Sudah pernah melihat pakaian adat Sulawesi Selatan (SulSel) belum? Sama halnya dengan berbagai daerah dan suku lain di Indonesia, penduduk lokal provinsi SulSel juga punya ragam busana adat yang unik. Yuk, kenali ragam pakaian khas SulSel yang menunjukkan kebudayaan mereka lewat bahasan di bawah ini!
Daftar ISI
Mengenal 9 Pakaian Adat Sulawesi Selatan
Busana adat khas Sulawesi Selatan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan berbagai suku asli, termasuk Suku Bugis dan Toraja menjadi suku mayoritas di daerah Sulawesi Selatan. Selain itu ada juga pengaruh dari suku Mandar banyak tinggal di Sulawesi Barat yang tersebar hingga ke Sulawesi tengah dan Selatan.
1. Baju Bodo
Pakaian adat Sulawesi Selatan yang pertama adalah baju bodo. Baju bodo merupakan busana yang dikenakan perempuan suku Bugis untuk acara-acara adat dan pernikahan.
Busana ini juga memiliki nama lain, yaitu “waju ponco” yang berarti baju yang berlengan pendek, sesuai dengan dengan desain baju bodo yang berlengan pendek.
Lengan pendek pada baju ini berbentuk persegi seperti balon. Busana ini terbuat dari kain muslin yang merupakan hasil tenunan benang katun. Kain muslin yang memiliki kerapatan benang yang renggang cocok untuk pemakaian busana di iklim tropis.
Uniknya, baju bodo merupakan busana tertua di dunia dan sudah ada sejak abad ke-9. Pada awalnya, perempuan Bugis mengenakan baju bodo tanpa mengenakan dalaman, sehingga bentuk tubuhnya masih terlihat. Sedangkan, untuk bagian bawah, perempuan Bugis mengenakan sarung yang terbuat dari sutra.
Akan tetapi, setelah masuknya Islam ke Makassar, baju bodo pun mengalami perubahan. Sekarang, baju bodo dapat dipadukan dengan dalaman dengan warna senada. Selain itu, desain busananya sekarang memiliki bentuk yang lebih longgar dan tidak menonjolkan bentuk badan.
Tidak hanya itu, pemakaian warna baju bodo juga menunjukkan umur dan status sosial seorang wanita bugis seperti diterangkan secara singkat berikut ini.
- Jingga: untuk anak perempuan berusia 10 tahun.
- Jingga atau merah: dipakai anak perempuan berumur 10-14 tahun.
- Merah: warna untuk perempuan berusia 17-25 tahun.
- Hitam: warna untuk wanita berusia 25-40 tahun.
- Putih: untuk para pengasuh, dayang, dan dukun.
- Hijau: warna untuk para bangsawan.
- Ungu: warna untuk para janda.
Dewasa ini, penentuan warna dengan status sosial pada baju bodo cenderung diabaikan. Jadi, setiap perempuan bisa bebas mengenakan baju bodo dengan warna apapun.
2. Jas Tutu
Baju tutu merupakan baju untuk kaum laki-laki. Kata “tutu” memiliki arti tertutup, hal itu sama seperti desain bajunya. Bentuk pakaian ini menyerupai jas berlengan panjang. Pakaian adat Sulawesi Selatan ini biasanya berwarna hitam atau kuning dengan kancing berwarna emas.
Laki-laki yang mengenakan jas tutu dapat memadupadankannya dengan celana paroci’, dan sarung lipa’ serta sabuk untuk menahan sarung. Sarung lipa adalah sarung tenun dari sutra yang biasanya memiliki warna mencolok.
Sedangkan, untuk bagian kepala, kaum pria akan menggunakan songkok recca. Songkok Pabiring atau songkok recca adalah pelengkap untuk pakaian tutu. Songkok ini terbuat dari anyaman rotan dan kain sutra dengan motif emas pada pinggirannya yang memberi kesan kebangsawanan.
Baju atau jas tutu adalah baju yang umum dikenakan saat acara adat-istiadat Bugis-Makassar dan juga acara-acara keagamaan serta pernikahan.
