PPJB adalah sebuah istilah yang kerap dipakai ketika Anda melakukan jual beli tanah. Akan tetapi, hingga sekarang banyak yang masih belum dapat membedakan antara PPJB dan AJB. Istilah ini memiliki kepanjangan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Sementara itu, AJB yaitu Akta Jual Beli.
Keduanya kerap dipakai saat melakukan transaksi penjualan maupun pembelian tanah. Selain itu, keduanya juga mempunyai hukum yang berbeda. Berikut pembahasan selengkapnya.
Daftar ISI
Pengertian PPJB
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PPJB adalah akronim dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Saat Anda melangsungkan transaksi, akan ada pengikatan yang sifatnya sementara. Pengikatan tersebut dilakukan baik oleh pembeli maupun penjual.
Bisa dikatakan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli ini merupakan sebuah kesepakatan untuk menjual properti. Di dalam perjanjian tersebut, terdapat keterangan secara lengkap mengenai siapa penjualnya, pembelinya, uang yang dijadikan DP, waktu pelaksanaan, serta kapan melakukan AJB.
PPJB bertujuan sebagai bukti bahwa kedua pihak sudah terikat dan sepakat untuk menjual maupun membeli tanah. Dengan begitu, properti tersebut tetap aman dan tidak sampai dibeli oleh orang lain.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga diperlukan saat proses pembuatan AJB di depan notaris/PPAT. Maka dari itu, PPJB menjadi hal yang memang harus mendapatkan perhatian. Di dalam kesepakatan yang berlangsung, kedua pihak harus paham dan sadar bahwa perjanjian ini sifatnya mengikat.
Fungsi PPJB
Fungsi utama PPJB adalah sebagai pengikat kedua pihak bahwa mereka sepakat untuk menjual maupun membeli tanah. Di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga harus mengatur kapan waktu berlangsungnya transaksi, siapa yang bersepakat, objek atau properti yang menjadi kesepakatan, dan sebagainya.
Selain istilah PPJB ini, Anda juga akan menemukan istilah lainnya yaitu AJB. Akta Jual Beli merupakan akta otentik yang dikeluarkan secara resmi oleh PPAT. Akta tersebut merupakan syarat yang sangat penting di dalam jual beli tanah.
Ketika Akta Jual Beli telah dibuat, maka tanah tersebut bisa menjadi objek jual atau beli. Bahkan tanah yang ditransaksikan juga bisa dialihkan maupun balik nama.
Kemudian, terdapat istilah lain yaitu PJB yang merupakan akronim dari Pengikatan Jual Beli. Antara PPJB dan PJB sebenarnya hampir sama. Akan tetapi, untuk pembuatan PJB biasanya dilakukan bahkan sebelum pembayaran lunas serta proses penjualannya juga disertai akta notaris.
Bagian-bagian Penting dalam PPJB
Dalam perjanjian yang berlangsung, terdapat poin-poin penting yang harus ada, di antaranya:
1. Objek yang Diperjanjikan
Objek pengikatan dalam PPJB ada tiga, yaitu luas bangunan lengkap dengan gambar arsitektur serta gambar spesifikasi teknis, luas tanah lengkap dengan perizinannya, serta lokasi tanah berdasarkan nomor kavling yang tercantum.
Informasi terkait objek yang ditransaksikan memang harus dijelaskan secara terperinci. Tujuannya agar tidak ada informasi atau data yang kurang maupun tak sesuai sehingga khawatir menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
2. Kewajiban serta Jaminan Penjual
Bagian berikutnya yang juga sangat penting dalam PPJB adalah pembahasan tentang kewajiban penjual maupun pembeli. Bagi penjual yang akan menawarkan propertinya pada pembeli, wajib membangun serta menyerahkan unit rumah maupun kavling sesuai yang ditawarkan ke pembeli.
Dalam hal ini, Perjanjian Pengikatan Jual Beli berperan sebagai pegangan hukum bagi pembeli. Saat proses pembuatan PPJB tersebut, pihak penjual dapat memasukkan klausul yang isinya pernyataan serta jaminan bahwa tanah maupun bangunan yang sedang ditawarkan bukan sebagai jaminan utang atau terlibat sengketa hukum.
Lalu bagaimana ketika pertanyaan tersebut ternyata tidak benar? Misalnya penjual memasukkan data atau informasi yang tak sesuai kenyataan, maka calon pembeli akan terbebas dari berbagai tuntutan pihak manapun terkait properti yang ingin dibeli.
