Salah satu tarian adat Jawa Tengah yang masih eksis hingga saat ini adalah Bedhaya atau Bedhoyo Ketawang. Terdapat banyak pakem yang mengatur pertunjukan tersebut, termasuk aturan waktu pementasan hingga pola lantai tari bedhaya.
Sebelum membahas mengenai pola lantai, Anda perlu memahami dulu sejarah singkat tentang tarian tersebut. Bedhoyo berasal dari Jawa Tengah, lebih tepatnya Surakarta. Pertunjukan ini merupakan warisan budaya yang sudah turun temurun. Pihak Keraton Surakarta terus melestarikan tarian tersebut hingga kini.
Bagaimana Pola Lantai Tari Bedhaya?

Bedhaya ketawang memiliki beberapa pola lantai, antara lain rakit lanjur, ajeng-ajengan, iring-iringan, lumebet, rakit tiga-tiga, dan endel-endel apit medal. Masing-masing pola lantai tersebut mencerminkan makna yang berlainan. Berikut adalah penjelasan selengkapnya tentang pola lantai tersebut, yaitu:
- Rakit lanjur merupakan pola lantai yang menggambarkan jelmaan fisik manusia, yaitu kepala, badan, dan anggota gerak.
- Ajeng-ajengan menggambarkan alur kehidupan manusia. Pola lantai ini menyiratkan makna bahwa manusia memiliki takdir untuk selalu menghadapi dua pilihan, yaitu hal baik dan buruk.
- Pola lantai iring-iringan lebih menggambarkan proses hidup manusia, khususnya dalam segi batiniah dan rohaniah. Dalam kehidupan sehari-hari, segala hal yang berlangsung kerap kali tidak sinkron. Begitu juga antara pikiran dan keinginan manusia.
Pola lantai ini juga menggambarkan kehidupan yang harmonis, selaras, serta seimbanga natra akal dan pikiran sehingga manusia bisa berpikir dengan maksimal. Dengan begitu, manusia bisa menetapkan jalan yang baik dalam menjalani kehidupan.
- Lumebet lajur menggambarkan sikap manusia yang patuh serta taat terhadap seluruh aturan atau norma di masyarakat.
- Rakit tiga-tiga melambangkan pikiran manusia yang senantiasa berputar. Pemikiran manusia terkadang teguh, tapi tidak jarang goyah hingga akhirnya sadar dan sampai pada tahap penyatuan.
- Endel-endel apit medal memperlihatkan manusia yang sering merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia juga kerap kurang memiliki rasa syukur sehingga melakukan segala cara untuk mendapatkan keinginanya meski harus melanggar aturan.
Mengenal Gerakan Tari Bedhaya

Setelah mengenal pola lantai tari bedhaya serta artinya, sekarang Anda bisa mempelajari gerakannya dengan lebih dalam. Seluruh koreografi yang dilakukan oleh penari menggambarkan perempuan Jawa yang lembut.
Tidak heran, tari bedhaya memiliki gerakan yang tenang dan sangat khidmat. Para penarinya juga membawakan seluruh koreografi dengan luwes. Berikut adalah 5 koreografi khas dari Tari Bedhaya, yaitu:
- Kapang-kapang, yaitu gerakan saat penarik meletakkan tangan di samping tubuh dengan sikap jari-jari ngithing.
- Gerakan sembahan yang melambangkan bahwa manusia senantiasa menghormati Tuhan yang menciptakannya.
- Penari juga melakukan sembahan jengkeng kepada Sultan selaku penguasa keraton. Berikutnya, penari berdiri dan mengubah posisinya menjadi mendhak serta ngleyek sambil tetap melanjutkan koreografi dengan gerak perlahan.
- Berikutnya, penari akan melakukan srisig dan kengser secara bergantian. Contohnya adalah saat penari sudah selesai dengan formasi rakit awitan, maka akan melanjutkan ke formasi rakit ajeng-ajeng.
- Penari akan membentuk pola rakit iring-iringan atau rakit tiga-tiga. Setelah itu, para penampil akan melakukan koreografi ombak banyu.
Lagu untuk Mengiringi Tari Bedhaya

