Prasasti merupakan peninggalan bersejarah yang istimewa dan memberikan kita pengetahuan tentang pencapaian suatu kerajaan. Tak terkecuali Prasasti Kerajaan Sriwijaya, sebuah kerajaan yang berpusat di wilayah yang kini menjadi bagian dari Sumatera, Indonesia.
Pada artikel ini, kita akan menjelajahi jejak-jejak sejarah yang terungkap dalam prasasti tersebut serta mengungkap peran penting kerajaan ini dalam perdagangan maritim, juga menyoroti kekayaan budaya yang tercermin dalam teks-teks tersebut. Mari simak artikel ini hingga akhir, agar kamu dapat lebih mengenal peninggalan Kerajaan Sriwijaya!
Daftar ISI
9 Prasasti Kerajaan Sriwijaya
Berikut sejumlah Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang perlu Anda ketahui menurut tanggal penemuannya:
1. Prasasti Kedukan
Pada tanggal 29 November 1920, C.J. Batenburg menemukan Prasasti Kedukan Bukit. Itu merupakan Prasasti Kerajaan Sriwijaya bersejarah yang terdapat di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan.
Penemuannya berada di tepi Sungai Tatang, yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti Kedukan Bukit berbentuk batu kecil dengan ukuran 45 × 80 cm dan tertulis dalam aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Saat ini, Prasasti Kedukan Bukit terjaga dengan baik di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. Artefak ini adalah saksi bisu dari masa lalu yang mengungkapkan informasi berharga tentang peradaban dan budaya yang pernah ada di Sumatera Selatan.
2. Prasasti Kerajaan Sriwijaya Kota Kapur
Kemudian, Prasasti Kota Kapur adalah artefak bersejarah berbentuk tiang batu bertulis dan penemuan awalnya berada di pesisir barat Pulau Bangka, tepatnya di Desa Kota Kapur, Mendo Barat, Kabupaten Bangka.
Tulisan pada Prasasti Kerajaan Sriwijaya ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, yang menjadikannya salah satu dokumen tertulis tertua yang menggunakan bahasa Melayu. J.K. van der Meulen melaporkan penemuan Prasasti Kota Kapur pada bulan Desember 1892.
Menariknya, prasasti ini merupakan salah satu dari kelima prasasti batu yang Dapunta Hyang ukir. Ia merupakan seorang penguasa yang berasal dari Kadātuan Śrīwijaya.
Isinya mencakup peringatan dan ancaman bagi warga yang tinggal di daerah Kota Kapur, serta merinci ekspedisi pasukan Sriwijaya yang bertujuan untuk memperluas kekuasaan mereka di Pulau Jawa, dengan menaklukkan Tarumanagara.
3. Prasasti Telaga Batu
Berikutnya, Prasasti Telaga Batu merupakan salah satu Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang penemuannya berada di sekitar Telaga Biru, dekat Sabokingking, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.
Pengukiran Prasasti Telaga Batu ini terdapat pada sebuah batu andesit yang terbentuk sedemikian rupa, dengan tinggi 118 cm dan lebar 148 cm.
Di bagian atasnya, terdapat hiasan tujuh kepala ular kobra (Ludai), sementara di tengah bagian bawah terdapat cerat atau tempat aliran air untuk mandi. Tulisan pada prasasti ini terdiri dari 28 baris, menggunakan aksara Pallawa Melayu, dan bahasa Melayu Kuno.
4. Prasasti Karang Berahi
Selanjutnya, yaitu Prasasti Karang Berahi, penemuannya pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout, di tepian Batang Merangin. Lokasinya berada di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi. Prasasti ini terbuat dari batu andesit dengan dimensi 90x90x10 cm.
Tulisan pada Prasasti Karang Berahi ini memakai bahasa Melayu Kuno dan dalam aksara Pallawa. Hal tersebut mengindikasikan tahun pembuatannya, yakni sekitar abad ke-7 Masehi, sekitar tahun 680-an.
Isinya mengandung kutukan terhadap individu yang tidak setia kepada raja dan orang-orang yang melakukan tindakan jahat. Kutukan yang terdapat dalam prasasti ini mirip dengan yang terlihat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu, yang juga terdapat di Bangka dan Palembang.
Sebagai tambahan, penaklukan Jambi oleh Sriwijaya telah tercatat dalam pernyataan I-tsing pada tahun 685 Masehi, saat ia pulang dari India. Hal ini menjadikannya sebuah bukti bahwa Jambi (Kerajaan Melayu) telah menjadi bagian dari Sriwijaya.
5. Prasasti Kerajaan Sriwijaya Palas Pasemah
Selanjutnya, Prasasti Palas Pasemah adalah Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang penemuannya di Palas Pasemah, tepatnya di tepi Way (Sungai) Pisang di Lampung. Prasasti ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, dengan total 13 baris.
Meskipun tidak mencantumkan tahun tertentu, dari jenis aksara yang mereka gunakan, perkiraannya prasasti ini berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isi prasastinya membahas kutukan bagi mereka yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
Penemuan artefak ini terjadi saat warga desa menemukan batu tersebut pada tanggal 5 April 1956 di anak Sungai Way Sekampung, di Desa Palas Pasemah, Kabupaten Lampung Selatan.
Temuan ini kemudian mereka laporkan kepada pihak berwenang setempat. Akhirnya, pemerintah pusat mengetahuinya pada tahun 1979, ketika Prof. Dr. Buchari, seorang ahli benda-benda bersejarah melakukan penelitian lebih lanjut.
Isi prasasti ini mirip dengan prasasti lain, seperti Prasasti Karang Brahi (Jambi) dan Prasasti Kota Kapur (Bangka). Namun, yang membedakannya adalah tidak adanya angka tahun dalam penulisan prasasti tersebut.
