Siapa di antara Anda yang pernah mendengar atau membaca peribahasa bahasa Sunda? Anda perlu tahu bahwa kumpulan peribahasa itu tidak cuma ada dalam bahasa Indonesia saja. Di bawah ini, Anda bisa menemukan 10 contoh peribahasa dalam bahasa Sunda.
Daftar ISI
- 10 Macam Peribahasa Bahasa Sunda
- 1. Adat Kakurung ku Iga
- 2. Endog Sasayang, Peupeus Hiji Peupeus Kabeh
- 3. Rumbah Caringin di Buruan
- 4. Agul ku Payung Butut
- 5. Kudu Ngukur Kana Jujur, Nimbang Kana Awak
- 6. Ninggalkeun Hayam Dudutaneun
- 7. Kokoro Manggih Mulud Puasa Manggih Lebaran
- 8. Kudu Seubeuh Méméh Dahar, Kudu Nepi Méméh Indit
- 9. Nepak Cai Malar Ceret
- 10. Cecendet Mande Kiara
- Sudah Tahu Beberapa Contoh Peribahasa Bahasa Sunda?
10 Macam Peribahasa Bahasa Sunda
Ada peribahasa yang sifatnya mendidik untuk anak-anak, namun ada pula peribahasa yang sifatnya lucu dan menghibur orang. Dalam bahasa Sunda, rata-rata contoh peribahasa yang dapat Anda temukan umumnya bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai luhur masyarakat Sunda.
1. Adat Kakurung ku Iga
Adat ialah kebiasaan yang sudah diajarkan secara turun-temurun, baik oleh orang tua kita maupun oleh pemuka masyarakat setempat. Anda boleh saja mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan adat seseorang, namun jika adat itu sudah mendarah-daging, maka adatnya mustahil untuk dihilangkan.
Itulah pesan yang diajarkan oleh peribahasa ini, yang mempunyai arti “Adat istiadat itu tertanam dalam tulang rusuk”. Tradisi turun-temurun pada suatu masyarakat atau golongan tidak mungkin berubah begitu saja, apalagi dalam waktu singkat.
Misalnya begini; Anda mengajarkan budaya Sunda kepada orang Betawi dan budaya Betawi kepada orang Sunda. Mereka mungkin mengerti apa yang Anda ajarkan, tetapi mereka tak akan menerapkannya karena bukan tradisi mereka masing-masing.
2. Endog Sasayang, Peupeus Hiji Peupeus Kabeh
Arti peribahasa bahasa Sunda ini kurang lebih adalah “Sekumpulan telur dalam satu ranjang, jika satu rusak, maka yang lain juga ikut rusak”. Maksudnya ialah jika ada satu orang yang berbuat salah lalu kena hukuman, maka teman-temannya juga akan ikut terkena hukuman.
Namun, bagi masyarakat Sunda yang biasa mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan, peribahasa ini memiliki arti lain.
Sekarang coba Anda bayangkan sebuah keluarga yang semua anggotanya seakan tidak pernah akur satu sama lain. Jika ada anggota keluarga membuat keributan di lingkungan sekitar, seluruh keluarga orang tersebut akan ikut repot.
Peribahasa ini dapat Anda maknai sebagai sebuah wejangan agar tidak menimbulkan masalah yang lalu merepotkan orang lain.
3. Rumbah Caringin di Buruan
Guru ialah sosok yang wajib dituakan dalam suatu komunitas, baik itu dalam kalangan warga Sunda maupun kalangan lainnya. Peribahasa ini, yang artinya kira-kira berupa “pohon beringin runtuh di halaman rumah”, ialah peringatan apabila kita tidak lagi menuakan guru.
Siapa lagi yang akan mengajari kita dan anak-anak kita ilmu membaca, menulis, dan berhitung, jika bukan para guru? Peribahasa bahasa Sunda ini ialah wejangan bagi kita supaya ilmu yang guru ajarkan harus terus kita wariskan hingga nanti.
Jika guru tidak lagi kita tuakan dan ilmunya terlupakan begitu saja, maka umat manusia menjadi tidak punya panutan lagi. Generasi muda negeri Indonesia nanti malah tumbuh menjadi orang-orang yang bodoh dan tidak berbudi pekerti.
4. Agul ku Payung Butut
Pernah tidak Anda menyaksikan seseorang yang sebetulnya miskin, tetapi dia suka bertingkah seolah-olah orang tersebut kaya raya? Paribasa atau peribahasa ini dapat menjadi sindiran bagi orang sombong tersebut. Arti peribahasa ini kurang lebih adalah “merasa bangga karena memiliki payung rusak”.
Pada umumnya, peribahasa ini merujuk kepada seseorang yang mempunyai harta atau jabatan yang suka dia pamerkan. Hanya saja, harta atau jabatan yang orang itu miliki tidak mempunyai nilai yang berarti bagi masyarakat di sekitarnya.
Peribahasa ini juga bisa menjadi bahan sindiran terhadap orang-orang yang memang keturunan kaum bangsawan atau pengusaha. Namun, karena harta dan tahta yang orang tersebut miliki tidak dikelola dengan baik, akhirnya dia menjadi melarat.
5. Kudu Ngukur Kana Jujur, Nimbang Kana Awak
Setiap orang tentu ingin melakukan yang terbaik dalam hidupnya, tetapi bagaimana jika ada orang yang bersifat riya’ atau suka pamer? Orang tersebut akan menerima kecaman dari siapa saja yang menyaksikannya, seperti yang peribahasa bahasa Sunda ini ajarkan kepada kita.
