Istilah mahram mungkin tidak asing di telinga umat Muslim karena seringkali dibahas dalam sebuah majelis maupun madrasah. Mahram bisa diartikan sebagai orang-orang yang haram dinikahi karena masih satu keturunan, persusuan, maupun pernikahan.
Nah, tak jarang pembahasan soal mahram ini sulit dipahami, padahal penting diketahui oleh orang muslim. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini kamu akan diajak memahami apa itu mahram, lengkap beserta dasar hukum dan susunannya.
Daftar ISI
Apa Itu Mahram?
Istilah mahram memang seringkali terdengar, namun tahukah kamu kata tersebut berasal dari mana? Istilah mahram berasal dari kata haram yang memiliki arti larangan atau dilarang. Secara bahasa, kata ini dimaknai sebagai orang-orang yang haram dinikahi dengan pengharaman yang mengikat.
Mengikat disini maksudnya adalah akan berdosa jika seseorang melakukan pernikahan, dan pernikahan itu dinilai tidak sah. Ini dikarenakan seseorang menikah dengan seorang perempuan yang masih satu keturunan, persusuan, atau pernikahan.
Ulama fikih mendefinisikan kata ini sebagai perempuan yang haram dinikahi. Artinya, seorang laki-laki tidak boleh asal memilih pasangan, karena tidak semua perempuan bisa dinikahi. Oleh karena itu, dalam fikih syarat menikahi perempuan salah satunya adalah perempuan yang bukan mahram (boleh dinikahi).
Status ini ada yang selamanya (al-mu’abbad) dan ada yang temporal (al-muwaqqat).
Jenis-jenis Mahram
Agar lebih jelas, berikut dijabarkan jenis-jenis mahram.
1. Mahram Al-Mu’abbad
Al-mu’abbad adalah mahram yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya karena sebab tertentu, misalnya karena masih ada hubungan nasab, perkawinan, maupun sepersusuan. Ini seperti yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 23, yang artinya:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara perempuanmu, saudara perempuan dari bapakmu, saudara perempuan dari ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu-ibu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, mertuamu, anak-anakmu dari istri yang telah kamu campuri, tapi apabila belum kamu campuri (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan haram bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali telah terjadi masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam sebuah riwayat menjelaskan bahwa ayat ini turun dilatar belakangi dari pertanyaan Ibnu Juraij yang bertanya kepada Ata’ tentang maksud wahal’ilu abnikum al-lazina min aslabikum (dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu).
Dari pertanyaan tersebut Ata’ menjawab “Kami pernah membicarakan ayat itu turun mengenai pernikahan Rasulullah SAW dengan menantunya (dari anak angkat Nabi) mantan istri Zaid bin Haritsah.” Lalu kaum musyrik menggunjing sehingga turunlah ayat tersebut dan juga Al-Ahzab ayat 4 dan 40.
Ayat-ayat tersebut sebagai penegasan bahwa diperbolehkannya menikahi mantan istri anak angkat. Dari ayat tersebut, bisa diketahui ada beberapa perempuan yang mutlak tidak boleh dinikahi, yakni:
- Ibu kandung
- Anak perempuan kandung
- Saudara perempuan
- Bibi dari ayah
- Bibi dari ibu
- Anak perempuan saudara laki-laki
- Anak perempuan saudara perempuan
- Saudara sepersusuan
- Ibu-ibu yang menyusuimu
- Mertua
- Nenek dari istri
- Cucu perempuan, sampai bawah
2. Mahram Muwaqqat
Berbeda dengan al-mu’abbad, muwaqqat ini bersifat sementara, alias kalau sifat-sifat sementara ini sudah hilang maka seorang laki-laki boleh menikahinya karena sudah tidak lagi menjadi mahram dari perempuan tersebut.
Adapun macam-macam perempuan yang masuk kategori mahram muwaqqat ini, antara lain:
- Saudara-saudara perempuan istri (ipar). Dalam Islam haram bagi laki-laki menikahi saudara perempuan istri saat statusnya masih menjadi suami dari istrinya. Artinya, seorang laki-laki tidak boleh memadukan seorang perempuan dengan saudaranya. Termasuk tidak boleh memadu istrinya dengan keponakan perempuan istri atau bibi istri.
- Bibi dari istri (baik dari jalur ayah maupun ibu), seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
- Istri orang atau perempuan yang sudah bersuami.
- Istri orang kafir yang masuk Islam.
- Perempuan yang sudah mendapat talak tiga.
- Perempuan musyrik hingga dia masuk Islam.
- Perempuan pezina sampai ia bertaubat
Penjelasan tentang Mahram Sepersusuan
Mungkin kamu masih bingung mengenai mahram sepersusuan dan ketentuan lebih jelasnya. Jika diperinci lebih jelas, hubungan sepersusuan yang diharamkan dalam Islam ini adalah:
- Ibu susuan.
- Nenek susuan, yakni ibu dari ibu yang pernah menyusui atau ibu dari suami yang menyusui.
- Bibi susuan, yakni saudara dari ibu susuan atau saudara perempuan dari suami ibu susuan.
- Keponakan susuan perempuan (anak perempuan dari saudara ibu susuan).
- Saudara susuan perempuan.