6. Prasasti Talang Tuo
Penemu Prasasti Talang Tuo ialah Louis Constant Westenenk, pada tanggal 17 November 1920, di daerah sekitar Bukit Siguntang. Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Sriwijaya.
Fisik prasasti ini masih dalam kondisi baik, dengan permukaan datar berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini memiliki tanggal tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), tertulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris.
Ilmuwan pertama yang berhasil membaca dan menerjemahkan prasasti ini bernama van Ronkel dan Bosch. Hasilnya, kemudian termuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920, prasasti ini telah tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta, dengan nomor inventaris D.145.
7. Prasasti Hujung Langit
Tim dari Dinas Topografi berhasil menemukan Prasasti Hujung Langit saat mereka melakukan pemetaan di wilayah Harakuning pada tahun 1912. Selanjutnya, artefak ini melewati pemeriksaan lebih lanjut oleh para ahli, termasuk JG de Casparis, NJ Krom, Buchari, dan Louis Charles Damais.
Prasasti Hujung Langit terbuat dari batu andesit, dengan bentuk menyerupai kerucut. Prasasti ini memiliki dimensi yang cukup besar, dengan tinggi mencapai 162 sentimeter dan lebar bagian bawah sekitar 60 sentimeter.
Di permukaan prasasti, terdapat 18 baris tulisan yang tertulis menggunakan huruf Jawa Kuno dan bahasa Melayu Kuno. Namun, kondisi tulisan tersebut sudah sangat aus.
Berdasarkan penelitian para ahli, Prasasti Hujung Langit memiliki angka tahun 919 Saka (997 Masehi), sehingga bisa dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya pada masa tersebut.
8. Prasasti Kerajaan Sriwijaya Ligor
Kemudian, Prasasti Ligor adalah Prasasti Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di Ligor, yang sekarang disebut Nakhon Si Thammarat, di selatan Thailand, di Semenanjung Malaya. Prasasti ini saat ini tersimpan di Kuil Wat Sema Mueang.
Prasasti ini terdiri dari pahatan yang tertulis pada kedua sisi batu prasasti. Bagian depannya terkenal sebagai Prasasti Ligor A atau Viang Sa. Sedangkan bagian belakangnya disebut Prasasti Ligor B. Prasasti ini tertulis dalam aksara Kawi dan mencantumkan tahun 775.
Mahārāja Dyāḥ Pañcapaṇa Kariyāna Paṇaṃkaraṇa, yang merupakan raja dari Wangsa Sailendra adalah Pembuat prasasti ini. Meski begitu, perlu Anda perhatikan bahwa Prasasti Ligor B adalah prasasti yang penulisannya tidak selesai.
9. Prasasti Leiden
Berikutnya, Prasasti Leiden adalah salah satu Prasasti Kerajaan Sriwijaya. Naskahnya terukir pada lempengan tembaga tahun 1005 dalam bahasa Sanskerta dan Tamil. Prasasti ini dinamai berdasarkan tempat penemuannya di KITLV Leiden, Belanda.
Lebih lanjut, prasasti ini mencerminkan hubungan antara Kerajaan Chola dengan Sriwijaya, di mana Raja Rajendra Chola dari Kerajaan Chola memerintahkan pembangunan kuil untuk menghormati dewa yang dipuja oleh Raja Sriwijaya.
Prasasti Leiden juga memberikan informasi mengenai wilayah-wilayah Sriwijaya yang berhasil kuasai saat itu. Wilayahnya termasuk Kadaram (Kedah), Pannai (Palembang), Melayu, dan Champa (Vietnam).
Hal ini mencerminkan kekuasaan besar dan cakupan wilayah Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang dominan di Asia Tenggara pada periode sejarah tersebut.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Lainnya, Candi Muara Takus
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya lainnya, yakni ada Candi Muara Takus yang merupakan kompleks candi peninggalan agama Buddha. Hal tersebut karena terdapat bukti keberadaan agama Budha berupa stupa, yang merupakan ciri khas candi-candi Buddha.
Namun, ada juga pandangan yang menyebutkan bahwa candi yang menjadi kebanggaan Riau ini adalah hasil perpaduan budaya Hindu-Buddha. Hal itu terlihat dari adanya bagian candi yang menyerupai mahligai, seperti lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan).
Kompleks candi ini memiliki dua bangunan utama, yang pertama adalah Candi Tuo. Candi terbesar ini memiliki dimensi 32,8 meter kali 21,8 meter dan dibangun dengan menggunakan campuran batu, pasir, dan batu bata yang dicetak.
Bangunan kedua dalam kompleks candi ini disebut Candi Mahligai, yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 meter kali 10,6 meter. Di tengahnya terdapat sebuah menara yang menyerupai yoni, dengan tinggi mencapai 14,3 meter.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera dan Raja-Raja Pertamanya
Sudah Lebih Tahu Peninggalan Prasasti Kerajaan Sriwijaya?
Sebagai penutup, peninggalan Kerajaan Sriwijaya memberikan kita pandangan yang mendalam tentang kejayaan peradaban ini. Mulai dari Prasasti Kedukan hingga Prasasi Leiden serta Candi Muara Takus, mereka adalah jendela berharga ke masa lalu serta saksi bisu dari kebesaran dan pencapaian Kerajaan Sriwijaya.
Selain itu, Prasasti Kerajaan Sriwijaya adalah harta karun tak ternilai yang mengingatkan kita akan kekayaan warisan nenek moyang kita dan peran penting Sriwijaya dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Semoga kesadaran ini menginspirasi kita untuk menjaga warisan ini demi generasi yang akan datang.