Tangga nada slendro merupakan sebuah titilaras atau sistem nada yang sering masyarakat Jawa gunakan ketika memainkan alat musik tradisional. Slendro ini termasuk dalam jenis tangga nada atau tata laras pentatonis. selain slendro, umumnya masyarakat Jawa juga menggunakan pelog.
Lantas, apa sebenarnya jenis tata laras pentatonis ini? Apa hubungan tata laras tersebut dengan slendro? Mari ketahui definisi beserta penjelasan lengkap mengenai tangga nada pentatonis dan kaitannya dengan slendro melalui rincian berikut ini!
Daftar ISI
Tangga Nada Pentatonis
Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai tangga nada slendro, kamu wajib mengetahui pengertian tata laras pentatonis. Pentatonis berasal dari dua kata, yaitu ‘penta’ yang berarti lima dan kata ‘tone’ yang artinya nada. Sehingga dapat kamu simpulkan bahwa tangga nada pentatonis memiliki lima nada.
Nah, slendro ini merupakan salah satu jenis dari tata laras pentatonis. Tangga nada ini memiliki skala yang amat mudah pemusik pahami, sebab memiliki lima nada dekat dan berjarak nyaris sama dalam satu oktaf. Namun, selain ciri tersebut, apa sajakah karakteristik lain yang slendro miliki?
Pengertian dan Ciri-Ciri Tangga Nada Slendro
Secara pengertian, tangga nada slendro merupakan laras dalam karawitan yang dalam satu oktafnya terbagi menjadi lima nada. Lima nada tersebut tersusun secara urut, yaitu 1-2-3-5-6 atau do-re-mi-sol-la. Selain dari pengertian ini, slendro juga memiliki sejumlah ciri. Kamu bisa mengetahui ciri tersebut di bawah ini:
- Mempunyai perbedaan interval yang kecil.
- Memiliki kesan nada yang lincah, semangat, serta gembira.
- Tidak memiliki interval sejajar (oktaf dan lainnya) seperti pada tata laras mayor atau minor.
- Tidak mempunyai nada dasar atau tonik yang tetap layaknya tata laras mayor atau minor.
- Nada yang terletak pada urutan ketiga (nada empat) dianggap seperti nada pucuk atau nada dasar.
- Tidak memiliki nada setengah (semitone).
- Terdiri dari lima nada yang berjarak sama besarnya. Lima nada tersebut adalah sekiz, lima, empat, tiga dan dua.
- Memiliki nuansa musik yang khas, sehingga penonton yang mendengarkannya dapat merasakan ketenangan.
- Sulit untuk dijelaskan dalam notasi musik barat.
- Sering masyarakat gunakan saat bermain gamelan, tembang, dan keroncong.
- Umumnya, tangga nada ini pemusik gunakan saat pertunjukan wayang.
Sebagai tambahan, titilaras yang ada pada tangga nada slendro pun tidak berurutan. Kamu bisa melihat melalui gambar demung slendro yang terdapat pada awal subbab. Pada gambar tersebut, kamu bisa melihat bahwa titilaras yang ada pada slendro ada tujuh wilah, 6 1 2 3 5 6 1.
Mengapa titi larasnya berjumlah tujuh dan bukan lima? Sebenarnya, titi laras yang ada pada tangga nada ini tetap dianggap lima. Ketentuan ini dengan catatan bahwa, dua wilah yang berada paling kanan, yaitu 6 dan 1 merupakan nada tinggi dari 6 dan 1 yang berada di urutan paling kiri.
Dari karakteristik di atas, mungkin kamu juga akan penasaran dengan asal mula munculnya skala musik slendro ini. Dari manakah jenis skala musik ini berasal? Berapa lama masyarakat Indonesia, khususnya Jawa dan Bali telah menggunakannya untuk bermain alat musik?
Baca juga : Tangga Nada Diatonis Mayor: Ciri, Jenis, dan Contohnya
Asal Usul Tangga Nada Slendro
Meskipun tangga nada ini telah hadir di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu, tidak ada seorangpun yang mengetahui secara pasti asal usul skala nada ini. Karena ketidakpastian inilah, banyak ahli yang memunculkan berbagai teori mengenai asal mula dari tata laras ini. Berikut di antaranya:
1. Teori Sriwijaya/India
Beberapa ahli beranggapan bahwa tangga nada slendro berawal dari nama Sailendra, wangsa penguasa kerajaan Medang dan Sriwijaya. Mereka menduga bahwa skala musik slendro merupakan bawaan dari pendeta Buddha Mahayana dari Gandhara di India, melewati Nalanda dan Sriwijaya menuju Jawa dan Bali.
Sejak saat itulah, slendro pun menjadi berkembang pesat pula di Indonesia, khususnya Jawa dan Bali. Teori ini juga menguat sejak masyarakat mengetahui bahwa skala musik di India juga menggunakan lima nada seperti slendro. Masyarakat India menyebut skala musik tersebut sebagai pentatonik.
2. Legenda Sang Hyang Indra
Ada pula teori yang mengatakan bahwa slendro tercipta dari Sang Hyang Indra. Walaupun teori ini lebih bersifat seperti legenda, namun teori ini juga cukup terkenal. Legenda ini mengatakan bahwa suatu hari di tahun 187 M, Sang Hyang Indra menciptakan gamelan bernama Surendra.