Meski sepersusuan menjadi salah satu sebab seseorang menjadi mahram, namun tidak berarti itu secara otomatis menjadikannya mahram. Karena ada beberapa syarat, antara lain:
1. Air Susu Perempuan Baligh
Kalau bayi meminum susu bukan dari manusia, seperti air susu hewan atau formula, maka itu tidak termasuk kemahraman. Begitu juga apabila air susu berasal dari perempuan yang belum baligh, maka para ulama sepakat tidak menimbulkan kemahraman.
2. Air Susu Masuk ke Dalam Perut
Ukuran sebenarnya bukan saat bayi menghisap puting, namun bayi meminum susu tersebut dan menelannya sampai masuk ke perut. Kalau saat disusui airnya tidak keluar, maka tidak termasuk kategori penyusuan dan tidak menimbulkan kemahraman.
Begitu juga apabila air susu itu dimasukkan ke dalam botol dan tidak langsung menghisap dari puting, maka itu masuk kategori penyusuan dan menimbulkan kemahraman.
3. Minimal Lima Kali Penyusuan
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, para ulama sepakat jika seorang bayi menyusu pada seorang perempuan sebanyak lima kali, meski tidak berturut-turut, maka penyusuan itu mengakibatkan kemahraman.
Perempuan dan Kaitannya dengan Mahram
Selain berhubungan dengan perempuan yang boleh atau tidaknya dinikahi, mahram juga berbicara tentang hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks aurat. Seperti yang sudah diketahui, Islam sudah mengatur batasan aurat antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan dilarang menampakkan auratnya pada orang yang bukan mahramnya. Namun aturan ini tidak berlaku secara umum. Ada orang-orang yang dikecualikan sehingga batasan aurat perempuan ini menjadi lebih longgar, tidak seketat pada orang yang bukan mahramnya.
Adapun orang-orang yang termasuk mahram bagi perempuan tersebut antara lain:
- Suami
- Ayah
- Ayah suami (mertua laki-laki)
- Anak-anak laki-laki mereka
- Anak perempuan dan laki-laki mereka
- Saudara laki-laki
- Keponakan dari saudara laki-laki
- Keponakan dari saudara perempuan
- Paman
- Anak tiri
- Menantu
- Saudara sepersusuan
- Budak atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai birahi
- Anak-anak yang belum mengerti aurat-aurat perempuan
Orang-orang yang disebutkan tersebut termasuk mahram bagi perempuan yang sebagian besar bertugas melindungi, menemani, hingga melayani perempuan ketika bepergian sehingga tidak boleh dinikahi karena masih ada hubungan kekerabatan, sepersusuan, maupun ipar.
Dasar Hukum Mahram
Nah untuk dasar hukum tentang ini sudah tercantum jelas baik dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad SAW, antara lain:
- Surah An-Nisa ayat 23.
- Surah An-Nisa ayat 22: “Janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang sudah dinikahi oleh ayahmu kecuali pada masa yang telah lampau”.
- Surah Al-Nur Ayat 31, yang berbunyi:
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan jangan menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, sesama perempuan Islam mereka, hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki tua yang tidak memiliki keinginan terhadap perempuan, anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menggerakkan kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
- Hadis riwayat Imam Bukhari
“Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda bahwa seorang perempuan tidak boleh bepergian kecuali dengan mahram, dan tidak boleh mempersilakan tamu laki-laki kecuali didampingi mahramnya. Kemudian ada yang bertanya kepada Nabi: Wahai Nabi, saya ingin bergabung dengan pasukan tertentu, sementara istrinya saya ingin menunaikan ibadah haji. Rasulullah bersabda “Pergilah bersamanya.”
Perbedaan Mahram dengan Muhrim
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah mahram seringkali keliru dengan kata muhrim. Banyak orang mengira kata muhrim mempunyai arti yang sama dengan mahram, yakni orang-orang yang dillarang untuk dinikahi. Namun jika kamu telusuri lebih dalam, kedua kata tersebut mempunyai perbedaan yang cukup jauh.
Orang-orang biasanya menyebut, “Maaf, bukan muhrim.”, padahal muhrim ini memiliki arti orang yang sedang berihram. Ihram merupakan tahapan awal saat seseorang tersebut sedang menunaikan ibadah haji atau umrah. Jadi bukan orang-orang yang dilarang dinikahi.
Sementara kata mahram adalah daftar orang-orang yang tidak boleh dinikahi karena masih ada hubungan keluarga, kerabat, sepersusuan, atau ipar. Jadi keduanya benar-benar mempunyai makna yang berbeda.
Oleh karena itu ketika ingin menyebut orang yang haram dinikahi sebaiknya gunakan kata mahram, sebab dalam Bahasa Arab, perbedaan harakat akan memengaruhi makna suatu kalimat.
Contohnya saja al-birru yang berarti kebaikan, al-barru artinya daratan, dan al-burru yang berarti gandum. Sama halnya dengan mahram dan muhrim yang tersusun dari huruf sama namun harakatnya berbeda, maka artinya juga berbeda.
Sudah Tahu Penjelasan tentang Mahram bagi Perempuan Ini?
Itulah sekilas penjelasan tentang mahram yang harus kamu catat dan pelajari betul-betul supaya mengerti ketentuan syariat. Sebagai perempuan, saat sedang berada di lingkungan dengan golongan orang-orang yang bukan mahram, tutuplah auratmu dengan benar dan jangan tampakkan perhiasan kepada mereka.
Selain itu, perhatikan juga perbedaan mahram dan muhrim agar tidak lagi salah sebut sebab kedua kata tersebut memiliki arti yang sangat jauh berbeda.