Nyata atau Dongeng? 7 Contoh Hikayat Penuh Pesan Moral

Hikayat adalah salah salah satu jenis karya sastra lama yang bercerita tentang sejarah, pesan moral, dan roman yang fiktif. Tidak heran jika jenis karya sastra satu ini dikenal sebagai kisah dongeng. Simak 7 contoh hikayat di bawah ini!

7 Contoh Hikayat yang Penuh Pesan Moral

Berikut 7 contoh teks hikayat lengkap dengan pesan moralnya:

1. Hikayat Hang Tuah

Contoh pertama ada hikayat Hang Tuah. Hikayat satu ini cukup populer, karena menceritakan seorang Laksamana di masa Kesultanan Malaka. Jadi, Hang Tuah menceritakan tentang kesetiaan Hang Tuah terhadap Sri Sultan.

Hang Tuah terkenal sebagai ksatria hebat di masa Kesulitan Malaka. Di saat umurnya menginjak angka 10 tahun, Hang Tuah dan empat orang sahabatnya berlayar ke Laut China.

Dalam perjalanan, Hang Tuah dan keempat sahabatnya diserang oleh gerombolan lanun. Meski begitu, Hang Tuah dan empat orang sahabatnya bisa memberikan perlawanan.

Berita kehebatan dan kegigihannya ternyata sudah sampai di telinga raja. Tidak membutuhkan waktu lama, baginda raja mengundang mereka ke kerajaan. Kemudian, baginda raja mengangkat mereka sebagai anak angkat.

Beberapa tahun kemudian, baginda raja mencari pusat kerajaan baru. Setelah itu, raja ingin meminang Raden Galuh Mas Ayu, putri tunggal Seri Betara Majapahit. Namun, sehari sebelum pernikahan, istana mengalami kegaduhan yang disebabkan oleh Taming Sari.

Hang Tuah berhasil menyelesaikan kegaduhan tersebut dan menukar keris milik Taming. Keberhasilan ini menjadikan dirinya sebagai seorang laksamana sekaligus mendapatkan hadiah keris Taming.

Selama bertahun-tahun Hang Tuah menjadi orang kepercayaan baginda raja. Selain itu, Hang Tuah juga mendapatkan kasih sayang serta perhatian lebih dari raja. Hal ini membuat keempat sahabatnya iri.

Suatu hari, Hang Tuah difitnah karena telah berperilaku tidak sopan terhadap dayang di istana. Baginda raja memberikan hukuman yaitu mengusir Hang Tuah dari istana.

Kemudian, Hang Tuah diangkat oleh Tun Bija Sura di Indrapura sebagai anak angkat. Selang beberapa lama, baginda raja menarik kembali Hang Tuah dan mengizinkannya tinggal di istana.

Hang Tuah kembali difitnah dan membuat raja sangat marah. Raja menyuruh untuk membunuh Hang Tuah. Namun, berkat Tuan Bendahara, Hang Tuah akhirnya mengungsi ke Hulu Malaka.

Selama Hang Tuah pergi meninggalkan istana, posisinya digantikan oleh Hang Jebat. Karena pemabuk berat, raja tidak betah dengan perilaku Hang Jebat. Baginda raja meminta Hang Tuah untuk mengalahkan Hang Jebat lewat pertarungan.

Hang Tuah memenangkan pertarungan tersebut. Sang sahabat, Hang Jebat, mati di pangkuan Hang Tuah. Karena menang, Hang Tuah kembali menjabat sebagai laksamana.

Suatu hari ketika baginda raja dan istri sedang berlayar, tiba-tiba mahkota raja terjatuh. Hang Tuah sudah berusaha keras mengambil mahkota tersebut, tapi gagal karena diserang oleh buaya putih.

Selain mahkota milik raja, keris Taming Sari milik Hang Tuah juga hilang. Tidak lama selepas kejadian tersebut, Hang Tuah dan baginda raja sering sakit-sakitan. Meski dalam keadaan sakit, Hang Tuah tetap melaksanakan perintah dari baginda raja untuk memimpin perang saat melawan bangsa Portugis.

Pesan moral dari contoh hikayat di atas adalah tetap berbuat baik meski mendapatkan celaan dan fitnahan. Selain itu, sifat pemaaf dari Hang Tuah juga bisa dijadikan sebagai contoh.

2. Hikayat Putri Kemuning

Hidup seorang raja yang bijaksana dan memiliki 10 orang putri yang cantik. Semua putri raja memiliki nama berdasarkan warna, yaitu Putri Jambon, Nila, Jingga, Ungu, Hijau, Biru, Kelabu, Merah Merona, Oranye, dan Putri Kuning.

