Salah satu hal yang sangat diperhatikan dalam ajaran agama Islam adalah menjaga kebersihan dan kesucian secara jasmani maupun batin. Berbagai tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam menjadi panduan umat muslim dalam penerapan kebersihan, termasuk diantaranya adalah istinja.
Agar kamu paham mengenai penerapannya, simak pembahasan yang lebih rinci di sini, yuk!
Daftar ISI
Apa yang Dimaksud dengan Istinja?
Dalam bahasa Indonesia, istinja serupa dengan kata bercebok. Sementara dalam istilah syariat Islam, artinya adalah membersihkan najis yang keluar dari dua jalan, yaitu jalan depan (kubul atau kemaluan) dan belakang (dubur).
Proses ini dikenal pula dengan istilah istithabah. Sebagian kalangan ulama menyamakannya pula dengan istijmar. Tetapi, salah satu ulama besar umat Islam, Imam Nawawi rahimahullah, membedakan antara istithabah atau istinja dengan istijmar.
Menurut penjelasan beliau yang dikutip dalam sebuah kajian Islam tentang adab buang hajat, istithabah adalah tindakan membersihkan najis yang keluar dari dua jalan, bisa dilakukan menggunakan air maupun batu.
Sedangkan istijmar adalah usaha membersihkan najis dari dubur maupun kubul menggunakan batu saja. Alasannya, karena pada awalnya, istijmar memang dilakukan dengan menggunakan batu saja.
Apa Hukum Istithabah?
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa’i dan Abu Dawud, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Apabila salah seorang dari kalian pergi untuk buang hajat, maka hendaklah dia melakukan istithabah dengan tiga batu, karena sesungguhnya tiga batu itu cukup bagi dia.”
Kalimat di atas merupakan kalimat perintah. Dalam Islam, kalimat perintah mengabarkan sesuatu yang hukumnya adalah wajib. Oleh karenanya, secara singkat para ulama menyimpulkan bahwa istithabah atau bersuci dari najis hukumnya adalah wajib bagi umat muslim.
Apa saja Adab Istinja?
Sebuah hadist dari Salman radhiyallahu ‘anhu, salah seorang sahabat, menjelaskan tuntunan Rasulullah terkait cara menyucikan diri dari najis yang keluar dari kemaluan maupun dubur, yang artinya:
“Dari Salman, dia berkata bahwa ada yang bertanya padanya, “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun dalam hal buang kotoran?”
Salman menjawab, “Iya. Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar maupun air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan kanan.
Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan kurang dari tiga batu. Begitu pula kami dilarang beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang”.
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menjadi dasar terkait beberapa hal mendasar, tentang cara membersihkan diri dari najis. Baik yang keluar dari belakang maupun depan, untuk kamu perhatikan yang telah Rasulullah ajarkan. Di antaranya ada dalam penjelasan berikut ini:
1. Larangan Menggunakan Tangan Kanan
Pada hukum asalnya, beristinja tidak boleh kamu lakukan dengan tangan kanan. Jadi, ketika bercebok, gunakanlah tangan kiri untuk membersihkan najis yang keluar dari kemaluan maupun dubur. Sedangkan tangan kanan, kamu gunakan untuk membasuhkan atau menyiramkan air.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda untuk menekankan tentang hal ini dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah yang artinya adalah sebagai berikut:
“Jangan sampai salah seorang dari kalian memegang zakarnya ketika dia kencing dengan tangan kanannya. Jangan sampai juga dia membersihkan kotorannya dengan tangan kanannya. Dan jangan sampai dia mengeluarkan napas ketika dia minum di wadah minumnya”.
2. Perintah Menggunakan Tiga Batu
Dalam hadis di atas disebutkan larangan bersuci dengan batu kurang dari tiga buah.
3. Mencipratkan Air ke Kemaluan (Farji atau Dzakar)
Mencipratkan air ketika selesai istinja yang utama adalah tindakan antisipasi dari was-was. Pasalnya, ada sebagian orang yang merasa ada air yang keluar dari kemaluan setelah beristinja, walau pada kenyataannya tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan was-was.
Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah mempraktekan adab ini untuk mengajarkan cara menghindari was-was selepas istinja.
Dalam sebuah hadis dari Al Hakam bin Sufyan As – Tsaqafi, beliau berkisah yang artinya adalah:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila kencing, beliau berwudhu dan memercikkan air pada kemaluan”.
Bagaimana Jika Membersihkan Najis dengan Air?