Dari nama Surendra ini, lama kelamaan mulai berganti menjadi salendro atau slendro. Lima instrumen yang ada pada slendro ini bernama kala (kendang), gendhing (rebab), pamatut (kethuk), sauran (kenong), dan sangka (gong). Lagu gendingnya berasal dari sekar kawi dan diikuti dengan tangga nada salendro.
3. Teori dari Tiongkok
Seorang budayawan yang bernama Remy Sylado menyebutkan bahwa, tangga nada slendro berasal dari Tiongkok. Beliau berpendapat bahwa slendro merupakan 100 persen hasil budaya Tiongkok dan telah hadir sejak 2.700 tahun sebelum Masehi dengan sebutan huang mai tiau.
Dengan demikian, dapat kamu katakan bahwa tangga nada ini merupakan hasil akulturasi budaya Tiongkok dengan Indonesia. Apalagi, baik tangga nada khas Tiongkok maupun Indonesia memiliki persamaan, yaitu sama-sama menggunakan lima nada.
4. Asal Mula Slendro dari Indonesia
Terakhir, beberapa ahli berpendapat bahwa tata laras slendro merupakan ciptaan masyarakat Indonesia sendiri. Tangga nada ini kemudian berkembang dan mulai masyarakat gunakan untuk mementaskan berbagai jenis musik tradisional.
Rupanya, terdapat banyak macam teori mengenai asal usul laras slendro ini. Dari asal-usul ini, kamu juga dapat mengetahui sejumlah alat musik yang menggunakan laras slendro. Contohnya adalah gong, demung, dan bonang.
Fungsi Gamelan Slendro
Setelah mengetahui asal mula tangga nada slendro, kini saatnya kamu mengetahui alat musik yang termasuk dalam gamelan slendro lebih lengkap. Adapun sejumlah alat musik yang terdapat pada gamelan slendro adalah saron, gong, kenong, bonang, demung, slenthem, dan juga kendang.
Seluruh alat musik tersebut umumnya masyarakat gunakan untuk memainkan musik saat acara adat atau upacara keagamaan berlangsung, terutama di daerah Jawa dan Bali. Upacara yang membutuhkan gamelan slendro sebagai musik pengiring umumnya adalah upacara pernikahan, penyembahan dewa, atau khitanan.
Pada tradisi penyembahan dewa, gamelan slendro sering masyarakat anggap sebagai medium guna berkomunikasi dengan alam semesta. Serta berkomunikasi dengan para dewa dalam tradisi Bali dan Jawa.
Oleh sebab itu, saat pembuatan gamelan slendro berlangsung pengrajin akan sering memperhatikan berbagai hal rinci. Contohnya, mereka akan lebih teliti saat memilih jenis kayu sebagai bahan dasar gamelan, teknik pembuatan, bahkan ritual khusus yang harus mereka jalankan.
Tokoh Pemain Gamelan Slendro
Sesudah pembuatan gamelan dengan tangga nada slendro selesai, para pemusik pun akan membentuk formasi untuk pementasan. Sebelum upacara berlangsung, para anggota pemusik wajib lengkap. Anggota tersebut adalah pemimpin gamelan (pengrawit), pemain gamelan, dan juga penyanyi.
Pengrawit pada permainan gamelan slendro akan bertugas untuk mengatur tempo dan irama musik yang pemain gamelan lain mainkan. Kemudian, penyanyi (atau sering juga disebut pengamen) akan melengkapi pertunjukan gamelan slendro dengan menyanyikan sebuah lagu.
Adapun lagu yang sering dipertunjukkan menggunakan tangga nada ini adalah sebagai berikut:
- Sri Huning
- Caping Gunung
- Ali-Ali
- Sesidheman
- Kembang Rawe
- Sambel Kemangi
- Rara Jonggrang
- Gubug Asmara
- Ladrang Slamet
- Ladrang Asmaradana
- Ladrang Mugirahayu
- Ketawang Subakastawa
- Ketawang Puspawarna
- Cing Cangkeling
- Cublak-Cublak Suweng
- Te Kate Dipanah
- Kerraban Sape
Sudah Paham Arti Tangga Nada Slendro dan Penggunaannya?
Ternyata cukup banyak ilmu yang bisa kamu ketahui dari tangga nada slendro, bukan? Karena tata laras ini cukup sering masyarakat Jawa dan Bali gunakan untuk keperluan upacara adat seperti pernikahan, khitanan, dan penyembahan dewa. Maka, pengetahuan tentang slendro ini penting untuk kamu pelajari dan lestarikan.
Dengan mengetahui budaya ini, harapannya kamu juga akan tertarik mempelajari budaya daerah lain yang nantinya dapat kamu ajarkan kepada anak cucu. Mereka akan mengetahui berbagai lagu daerah menarik dan mungkin juga akan tertarik untuk mempelajari cara memainkan alat musiknya.
Apalagi di zaman sekarang, slendro semakin berkembang dan menjadi bagian dari seni kontemporer yang menarik dan unik. Ayo, terus lestarikan budaya yang ada di Indonesia, agar tidak semakin pudar dan mampu terus berkembang sebagai hiburan tanah air!