3. Kewajiban Bagi Pembeli
Sementara itu, kewajiban pembeli yaitu membayar cicilan properti atau bangunan serta siap menerima sanksi jika terlambat membayar sesuai tanggal kesepakatan. Biasanya, sanksi tersebut berupa denda yang harus dibayarkan pembeli.
Berapa besar biaya denda yang dibebankan pembeli? Untuk biaya atau besaran denda keterlambatan sebesar 2/1000 dari total angsuran untuk per hari keterlambatan. Selain itu, pembeli juga dapat kehilangan uang muka atau DP ketika melakukan pembatalan secara sepihak.
Dasar Hukum PPJB
Dasar hukum terkait PPJB ini sudah diatur pada pasal 1388 (1) dalam KUH Perdata. Di pasal tersebut sudah diterangkan bahwa perjanjian atau kontrak yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.
PPJB Menurut PP Nomor 12 Tahun 2021
Pada Pasal 10 PP Nomor 12 Tahun 2021 berbunyi “Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli.”
Kemudian, untuk pasar 11 berbunyi “Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.”
Artinya, PPJB adalah kesepakatan yang mempunyai kekuatan hukum. Isinya berupa perjanjian jual beli terkait properti, benda, atau objek di waktu yang sudah ditentukan. Agar Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut mempunyai kekuatan hukum maka pembuatannya harus di depan notaris.
Notaris juga mempunyai kekuatan hukum sesuai pasal 1868 dalam KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuat.”
Lalu siapa yang dimaksud pegawai hukum? Anda dapat merujuk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa notaris merupakan pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta otentik serta melakukan kewenangan yang lain sesuai yang dijelaskan di dalam UU ini maupun UU lainnya.
Risiko PPJB
Saat Anda selesai melakukan penandatanganan AJB, ini mengindikasikan bahwa terdapat sertifikat tanah serta otomatis tanah maupun bangunan tersebut sudah bisa dimiliki. Akan tetapi, ketika yang Anda tandatangani yaitu PPJB, artinya tanah maupun bangunan tersebut belum dapat dimiliki.
Alasannya karena masih belum ada peralihan hak hingga dilakukannya AJB maupun balik nama sertifikat. Setelah Anda selesai melakukan penandatanganan PPJB, terdapat risiko yang mesti Anda pahami.
Risikonya yang terjadi yaitu adanya upaya tuntutan hukum yang dilayangkan pihak lain terkait kepemilikan tanah tersebut. Bahkan pihak tersebut berpotensi memenangkannya di pengadilan. Kemudian, DP yang diberikan pembeli bisa saja hilang ketika pembeli tersebut melakukan pembatalan secara sepihak.
Maka dari itu, jika Anda membuat kesepakatan dengan seseorang dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka sebaiknya Anda segera meningkatkannya menjadi sertifikat. Dengan begitu, kekuatan hukumnya akan lebih pasti.
Contoh PPJB
Contoh PPJB adalah seperti berikut:
Di sini pihak A sebagai pembeli dan pihak B sebagai penjual. Pihak A ingin melakukan pembelian tanah dan Pihak B mematok harga tanah tersebut sebesar Rp100.000.000,00. Akan tetapi, ternyata pihak A masih belum dapat melakukan pembayaran.
Kemudian pihak A meminta untuk melakukan pembayaran secara lunas dalam 4 tahap atau 4 kali cicilan/angsuran. Kemudian dilakukanlah kesepakatan dan akhirnya kedua pihak setuju. Pihak B pun setuju membuat PPJB berdasarkan syarat atau keterangan TIDAK LUNAS.
Syarat tersebut bisa terpenuh hanya ketika pembayaran keempat dilakukan. Setelah itu, kedua pihak langsung membuat AJB di depan PPAT.
Sudah Paham tentang PPJB?
Jadi, PPJB adalah kesepakatan sementara antara penjual dengan pembeli. Kesepakatan tersebut harus dilakukan di depan notaris atau PPAT sehingga akan menjadi bukti otentik dan mempunyai kekuatan hukum.
Di dalam PPJB juga harus memuat poin-poin penting, seperti pihak-pihak yang melakukan kesepakatan, objek yang dijadikan kesepakatan, waktu kesepakatan dan pelunasan, harga objek, serta kapan melakukan AJB.