Kebahagiaan raja kurang lengkap karena istrinya meninggal saat melahirkan Putri Kuning. Karena sibuk mengurus istana, kesepuluh putrinya diasuh oleh para pengasuh.

Semua putri raja, kecuali Putri Kuning, tumbuh dengan manja dan saling bertengkar. Ketika raja ingin berpergian, sembilan putrinya meminta barang-barang mahal sebagai oleh-oleh.

Namun, Putri Kuning tidak meminta apa-apa. Putri Kuning hanya ingin ayahnya kembali dengan selamat.

Selama raja pergi, Putri Kuning sedih melihat kakak-kakaknya yang hanya bersenang-senang dan memerintahkan pelayanan seenaknya. Suatu ketika, Putri Kuning membersihkan taman kesayangan raja, tapi justru mendapat respon tidak menyenangkan dari kesembilan kakaknya.

Ketika raja kembali, raja memberikan hadiah kepada Putri Kuning berupa kalung permata berwarna hijau. Namun, Putri Hijau merasa iri dan menghasut saudara lainnya dan mengatakan bahwa Putri Kuning mencuri kalung tersebut.

Kesembilan putri raja memberikan pelajaran kepada Putri Kuning, yaitu merampas kalung tersebut secara paksa. Mereka tidak sengaja memukul bagian kepala Putri Kuning hingga akhirnya meninggal.

Karena panik, kesembilan putri tersebut menguburkan Putri Kuning di taman. Tidak ada satu pun yang berani buka mulut mengenai peristiwa tersebut.

Sudah hitungan bulan raja mencari keberadaan Putri Kuning, tapi tidak ada hasil. Pada suatu ketika, tumbuhlah tanaman berwarna kuning dan beraroma harum di atas pusara tanah Putri Kuning. Raja merawat tanaman tersebut dan menamainya Kemuning.

Pesan moral dari contoh hikayat di atas adalah saling menyayangi saudara. Selain itu, sebagai orang tua juga harus bertanggung jawab mendidik dan merawat anak-anaknya meski sangat sibuk.

3. Hikayat Enam Ekor Lembu yang Pintar Bicara

Di suatu pagi yang cerah, Sultan Harun Al-Rasyid memanggil Abu Nawas ke istana. Sultan Harun ingin menguji kecerdasan Abu Nawas.

Sampainya Abu Nawas di istana, Sultan pun berucap, “Wahai Abu Nawas, aku menghendaki enam lembu dengan jenggot yang pandai bicara. Bisakah kau mendatangkannya dalam kurun waktu seminggu? Jika gagal, aku akan memenggal lehermu!”.

Abu Nawas pun menuruti kehendak Sultan Harun, lalu pamit untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Abu Nawas duduk terdiam dan merenungkan kehendak Sultan Harun.

Abu Nawas tidak keluar rumah hingga menimbulkan berbagai pertanyaan. Setelah seminggu berdiam diri, Abu Nawas keluar dan pergi ke istana.

“Wahai orang-orang muda, hari apakah hari ini?” tanya Abu Nawas.

Tidak ada satu pun yang bisa menjawab pertanyaannya.

“Menjawab begitu saja kalian tidak bisa. Kalau begitu, marilah kita menghadap ke Sultan Harun Al-Rasyid untuk mencari jawaban yang sesungguhnya,” ucap Abu Nawas.

Istana Baghdad pun dipenuhi oleh warga yang ingin melihat Abu Nawas membawa enam ekor lembu berjenggot.

“Hai Abu Nawas, di mana lembu yang memiliki jenggot dan lihai berbicara itu?” tanya Sultan Harun.

Abu Nawas menunjuk keenam orang yang datang bersamanya. Sultan Harun pun bingung dan murka.

Abu Nawas pun berujar, “Jikalau mereka manusia, tentu tahu bila hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku bertanya tentang hari lain, maka mereka akan tambah pusing.”

“Apakah mereka manusia atau binatang?” tanya Abu Nawas.

“Wahai Tuanku, inilah lembu jenggot yang pintar bercakap itu,” lanjutnya.

Abu Nawas pun bebas dari hukuman dan berhasil mendapatkan hadiah sebanyak 5.000 dinar dari Sultan Harun.

Pesan atau nilai dari contoh hikayat tersebut adalah jangan suka menguji kecerdasan dan kesabaran orang lain, meski memiliki jabatan yang tinggi.

4. Hikayat Tentang Pengembara

Tiga orang pemuda bernama Ifan, Sigit, dan Aldi sedang berkeliaran. Di perjalanan, mereka membawa makanan, seperti nasi, daging, susu, dan buah-buahan. Mereka menyantap makanan tersebut sambil beristirahat.