Melihat penjelasan ajaran yang disebutkan lewat hadis-hadis di atas, kamu mungkin bertanya-tanya, bagaimana jika bersuci atau bercebok menggunakan air seperti yang sudah lumrah kaum muslimin lakukan?
Ternyata, para ulama berpendapat bahwa membersihkan najis dari badan menggunakan air adalah yang paling sempurna atau afdal. Pasalnya, ada sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan sebuah ayat berisi pujian Allah untuk penduduk Quba.
Arti dari ayat yang dimaksud adalah: “Di daerah Quba tersebut ada orang-orang yang mereka senang membersihkan diri mereka”. Allah Subhanahu wa ta’ala memuji penduduk Quba, karena suka membersihkan diri.
Kemudian, Abu Hurairah berkata, yang artinya: “Penduduk daerah Quba itu mereka dulu senang beristinja’ dengan air. Maka turunlah ayat ini (yang artinya telah disebutkan di atas)”.
Tidak hanya itu, pembahasan di laman Rumaysho tentang Matan Taqrib: Istinja dan Adab Buang Hajat menyebutkan pula, bahwa air punya sifat menghilangkan bentuk najis dan bekasnya.
Syarat-Syarat Benda yang Dapat Digunakan untuk Istithabah
Jika tidak ada air ataupun batu yang dapat kamu gunakan untuk istinja, benda apa yang bisa gunakan? Faktanya, syariat Islam juga sudah mengatur hal ini lho. Berikut ini beberapa kriteria dasar benda yang dapat kamu gunakan untuk bercebok:
- Padat
- Suci (bukan makanan atau kotoran hewan atau tulang)
- Dapat mengangkat najis
- Bukan benda yang dimuliakan (seperti kertas yang bertuliskan lafaz Allah atau buku yang di dalamnya ada sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam)
Ada beberapa hadis dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yang menekankan kriteria benda yang bisa kamu gunakan untuk bersuci dari najis, yaitu:
1. Hadis Terkait Kriteria Benda yang Suci untuk Membersihkan Najis
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, yang artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak buang hajat, lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga batu, kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga.
Lalu, saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya berkata, “Ini kotoran menjijikkan.””.
2. Hadis yang Menunjukkan Larangan Menggunakan Kotoran dan Tulang untuk Bersuci
Ad-Daruquthni meriwayatkan dan mensahihkan sebuah hadis, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang istinja’ dengan tulang atau kotoran binatang, seraya bersabda, “Tulang dan kotoran binatang tersebut tidak menyucikan.”.
Adab Buang Hajat Menurut Syariat Islam
Berhubung istinja berkaitan erat dengan buang hajat, maka kamu juga perlu mengenal beberapa adab atau tata cara untuk buang hajat berdasarkan tuntunan nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, yaitu:
1. Tidak membawa sesuatu yang memiliki tulisan atau lafaz Allah di dalamnya.
2. Membaca basmallah dan doa “Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits” sebelum memasuki kamar kecil.
3. Melangkahkan kaki kiri terlebih dahulu ketika memasuki kamar kecil dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar.
4. Menjauh dari manusia, agar tidak terlihat ketika buang hajat di area terbuka.
5. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat jika membuang hajat di tempat terbuka.
6. Tidak berbicara kecuali dalam keadaan darurat.
7. Tidak membuang hajat di tempat lewat atau berteduhnya manusia. Orang yang membuang hajat di jalan atau tempat berteduh dan bernaung manusia, masuk dalam golongan al la’nain, yaitu orang yang dilaknat oleh orang lain.
8. Tidak membuang hajat di air yang tidak mengalir. Jabir radhiyallahu ‘anhu menyebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Beliau melarang kencing di air yang menggenang”.
9. Membaca doa yang Nabi contohkan ketika keluar kamar kecil, yaitu “ghufranaka”, yang artinya: “Ya Allah, aku memohon ampunan Mu”. Allah memudahkan manusia mengeluarkan kotoran dari badannya, maka doa ini meminta Allah mengampuni dosa-dosanya, seperti ketika Allah memudahkan mengeluarkan kotoran.
Jangan Remehkan Urusan Istinja!
Syariat juga menunjukkan wajibnya menutupi diri ketika buang hajat. Terlebih lagi, tidak beristinja setelah buang hajat, bahkan buang air kecil sekalipun ternyata termasuk dalam dosa besar. Kelalaian seperti ini bisa menyebab siksa kubur, lho. Untuk itu, perhatikan baik-baik tempat ketika hendak membuang hajat dan pastikan badan serta pakaian terhindar dari cipratan dan lakukan istinja sesuai dengan tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.