Perkiraan arti dari peribahasa ini ialah “jika mengukur maka ukurlah dengan jujur, jika menimbang maka perhatikan berat badannya”. Maknanya yaitu perhatikan apa yang Anda lakukan di hadapan orang lain supaya Anda tidak menanggung malu.
Paribasa ini juga dapat berlaku dalam kegiatan pidato; bicaralah yang baik, jelas, jujur, serta sampaikan bukti-bukti yang mendukung topik Anda. Hindari kebiasaan bertele-tele, menebar kebencian, apalagi sampai memutar-balikkan fakta ilmiah.
6. Ninggalkeun Hayam Dudutaneun
Masyarakat Sunda juga punya peringatan terhadap orang yang bersikap abai dalam bekerja dan suka meninggalkannya setengah selesai. Paribasa Sunda di bagian ini mempunyai arti kira-kira “membiarkan ayam memerintah selagi Anda pergi”, di mana ayam seolah berperan sebagai penerus pekerjaan Anda.
Tentu saja semua orang pasti mempunyai lebih dari satu kepentingan, sehingga tak mungkin bekerja terus sepanjang hari. Namun, peribahasa ini mewanti-wanti kita agar pekerjaan tersebut jangan sampai kita biarkan terbengkalai dan tak dilanjutkan.
Jika Anda memang harus meninggalkan pekerjaan, maka mintalah kepada orang lain yang sekiranya lebih mampu untuk meneruskannya. Anda tentu tak mungkin minta tolong kepada “ayam” untuk melanjutkan pekerjaan Anda.
7. Kokoro Manggih Mulud Puasa Manggih Lebaran
Terkadang ada seorang manusia yang selama hidupnya terjebak dalam kemiskinan, lalu tiba-tiba dia mendapat untung tak terduga. Kondisi hidup seperti ini digambarkan dalam peribahasa bahasa Sunda ini yang berarti “orang melarat yang pergi mencari Lebaran dengan berpuasa pada bulan Maulud”.
Paribasa ini pada nyatanya tidak punya hubungan apa-apa dengan ibadah puasa yang umat muslim jalankan. Malah, inti dari peribahasa ini ialah menyindir seseorang yang mendapat sukses tanpa melakukan kerja keras yang jujur dan nyata.
Dari segi pendidikan moral, peribahasa yang satu ini juga mengajarkan kita agar tidak berperilaku aji mumpung jika mendapat untung. Siapa tahu berkah tersebut segera habis terpakai, atau datang dari sumber yang tidak halal.
8. Kudu Seubeuh Méméh Dahar, Kudu Nepi Méméh Indit
Pernah tidak Anda melakukan sesuatu tanpa berpikir dulu, kemudian Anda menyesali hasil perbuatan Anda tersebut? Itulah nasihat yang peribahasa bahasa Sunda ini ingatkan, yang artinya adalah “sebelum pergi harus makan dulu, sebelum pergi harus bangun tidur dulu”.
Makna dari paribasa ini ialah pikirkan atau pertimbangkan dulu tindakan yang akan Anda lakukan supaya nanti Anda tidak menyesal. Coba pikir apakah tindakan itu memiliki lebih banyak manfaat atau malah kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya?
Wejangan ini bisa Anda terapkan dalam segala macam hal, baik itu bisnis, penelitian ilmiah, pendidikan, dan juga kehidupan sosial Anda. Jagalah pikiran, mulut, dan jari-jari Anda supaya tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang sifatnya duniawi.
9. Nepak Cai Malar Ceret
Bergosip merupakan salah satu kebiasaan jelek yang suka orang Indonesia lakukan. Namun, ada kalanya seseorang bergunjing tentang orang lain supaya dirinya tampak lebih mulia di mata tetangganya. Ada sebuah peribahasa yang mewanti-wanti kita agar menghindari sifat ini.
Peribahasa kali ini mempunyai arti kira-kira “memukul air supaya wajah menjadi terpercik air”.
Kebiasaan bergosip demi memuliakan diri sendiri ini diibaratkan oleh masyarakat Sunda dengan tindakan memukul air. Sebagaimana wajah terasa lebih segar setelah terkena percikan air, kita seringkali merasa puas setelah menggunjing orang lain. Rasa puas itu hanya bertahan sebentar saja, dan tak akan memberi kita kebahagiaan yang langgeng.
10. Cecendet Mande Kiara
Cecendet ialah sejenis tanaman yang biasa tumbuh di dekat sawah dan menghasilkan buah berbentuk lonceng. Sementara itu, pohon ara atau tin adalah tanaman berkayu besar yang memiliki buah berbentuk oval. Lalu apa hubungannya kedua tanaman ini dalam peribahasa bahasa Sunda?
Paribasa dari masyarakat Sunda ini mengibaratkan orang miskin yang ingin meniru-niru perilaku atau gaya hidup orang kaya. Arti peribahasa terakhir ini kurang lebih adalah “tanaman cecendet ingin menjadi pohon ara”.
Pohon ara yang tinggi besar ialah perumpamaan orang kaya yang seakan menjadi mimpi idaman untuk orang miskin. Sedangkan tanaman cecendet yang kecil yaitu perumpamaan bagi orang miskin yang hanya bisa berpura-pura saja.
Sudah Tahu Beberapa Contoh Peribahasa Bahasa Sunda?
Beragam paribasa yang telah Anda baca di atas hanyalah sedikit contoh dari puluhan peribahasa yang terdapat dalam budaya masyarakat Sunda. Oleh karena itu, Anda jangan ragu untuk mencari lebih banyak peribahasa lain yang juga dapat sedikit mengajarkan nilai-nilai tradisional Sunda pada pembacanya.