Hukum Pajak dalam Islam Serta Dalilnya!

Banyak yang belum mengetahui seperti apa hukum pajak dalam Islam. Dalam bahasa Arab, kata pajak disebut ad-dharibah yang artinya pungutan biaya terhadap rakyat yang dilakukan oleh penarik pajak. 

Dalam sejarah, pajak tersebut hanya berlaku untuk kaum non muslim. Mereka membayar pajak demi keamanan dan kenyamanannya menjalani hidup di tengah kaum muslimin. Akan tetapi, saat ini masyarakat Islam pun dituntut untuk membayar pajak. Lalu seperti apa hukum bayar atau pungutan pajak tersebut?

Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib rakyat pada pemerintah yang sifatnya memaksa. Menurut UU perpajakan yang terbaru, sebenarnya pembayaran pajak bukan kewajiban saja melainkan hak seluruh masyarakat agar berperan di dalam pembiayaan negara serta pembangunan nasional.

Meskipun pajak merupakan sesuatu yang perannya dianggap sangat penting, nyatanya banyak masyarakat yang enggan membayar pajak. Belum lagi dengan para oknum yang melakukan tindakan korupsi terhadap pajak tersebut semakin membuat masyarakat tidak ingin bayar pajak.

Baru-baru ini bahkan viral pejabat pajak yang pamer harta kekayaan. Ironisnya lagi, dia bahkan tidak patuh membayar pajak. Tentu saja kabar tersebut langsung membuat masyarakat emosi dan semakin meragukan kira-kira pajak negara selama ini dibuat untuk keperluan apa, mengingat kurang atau bahkan tidak ada transparansi secara jelas terhadap rakyat.

Di sisi lain, rakyat biasa yang tidak membayar pajak akan terkena sanksi administrasi maupun pidana pajak. Untuk pemberian sanksi tersebut tentunya menyesuaikan kesalahan maupun kelalaian wajib pajak tersebut.

Lalu bagaimana Islam memandang pungutan pajak tersebut? Berikut pembahasan tentang bagaimana hukum membayar pajak.

Bagaimana Hukum Pajak dalam Islam

Terdapat pertanyaan menarik dari seseorang bernama Charles Tilly. Dia merupakan teoritikus demokratis terkenal. Adapun pertanyaannya yaitu “Meskipun kita semua layaknya dirampok pemerintah dengan beragam alasan yang bahkan kita tak tahu sendiri maksudnya. Akan tetapi, mengapa kita serta para leluhur kita harus tetap membayar pajak?” 

Sebenarnya pertanyaan Charles Tilly merupakan pertanyaan yang sama dengan masyarakat umum yang belum paham seputar dunia perpajakan. Pertanyaan ini memang wajar untuk orang-orang yang belum tahu untuk apa saja pajak yang telah dibayarkan masyarakat pada pemerintah.

Sebenarnya terdapat dua pendapat terkait hukum bayar pajak dalam Islam. Ada pendapat yang mengharamkan dan ada juga pendapat yang menghalalkan. 

1. Hukum Pajak dalam Islam adalah Haram

Pendapat pertama yaitu membayar pajak merupakan sebuah tindakan yang diharamkan. Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi yang artinya:

Janganlah kalian berbuat zalim (beliau mengucapkannya tiga kali). Sesungguhnya tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.” (HR. Imam Ahmad V/72 no.20714).

Berdasarkan keterangan hadis tersebut, pajak yang sekarang dibebankan pada umat Islam tidak seharusnya dipungut. Mengapa? Karena pungutan pajak tersebut tidak berdasarkan musyawarah dengan umat Islam terkait kerelaan hartanya untuk ditarik atau dibayarkan kepada negara.

Kemudian imam Muslim juga meriwayatkan hadis terkait dilaksanakannya hukum rajam bagi pelaku zina. Ketika wanita tersebut sudah mendapatkan hukuman untuk dirajam, lalu datanglah sahabat Nabi Khalid bin Walid. Beliau menghampiri wanita tersebut dan melemparkan batu menuju arahnya.

Darah wanita tersebut mengenai baju Khalid. Lalu Khalid marah dan mencacinya. Kemudian Rasulullah bersabda: 

“Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya seorang pemungut pajak bertaubat sebagaimana taubatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim III/1321 no: 1695, dan Abu Daud II/557 no.4442).

Bukan sampai di situ, bahkan Rasulullah sangat tegas terhadap orang-orang yang mengambil pajak dengan cara zalim. Mereka tersebut telah melakukan perbuatan dosa dan agar segera bertobat.

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” (HR Bukhari kitab Al-Buyu: 7).

2. Hukum Pajak dalam Islam adalah Halal

Kemudian untuk pendapat yang kedua, membayar atau memungut pajak merupakan sesuatu yang dihalalkan. Akan tetapi, hal tersebut berdasarkan syarat serta kondisi tertentu. Misalnya ketika negara tersebut memang benar-benar memerlukan pajak maupun dalam kondisi genting ketika negara tidak memungut pajak.

Hal tersebut berdasarkan dalil Al-Quran, yaitu:

لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Q.S. Al Baqarah:177).

Dalil yang kedua, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menolong mereka yang memerlukan. Terutama jika negara dalam kondisi genting maka semua rakyat wajib membantu. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah boleh memungut pajak demi keselamatan negara.

Bahkan perbuatan tersebut masuk dalam kategori jihad dengan harta. Ini berdasarkan dalil Al-Quran yaitu:

ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (Q.S. At Taubah:41).

Hukum Negara Tetap Memungut Pajak Padahal Kas Negara Melimpah

Berdasarkan uraian pendapat yang memperbolehkan, negara boleh memungut pajak asalkan dalam kondisi atau situasi genting. Lalu, bagaimana jika negara tersebut tetap memungut pajak sementara kas negara melimpah ruah?

Sebenarnya hal tersebut tidak diperbolehkan karena tergolong zalim kepada rakyat. Akan tetapi, ketika pemimpin tersebut adalah muslim maka rakyat tidak boleh melawan. Bahkan ketika Rasulullah ditanya apakah boleh melawan pemimpin yang zalim, beliau menjawab: 

“Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat”.

Dalam hadis yang lain, Rasulullah bersabda: 

“Akan datang sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku dan juga tidak melaksanakan tuntunanku. Dan kelak akan ada para pemimpin yang hatinya seperti hati setan dalam jasad manusia.

Maka aku (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku mendapati hal ini?” Beliau bersabda: “Hendaklah engkau mendengar dan taat kepada pemimpinmu walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, tetaplah dengar dan taat kepadanya.” (HR. Muslim III/1475 no.1847 dari Hudzaifah Ibnul Yaman radliyallahu’anhu).

Sudah Paham tentang Hukum Pajak dalam Islam?

Sekian informasi tentang bagaimana hukum bayar pajak dalam Islam. Berdasarkan uraian tersebut, ulama terbagi dalam 2 pendapat berbeda. Ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan. Untuk yang membolehkan pun berdasarkan syarat tertentu.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page