3. Baju Bella Dada
Baju bella dada memiliki kemiripan dengan baju tutu. Busana “Bella dada” yang berarti terbelah pada bagian dada ini memiliki bentuk, seperti kemeja berlengan panjang yang berkerah. Ada beragam varian warna untuk baju bella dada, mulai dari merah marun, hijau, hingga ungu.
Tidak seperti baju bodo, pakaian adat Sulawesi Selatan ini juga terbuat dari kain yang lebih tebal dan tertutup. Selain itu, warna tertentu pada baju ini tidak mengindikasikan status sosial pemakainya.
Sebagai pelengkap baju bella, kaum laki-laki akan mengenakan celana paroci’ dan sarung lipa’. Kemudian, para pria juga akan menggunakan passapu, yaitu semacam kain penutup kepala khas Bugis. Ada juga beberapa aksesoris sebagai pelengkap, seperti gelang bermotif naga, pasatimpo atau keris tradisional, dan selempang.
Sama seperti baju tutu, penggunaan baju bella dada juga umum saat acara-acara adat, keagamaan, dan pernikahan.
4. Baju Labbu
Baju labbu adalah pakaian adat Sulawesi selatan yang selanjutnya. Busana ini erat kaitannya dengan pakaian wanita bangsawaan di Kerajaan Luwu. Jika baju bodo memiliki desain yang pendek dan longgar, maka desain baju labbu adalah sebaliknya.
Nama “labbu” dalam bahasa Bugis memiliki arti panjang karean model bajunya yang memiliki lengan panjang. Selain model lengannya yang panjang, bentuk lengannya lebih ketat daripada model baju bodo yang longgar dan menggelembung.
Umumnya, baju ini terbuat dari kain sutra tipis sedangkan untuk bawahannya, bisa menggunakan sarung lipa. Warna hijau juga menggambarkan status kebangsawan untuk busana ini. Di samping itu, tidak ada aksesoris khusus untuk pelengkap baju adat ini.
Baju labbu banyak dikenakan pada acara formal, seperti acara adat dan pernikahan. Sekarang ini, semua kalangan perempuan bisa memakai baju labbu tanpa perlu memandang status sosial.
5. Pakaian Pengantin Suku Bugis
Setiap suku pada daerah tertentu umumnya memiliki ciri khas dalam merayakan acara pernikahan, termasuk juga dalam urusan pemilihan busana pengantin. Suku Bugis juga memiliki keunikan dalam pemilihan baju pengantin.
Dalam tradisi bugis, pengantin perempuan akan mengenakan baju bodo sedangkan pengantin pria mengenakan jas tutu. Baik pengantin laki-laki maupun perempuan akan mengenakan pakaian dengan warna yang senada.
Selain itu, pakaian adat Sulawesi Selatan ini juga dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris. Aksesoris dan perlengkapan inilah yang membuat busana kedua mempelai berkesan sakral dan tampak lebih cantik.
Berikut adalah ragam aksesoris dalam pernikahan bugis.
- Saloko Pinang Goyang: Hiasan kepala untuk mempelai perempuan yang mirip seperti mahkota.
- Rante: Kalung yang terbuat dari logam kuningan.
- Ponto dan Ponto Naga: Mempelai perempuan akan mengenakan mengenakan gelang dari logam kuningan. Sedangkan, pengantin pria mengenakan gelang kuningan yang bentuknya seperti naga.
- Simpolong Teppong: Selain mahkota, pengantin wanita juga akan mengenakan simpolong teppong yaitu semacam tusuk konde.
- Giwang: Hiasan untuk pengantin perempuan yang berupa anting-anting.
- Salempang: Sejenis selendang yang diselempangkan secara menyilang dari pundak kanan. Baik pengantin laki-laki atau perempuan bisa menggunakan salempang.
- Sima-Sima: Semacam hiasan untuk mempelai perempuan pada ujung lengan baju mereka.
- Pasattimpo atau keris tradisional: sebuah keris untuk melengkapi penampilan mempelai pria.
6. Baju Pokko
Selanjutnya, kita akan membahas pakaian adat Sulawesi Selatan yang berasal dari suku Toraja. Perempuan suku Toraja mengenakan busana yang bernama baju pokko.