Suatu hari mereka sampai di hutan yang lebat. Kemudian mereka kelaparan, tapi semua makanan yang dibawa ternyata sudah habis tak tersisa. Di dalam hutan tidak ada satu pun manusia yang tinggal untuk dimintai pertolongan.

Ifan dan Sigit pun berharap bisa menyantap nasi dan ayam goreng sendiri tanpa perlu berbagi. Sedangkan Aldi, ia hanya berharap semangkuk nasi dan lauk yang cukup.

Tiba-tiba saja tiga daun terjatuh dan berubah menjadi makanan. Ketiganya pun menyantap makanan tersebut. Porsi Aldi sudah habis, sedangkan Ifan dan Sigit masih banyak.

Keduanya tidak sanggup untuk menghabiskan makanan yang mereka ucapkan tadi. Tiba-tiba sisa makanan tersebut marah dan mengamuk kepada Ifan dan Sigit hingga keduanya tidak bisa melanjutkan perjalanan.

Pesan dari contoh hikayat di atas adalah jangan bersikap tamak, khususnya perihal makanan.

5. Contoh Hikayat Abu Nawas dan Lalat

Suatu hari baginda raja membongkar rumah dan tanah Abu Nawas untuk menemukan emas dan permata. Namun, ternyata emas dan permata yang katanya berada di dalam tanah milik Abu Nawas hanyalah rumor.

Setelah tidak menemukan emas dan permata, raja tidak meminta maaf atau mengganti kerugian, tapi malah pergi begitu saja.

Abu Nawas pun murka dan ingin balas dendam kepada raja. Ketika sedang makan bersama istrinya, dia menemukan seekor lalat di meja makan. Abu Nawas pun tertawa, karena menemukan ide untuk balas dendam.

Keesokan harinya, Abu Nawas mengaku hendak melaporkan perlakuan tamu tidak diundang kepada raja, yaitu lalat-lalat yang jumlahnya sangat banyak. Abu Nawas pun meminta izin kepada raja untuk mengusir lalat-lalat tersebut.

Baginda raja yang sedang berkumpul bersama para menteri pun langsung memerintahkan Abu Nawas untuk mengusir lalat tersebut. Bermodalkan tongkat besi, Abu Nawas pun mengejar dan memukuli lalat tersebut hingga vas bunga, patung hias, dan peralatan istana hancur.

Pesan moral dari contoh hikayat Abu Nawas dan lalat adalah jangan bersikap tidak baik terhadap orang lain. Jika melakukan kesalahan, harus mau meminta maaf dan bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.

6. Hikayat Seorang Lelaki dan Rumah Sempit

Dikisahkan seorang lelaki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki tersebut ingin mengeluh kepadanya tentang masalah yang sedang dihadapinya. Ia pun merasakan sedih dikarenakan rumahnya sangat terasa sempit ketika ditinggali oleh banyak orang.

“Wahai Abu Nawas, saya memiliki seorang istri dan 8 orang anak, tetapi rumah saya sangat sempit. Setiap hari mereka mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di rumah tersebut. Kami pun ingin pindah dari rumah tersebut, tetapi kami tidak memiliki banyak uang. Jadi, apa yang bisa saya lakukan?” tanyanya.

Abu Nawas pun berpikir sejenak. Tidak lama kemudian munculah ide di dalam kepalanya.

“Kamu memiliki domba di rumah?” tanya Abu Nawas kepada lelaki tersebut.

“Aku tidak menaiki domba, oleh karena itu saya tidak mempunyainya,” jawab lelaki tersebut.

Ketika mendengar jawaban dari lelaki itu, Abu Nawas pun meminta lelaki itu untuk membeli seekor domba dan menyuruhnya agar menaruhnya di rumah.

Lelaki tersebut mengikuti saran dari Abu Nawas. Ia pun pamit pulang dan pergi untuk membeli domba. Esok harinya, ia kembali datang ke rumah Abu Nawas.

“Abu Nawas, bagaimana ini? Nyatanya rumahku jadi semakin sempit dan juga berantakan,” ucapnya.

“Ya sudah. Kalau begitu cobalah membeli 2 ekor domba lagi dan pelihara di rumahmu juga,” jawab Abu Nawas.

Lelaki itu pamit pulang dan pergi ke pasar untuk membeli 2 ekor domba. Namun, rumahnya jadi semakin sempit. Lelaki itu pun jengkel dan kembali ke rumah Abu Nawas. Lalu, Abu Nawas pun menyuruh lelaki itu untuk menjual seluruh domba-dombanya.

