda yang sangat menginspirasi bagi para muda-mudi penerus bangsa. Tak ada kata terbatas selagi Anda mau memulai dari lingkup terkecil. Mulai dari menjaga lisan dan jempol saat bersosial media dapat memupuk semangat dan nilai Pancasila. Hidup pemuda pemudi Indonesia!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page