Desain busana ini berlengan pendek dengan hiasan manik-manik yang terletak di area dada. Umumnya, baju pokko berwarna polos yang cukup mencolok, varian warnanya seperti, kuning, orange, merah, hingga putih. Warna-warna cerah itulah yang menjadi ciri khas baju pokko Sulawesi Selatan.
Meskipun begitu, ada juga baju pokko yang terbuat dari kain tenun dengan motif khas Tana Toraja. Perempuan Toraja juga melengkapi penampilan mereka dengan aksesoris misalnya, gelang, ikat kepala, dan kandure atau ikat pinggang. Baju pokko lazimnya digunakan untuk acara-acara resmi.
7. Baju Seppa Tallung
Jika perempuan Toraja mengenakan baju pokko, maka laki-laki Toraja mengenakan baju seppa tallung. Baju seppa tallung merupakan satu set baju dan celana yang panjangnya selutut.
Warna baju seppa tallung umumnya polos dan mencolok, tapi ada juga busana yang memiliki corak dengan gaya khas Tana Toraja. Biasanya, busana daerah Sulawesi Selatan ini memiliki warna, seperti putih, merah dan kuning.
Pria Toraja juga dapat memadukan pakaian mereka dengan berbagai aksesoris khas Toraja, misalnya kalung, selendang kain, gayang, dan juga ikat kepala. Sama seperti baju pokko, baju seppa tallung juga lazimnya digunakan untuk acara resmi, seperti upacara adat dan pertunjukan seni.
8. Busana Pattuqduq Towaine
Suku Mandar juga memiliki pengaruh dalam keragaman pakaian adat Sulawesi Selatan. Salah satu pakaian adat khas suku Mandar adalah baju pattuqduq towaine. Busana ini merupakan baju adat untuk kaum pria suku Mandar.
Pakaian pattuqduq towaine pada pria Mandar memiliki desain yang sederhana. Busana ini terdiri atas setelan jas berlengan panjang yang berwarna hitam dan juga celana panjang. Terdapat juga kain sarung tenun khas Mandar yang dililitkan di pinggang.
Untuk aksesorisnya, pria Mandar mengenakan ikat kepala yang bernama songkok tobone. Selain itu, mereka juga menggunakan rantai berwarna emas yang dimasukkan pada saku baju.
Desain sederhana baju pattuqduq towaine pada pria Mandar menggambarkan bahwa pria harus gesit dan lincah dalam bekerja.
9. Busana Rawang Boko
Pakaian adat Sulawesi Selatan untuk perempuan suku Mandar adalah rawang boko dan lipa saqbe. Rawang boko merupakan jenis blouse berwarna cerah dengan berlengan pendek. Sedangkan, lipa saqbe adalah sejenis kain sarung tenun khas suku Mandar.
Perempuan Mandar juga mengenakan beberapa aksesoris ketika mengenakan rawang boko. Aksesoris tersebut antara lain, kawari atau hiasan berbentuk perisai, dali atau anting-anting, dan tombi diana atau kalung berbentuk koin emas. Selain itu, ada juga gallang balleq yaitu gelang besar berukuran 15–20 cm.
Penggunaan aksesoris pada perempuan Mandar juga menunjukkan status sosialnya. Sebagai contoh, perempuan bangsawan akan menggunakan 4 lapis kawari yang diikatkan pada pinggang sedangkan wanita biasa hanya mengenakan dua saja.
Di samping itu, jumlah aksesoris pada pakaian perempuan Mandar juga tergantung pada jenis acaranya. Jika mereka datang ke acara adat, maka mereka akan mengenakan 18 aksesoris. Di sisi lain, jika mereka ke acara pernikahan, mereka akan memakai 24 aksesoris.
Pakaian Adat Sulawesi Selatan Mana yang Kamu Suka?
Setiap pakaian adat Sulawesi Selatan memiliki desain yang unik yang menjadi ciri khas setiap suku. Misalnya, desain baju tutu yang tampak gagah dan berwibawa sedangkan baju bodo tampak sederhana tapi tetap anggun.
Terlepas dari itu semua, baju daerah terbukti masih bisa eksis dan bersaing dalam segi keindahan. Selain itu, busana-busana ini juga memiliki makna yang memberikan identitas bagi para pemakainya.