Esok harinya, Abu Nawas dan lelaki itu bertemu lagi. Abu Nawas pun menanyakan bagaimana keadaan rumah lelaki itu sekarang.

“Setelah aku menjual semua domba tersebut, rumahku jadi lebih nyaman untuk ditinggali. Istriku pun juga tidak lagi marah-marah,” jawab lelaki tersebut sambil tersenyum.

Pesan moral dari contoh hikayat Abu Nawas di atas adalah mensyukuri segala sesuatu yang sudah dimiliki. Dengan begitu, kita tidak akan pernah merasa kurang.

7. Hikayat Datuk Tuan Budian

Sebuah kampung bernama Karangkupa memiliki pantai yang sangat indah. Namun, pedagang dari arah Tanah Melayu yang melintasi daerah tersebut menamainya dengan nama Kampung Karangputih.

Sebab, ada sebuah batu karang berdiri kokoh di tepi pantai. Karang itu seolah-olah menghadang gulungan ombak tinggi dari arah Laut Semangka. Meskipun selalu diterjang ombak, batu karang itu tetap berdiri dengan kokoh.

Menurut cerita turun temurun, mengisahkan bahwa batu karang tersebut berasal dari sebuah kapal dari benua seberang. Kapal itu ternyata kandas di pantai Kampung Karangkupa karena diterjang oleh badai besar.

Setelah sekian lama, bangkai kapal tersebut berubah menjadi batu karang yang menjulang tinggi di bibir pantai.

Awalnya, batu karang tersebut berwarna dasar sangat putih. Namun, guyuran air hujan, sinar matahari, dan terjangan ombak pantai membuat warnanya jadi tidak seputih dulu lagi.

Bagi para pelaut, karang putih tersebut menjadi penanda arah ketika sedang berlayar. Hingga akhirnya, orang-orang lebih mengenal kampung di tepi pantai tersebut dengan nama Karangputih dan perlahan melupakan nama Karangkupa.

Desa Karangputih sangat subur. Tanahnya berwarna kehitam-hitaman, karena mengandung banyak humus, sehingga sangat baik untuk bercocok tanam. Warga di desa ini sangat rajin bekerja. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani.

Mereka menanam berbagai jenis tanaman, mulai dari kopi, lada, dan palawija. Sebagian lainnya bekerja sebagai nelayan. Mereka pergi ke laut setiap hari untuk menangkap ikan.

Petani dan nelayan saling bertukar hasil pertanian dan tangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Penduduk desa Karangputih pun hidup rukun dan saling bergotong royong.

Jika ada salah satu warga yang mengalami kesusahan, ia akan dibantu bersama-sama. Sebaliknya, jika ada yang mendapat kebahagiaan, yang lain juga ikut merasakan kebahagiaan itu.

Sayangnya, kerukunan penduduk desa Karangputih tidak dilengkapi dengan keamanan. Bajak laut yang mereka kenal dengan nama bajau sering mengganggu ketenangan penduduk desa tersebut.

Pertempuran antara penduduk dan para bajau pun tidak bisa dihindari. Pada saat pertempuran, penduduk lebih sering mengalami kekalahan. Kemampuan bertempur para bajau lebih tinggi, karena mereka sudah terlatih dibandingkan penduduk desa Karangputih.

Serangan bajau-bajau membuat hati penduduk desa Karangputih resah dan tidak tenteram. Warga pun terpaksa membiarkan harta benda mereka diambil oleh para bajau tanpa memberi perlawanan.

Gangguan di desa Karangputih tidak hanya datang dari para bajau. Desa Karangputih juga banyak didiami oleh bangsa siluman yang sangat ganas.

Dukun diminta untuk mengusir siluman, tetapi belum ada hasil. Pawang dan orang sakti pun juga diminta untuk mengalahkan para siluman, tetapi semuanya gagal dan kembali dengan tangan kosong.

Mereka tidak sanggup menghadapi para siluman ganas tersebut. Berita tentang gangguan bajau hingga siluman membuat Desa Karangputih semakin angker. Oleh sebab itu, sedikit orang yang berkunjung ke sana dan membuat daerah tersebut semakin terkucilkan.

Pesan moral dari contoh hikayat di atas adalah ketentraman hidup akan semakin lengkap jika diimbangi dengan ibadah dan doa kepada Tuhan. Selain itu, hikayat di atas juga memberi pembelajaran bahwa kita tidak boleh lengah dan terus waspada.

Manakah Contoh Hikayat yang Menginspirasimu?

Mulai dari Hikayat Hang Tuah hingga Hikayat Datuk Tuan Budian tersirat pesan moral yang bisa kamu ambil pelajaran. Semoga teks hikayat di atas bisa menginspirasimu.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page