Apa itu Koherensi dalam Interpretasi Hukum? Pengertian, Fungsi, Metode & Contohnya

Dalam memecahkan sebuah perkara, hakim harus mampu mengambil putusan dengan menggunakan penafsiran yang sesuai dengan peraturan berlaku. Kondisi ini berhubungan dengan penerapan koherensi dalam interpretasi hukum yang berarti hakim harus konsisten dan menjaga kesatuan saat pengambilan keputusan hukum.

Kamu dapat memahami tentang arti dari istilah tersebut beserta fungsi, contoh, dan metodenya lewat pembahasan berikut. 

Definisi Koherensi dalam Interpretasi Hukum

Koherensi dalam Interpretasi Hukum
Koherensi dalam Interpretasi Hukum | Image Source: Unsplash

Pada dasarnya, semua hakim di Indonesia memiliki kewajiban dan hak untuk menerapkan penafsiran peraturan. Tujuannya adalah agar mereka dapat mengambil putusan yang sesuai hukum dan adil. Sementara itu, penafsiran hukum adalah proses seorang hakim dalam merumuskan putusan yang penerapannya kurang sesuai pada peristiwa tertentu.

Untuk arti dari koherensi dalam interpretasi hukum yaitu upaya dalam mempertahankan kesatuan dan konsistensi saat pengambilan keputusan. Dalam hal ini, putusan tersebut harus sesuai peraturan penerapan ketetapan yang konsisten, sehingga dapat memberikan ketegasan peraturan untuk masyarakat.

Pasal 16 Undang-Undang No.48 Tahun 2009 menyatakan bahwa hakim wajib untuk tidak menolak untuk mengadili perkara dengan alasan tidak lengkap, atau tidak ada di Undang-Undang yang mengaturnya. Akibatnya, hakim wajib mengadili dan memeriksa. Maka, masyarakat tidak akan tertinggal dengan ketidakpastian hukum.

3 Fungsi Pokok Penerapan Koherensi dalam Interpretasi Hukum 

Fungsi Penerapan Koherensi dalam Interpretasi Hukum
Fungsi Penerapan Koherensi dalam Interpretasi Hukum | Image Source: Pexels

Koherensi dalam interpretasi hukum berperan penting dalam pengambilan keputusan hakim. Salah satunya, dengan pernyataan bahwa hakim sebagai penegak keadilan wajib menginvestigasi dan mengikuti nilai hukum dalam Undang-Undang Pasal 27 no. 14 tahun 1970. Peraturan yang berlaku harus aktif dan sesuai kondisi masyarakat.

Selain itu, beberapa ahli menyatakan bahwa Undang-Undang tidak pernah sempurna. Oleh karena itu, hakim memiliki kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan realitas yang ada di masyarakat agar dapat dengan mudah mengambil keputusan yang sesuai dengan hukum. 

Berikut adalah beberapa fungsi dari koherensi dalam penafsiran hukum. 

1. Menjauhkan dari Diskriminasi

Fungsi pertama dari koherensi dalam interpretasi hukum adalah untuk menjauhkan keputusan yang diambil tidak mendiskriminasi. Oleh karena itu, keputusannya harus sama kepada semua orang pada kondisi yang sama. Akan tetapi, jika ada perbedaan keputusan maka harus menjelaskan alasan jelas dan objektif pada keputusan itu.

2. Menyediakan Kepastian Hukum

Memberikan kepastian hukum juga merupakan salah satu fungsi pokok dari adanya koherensi penafsiran hukum. Sistem hukum yang baik wajib memiliki aturan yang nyata dan jelas untuk semua masyarakat. Keputusan dari hakim harus membuat orang-orang mudah mengerti dan paham alasannya.  

3. Mempertahankan Kesatuan dan Ketetapan

Koherensi dalam interpretasi hukum juga harus dapat menjaga kesatuan dan tetap konsisten saat pengambilan keputusan hukum. Hakim wajib menjaga keteraturan saat memutuskan suatu perkara, dan tidak boleh membedakan. Selain itu, putusan tersebut harus sesuai dengan keputusan sebelumnya dan tidak bertentangan.