Ketika membahas tentang tarian, tentu bisa melepaskan peran dari pengiring. Bentuknya bisa berupa musik maupun bunyi-bunyian lainnya. Tari bedhaya memiliki musik pengiring yang khas. Gendhing Ketawang Gedhe bernada pelog mengiringi tarian khas Jawa Tengah ini.
Instrumen yang mengiringi adalah gamelan yang terdiri dari kenong, kendhang, kemanak, dan kethuk. Gendhing tersebut menceritakan tentang Nyi Roro Kidul yang mencintai dan menggoda raja-raja Mataram di masa lalu.
Tembang macapat Durma pun mengiringi bagian pertama dalam tari bedhaya. Di bagian berikutnya, tembang yang mengiringi berganti dengan Ratanmulya. Instrumen pun akan ditambahkan dengan suling, gender, rebab, dan gambang ketika para penari masuk ke Ageng Prabasurya.
Apa Saja Properti yang Digunakan Penarinya?
Dari penjelasan di atas, Anda sudah berhasil memahami pola lantai hingga musik pengiring dalam tari bedhaya. Selain unsur-unsur tersebut, terdapat satu lagi unsur yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah tarian, yaitu properti. Berikut adalah 3 properti yang digunakan dalam tari bedhaya, yaitu:
1. Sanggul
Para penari bedhaya menggunakan sanggul gelung bokor mengkurep. Bentuk sanggul tersebut sangat mirip dengan mangkuk yang diletakkan terbalik, sehingga disebut sebagai bokor mengkurep dalam bahasa Jawa. Ukurannya sedikit lebih besar kalau Anda membandingkannya dengan gelungan khas Yogyakarta.
2. Kostum
Properti selanjutnya adalah kostum atau pakaian. Penampil tari bedhaya mengenakan pakaian basahan atau dodot ageng. Jenis kostum tersebut biasanya dikenakan oleh para pengantin wanita dalam upacara pernikahan adat Jawa.
Para penari mengenakan dodot warna hijau, sampur cindhe, serta kain cindhe merah. Kain tersebut juga memiliki fungsi sebagai ikat pinggang.
3. Perhiasan
Selain sanggul serta kostum, para penampil juga mengenakan aksesoris tambahan. Berikut adalah daftar aksesoris yang digunakan oleh para penari, yaitu:
- Di kepala, terdapat sepasang centhung. Bentuknya sangat mirip dengan gapura.
- Pada bagian bawah sanggul, penari menggunakan garuda mungkur.
- Sisir jeram saajar.
- Cunduk mentul atau kembang goyang 9 buah, aksesoris ini juga dipakai pada bagian kepala.
- Tiba dhadha, yaitu hiasan berupa rangkaian melati. Penari mengenakannya di bagian gelungan dan memanjang hingga menyentuh dada sisi kanan.
- Di tangan kiri dan kanan, penari mengenakan cincin dan gelang.
- Bros di baju.
4 Keunikan Tari Bedhaya
Tidak hanya memiliki pola lantai yang unik dan kompleks, tarian bedhaya masih memiliki banyak keunikan lainnya. Berikut adalah 4 keunikan dari tari bedhaya, yaitu:
1. Ada Syarat Khusus untuk Penari
Tidak sembarang orang bisa menjadi penampil tari bedhaya karena ada syarat yang harus dipenuhi. Penari harus seorang gadis atau wanita yang belum pernah menikah.
Selain itu, mereka juga harus menjalani lelaku berupa puasa mutih selama beberapa hari sebelum pelaksanaan pentas.
Saat harus tampil dan membawakan tarian, tidak boleh dalam keadaan haid. Jika memang terpaksa, maka penari harus melakukan ritual khusus untuk meminta izin kepada Nyi Roro Kidul.
2. Waktu Penyelenggaraan Tidak Sembarangan
Anda bisa menyaksikan tarian tradisional Indonesia sepanjang waktu, tapi tidak dengan bedhaya ketawang. Pasalnya, tarian ini hanya digelar pada momen khusus.
Jika ingin menonton pertunjukan tradisional ini, pastikan Anda memilih hari Selasa Kliwon atau Anggara Kasih. Jadi, pertunjukan tarian ini hanya dilaksanakan sekali dalam kurun waktu 1 bulan Jawa.
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa Anggara Kasih adalah saat paling tepat untuk menyatakan kasih sayang terhadap diri sendiri. Para penari masih memegang teguh kepercayaan leluhur tersebut.
3. Gerakan Sarat akan Filosofi
Nyi Roro Kidul yang sedang merayu para pemimpin Kerajaan Mataram menjadi inspirasi dalam koreografi tari bedhoyo.
Namun, cerita ini hanya sekadar mitos dan belum pernah ada bukti konkret. Terlepas dari cerita tersebut, gerakan di dalam tarian ini memiliki makna yang luhur, mulia, dan tinggi.
4. Jumlah Penari Harus Sesuai Aturan
Sejak pertama kali diciptakan, sudah ada yang mengatur mengenai jumlah orang yang menampilkan tari bedhaya.
Jumlah penari harus 9 orang wanita yang menampilkan tarian khas Surakarta tersebut. Masyarakat Jawa percaya bahwa terdapat 9 dewa yang menjaga dan menguasai setiap arah mata angin.
Tertarik Mempelajari Tari Bedhaya Lebih Dalam?
Mempelajari tentang pola lantai tari bedhaya memang menyenangkan. Anda bisa memperdalam pengetahuan tentang pertunjukan budaya ini dengan membaca berbagai literatur atau datang langsung ke Kasunanan Surakarta. Dengan Anda mempelajari tarian ini, maka sudah ikut serta melestarikan keberadaannya.