3 Contoh Keutuhan dalam Penafsiran Hukum

Keutuhan dalam Penafsiran Hukum
Keutuhan dalam Penafsiran Hukum | Image Source: Freepik

Kamu bisa lebih memahami  fungsi dan penerapan koherensi dalam interpretasi hukum lewat contoh penerapannya dari seorang hakim yang bertugas memutuskan dalam sebuah perkara peradilan berikut ini.  

1. Menyingkirkan Diferensiasi

Untuk menghindari perbedaan pada golongan tertentu yang menyebabkan diskriminasi, hakim tidak boleh membedakannya. Apabila hakim mengambil keputusan yang berbeda pada sebuah perkara yang sama oleh dua orang berbeda, maka kondisi ini menunjukkan sikap diskriminatif hakim pada satu orang tertentu.

2. Memberikan Ketegasan Hukum

Dalam memutuskan hukum, hakim wajib bersikap secara tegas dan pasti. Misalnya, apabila hakim mengambil keputusan tetapi tidak sesuai dengan peraturan, maka akan menimbulkan kebingungan dalam masyarakat. Dalam kasus yang serupa, apabila hakim memberikan kepastian, maka orang dapat berpikir secara keliru.

3. Melindungi Koherensi dan Konsistensi

Contoh lainnya adalah melindungi keputusan yang sama agar tetap konsisten. Apabila sebelumnya hakim sudah memutuskan sebuah perkara, kemudian mendapat kasus yang sama, hakim wajib konsisten untuk menentukan keputusan. Jika tidak konsisten, maka akan menyebabkan keraguan dan ketidakpastian hukum.

Apabila dalam hukum ada keraguan maka masyarakat akan mengalami kekhawatiran dan ketidakpercayaan terhadap hukum yang berlaku.

Sifat Koherensi dalam Interpretasi Hukum

Dalam menggunakan koherensi dalam interpretasi hukum, tidak ada ukuran ketika menentukan hukum dalam mengadili sebuah perkara. Oleh sebab itu, dalam proses koherensi tersebut terdapat sifat-sifat yang berguna untuk menentukan sebuah putusan hukum. Sifat tersebut ada 2 yaitu local coherence dan global coherence.

1. Local 

Sifat local menunjukkan bahwa hukum yang berlaku harus membuat masyarakat mampu memahami dan mengerti hukum tersebut. Selain itu, dasarnya harus merupakan prinsip kompartemenisasi dengan pemikiran legal dogmatic, atau sesuai dengan hukum-hukum dan peraturan yang berlaku. Akibatnya, sifat tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.

2. Global 

Sifat global coherence berarti pemikiran tentang akibat yang logis karena adanya kemajuan global. Prinsipnya adalah kompleksitas, yang berarti suatu hukum harus jelas dan masyarakat dapat memahaminya dengan bagian norma hukum yang lain. Sifat ini pada umumnya mengikuti perkembangan zaman yang ada.

6 Metode Penafsiran Hukum Menurut Mertokusumo

Untuk menerapkan koherensi dalam interpretasi hukum, tentunya membutuhkan cara dan metode tertentu yang sesuai dengan Undang-Undang. Mertokusumo dan Pitlo menjabarkan tentang enam metode yang berguna untuk interpretasi hukum oleh hakim. Keenam metode tersebut terbagi berdasarkan peraturan yang berlaku.

1. Interpretasi Gramatikal

Metode ini berfokus pada tata bahasa yang menghasilkan sebuah makna tertentu. Selain itu, metode ini juga bernama penafsiran objektif. Dari segi susunan bahasa, kata, dan bunyi suatu bahasa merupakan hal penting dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat. Jadi, interpretasi gramatikan harus digunakan secara objektif.

Salah satu contohnya adalah Peraturan Perundang-Undangan tentang larangan orang memberhentikan kendaraannya di tempat tertentu. Kata ‘kendaraan’ pada hal ini memiliki makna beragam. Akibatnya, hukum yang tertulis wajib menggunakan jenis kendaraan yang spesifik seperti ‘sepeda motor’ atau ‘truk’ agar lebih jelas.

2. Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis berarti menggunakan satu pasal atau Undang-Undang dan menghubungkannya dengan pasal dari Undang-Undang yang lain, dan tentunya wajib relevan. Selain itu, Undang-Undang tersebut wajib terbaca jelas alasannya sampai orang-orang memahami maksudnya.

Contohnya ada pada pasal 1330 KUH Perdata yang mengatur perihal ketidakmampuan untuk membuat perjanjian bagi orang yang belum dewasa. Pasal tersebut berhubungan dengan pasal 330 Kitab UUH Perdata yang menyatakan tentang orang dewasa adalah orang yang berusia 21 atau sudah menikah.

3. Teleologis Sosiologis

Undang-Undang yang berlaku harus bermakna sesuai dengan hubungan dan kondisi sosial terbaru yang bertujuan untuk kemasyarakatan. Dengan kata lain, peraturan yang sudah lama harus diperbarui sesuai dengan keadaan masa kini. Akibatnya, harus ada perubahan peraturan yang lama menjadi aktual.

Misalnya, bagi suku Dayak, tanah merupakan perumpamaan seperti ibu. Setiap orang  memiliki Ibu, sehingga wajib merawat dan menjaga Ibu mereka. Oleh karena itu, bagi mereka, melindungi, merawat dan menjaga tanah adalah kewajiban, seperti melindungi seorang ibu. 

Contohnya pada Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria No.5 tahun 1960 yang menyatakan kekuasaan dan manfaat kepemilikan tanah, air, dan udara wajib sesuai dengan asas yang adil serta memberikan kemakmuran bagi pembentukan masyarakat yang seimbang dan sejahtera.

4. Historis

Berdasarkan istilahnya yaitu penafsiran historis, maka peraturan Undang-Undang harus berdasarkan sejarah dari terjadinya peraturan tersebut. Penafsiran ini terbagi menjadi dua yaitu Rechts Historische Interpretatie dan Wethistoirsche Interpretatie. Perbedaan keduanya terletak pada objek penyelidikannya.

Rechts Historische Interpretatie yaitu menyelidiki tentang segala sesuatu perkembangan sejarah yang berhubungan dengan hukum. Sementara, Wethistoirsche Interpretatie menyelidiki tentang perkembangan Undang-Undang sejak terbuat untuk pertama kali, maksudnya, waktu, dan perdebatan legislatif-nya.

5. Interpretasi Komparatif 

Interpretasi ini berarti membandingkan beberapa aturan hukum. Tujuan perbandingan ini adalah untuk menelusuri kejelasan atas makna dalam Undang-Undang. 

Menurut Syafaat (2015:27), interpretasi komparatif membandingkan hukum menggunakan asas-asas dalam peraturan lain dengan sejarah pembentukannya. 

6. Futuristis

Interpretasi futuristis berarti mencari pemecahan Peraturan Perundang-Undangan yang belum memiliki kekuatan sesuai hukum yang berlaku seperti dalam Rancangan Undang-Undang. Sifat interpretasi ini adalah antisipatif, yang berpedoman kepada Undang-Undang yang belum mempunyai ketetapan.

Contoh aslinya dapat terlihat pada pemecahan kasus pencurian listrik pada 23 Mei tahun 1921 di Belanda. Hakim menyatakan bahwa kasus tersebut termasuk pidana karena ‘listrik’ termasuk dalam kategori ‘barang’. Sebaliknya, aliran listrik pada masa itu masih masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang sebagai ‘barang’.

Pentingkah Memahami Koherensi dalam Interpretasi Hukum?

Sebagai seorang warga negara, memahami tentang Undang-Undang yang berlaku merupakan hal yang patut dilakukan. Kamu tidak pernah tahu jika suatu saat akan terlibat dalam masalah hukum yang mengacu pada berbagai peraturan yang berlaku.

Memahami koherensi dalam interpretasi mungkin dapat membantu kamu sebagai masyarakat untuk menghadapi proses hukum dengan adil. 

Meskipun Peraturan Undang-Undang yang ada belum sempurna dan akan terus mengalami perubahan, praktisi hukum seperti hakim memang berkewajiban untuk menerapkan kondisi tersebut.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page