Sumatera Barat, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, memiliki kekayaan budaya yang memukau, salah satunya adalah tari tradisional. Terdapat banyak tari tradisional Sumatera Barat yang khas sekaligus menggambarkan keindahan, kearifan, dan keberagaman budaya Minangkabau.
Sepuluh di antaranya populer, seperti tari piring, tari payung, dan tari pasambahan. Setiap tarian memiliki filosofi dan makna mendalam mencerminkan nilai-nilai kehidupan masyarakat Minangkabau. Artikel ini akan mengungkap keindahan dan kearifan di balik keberagaman tarian tradisional Sumatera Barat tersebut.
Daftar ISI
Tari Tradisional Pusaka Kebudayaan Sumatera Barat
Tari tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang sangat berharga di Sumatera Barat. Tarian ini bukan sekadar hiburan semata, melainkan juga merupakan sarana untuk menyampaikan pesan, cerita, dan filosofi yang mendalam kepada masyarakat.
Secara umum, tari tradisional Sumatera Barat memiliki ciri khas gerakan yang lemah gemulai, dinamis, dan penuh makna. Setiap gerakan, kostum, dan musik yang mengiringi tarian memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan budaya dan sejarah suatu kelompok masyarakat Minangkabau.
Namun, yang membuat tarian tradisional Sumatera Barat begitu istimewa adalah keragaman tarian khasnya. Dari tari piring yang menampilkan keterampilan memegang piring hingga tari payung memperlihatkan keindahan gerakan dengan payung, serta tari pasambahan melambangkan persaudaraan dan kegembiraan.
Setiap tarian memiliki makna filosofis tersendiri. Untuk lebih mengetahui tari-tari tradisional khas Sumatera Barat lainnya dan lebih dalam filosofinya, mari simak dengan membaca pembahasannya dalam artikel ini. Baca sampai akhir, ya!
10 Tari Tradisional Sumatera Barat Beserta Filosofi
Adapun tari-tarian tradisional khas Sumatera Barat yang populer beserta filosofi dengan makna yang mendalam yakni sebagai berikut:
1. Tari Piring
Tari piring atau tari piriang adalah salah satu tarian adat khas Sumatera Barat yang berasal dari Kota Solok. Nama tarian ini berasal dari penggunaan piring sebagai media utama dalam pertunjukannya.
Penari mengaayun piring-piring tersebut dengan gerakan cepat dan teratur tanpa lepas dari genggaman tangan. Tarian ini tidak hanya sebuah seni pertunjukan, tetapi juga sebuah simbol penting bagi masyarakat Minangkabau.
Dasar gerakan tari piring ini memiliki akar dalam langkah-langkah Silat Minangkabau atau Silek. Cerita dalam tarian ini dulunya merupakan bagian dari ritual ucapan syukur kepada dewa-dewa setelah panen yang melimpah.
Selama ritual ini, masyarakat membawa sesaji makanan yang terletak di atas piring sambil melangkah dengan gerakan dinamis. Namun, setelah Islam masuk ke wilayah Minangkabau, tarian ini tidak lagi masyarakat gunakan dalam ritual keagamaan.
Sebaliknya, tarian ini bertransformasi menjadi sarana hiburan yang menghibur masyarakat dalam berbagai acara keramaian. Alat musik yang mengiringi tarian ini biasanya terdiri dari talempong dan saluang. Jumlah penari biasanya ganjil, seperti tiga hingga tujuh orang.
Filosofi dalam tari piring menggambarkan keterampilan, ketangkasan, dan kebersamaan dalam menghadapi perubahan zaman. Meskipun tarian ini tidak lagi berguna untuk ritual agama, tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai budaya dan rasa syukur dalam bentuk seni yang memukau.
2. Tari Payung
Tari payung, tari tradisional Sumatera Barat berpasangan, melibatkan kaum pria dengan payung dan kaum wanita dengan selendang sebagai properti. Makna dalam tarian ini adalah ekspresi kasih sayang di antara pasangan.
Payung para pria gunakan bukan hanya sebagai properti, tetapi juga sebagai simbol perlindungan terhadap wanita. Ini mencerminkan tanggung jawab untuk melindungi dan menjaga keamanan pasangannya.
Gerakan dalam tari payung mengikuti pola 1-2-3-4 yang menjadi dasar gerakannya. Tarian ini dengan indah menggambarkan romansa dan hubungan yang harmonis antara pasangan.
Gerakannya yang anggun dan syahdu, serta irama musik yang memikat, menciptakan suasana yang mendalam. Tarian ini sering menjadi seni pertunjukkan dalam berbagai acara, termasuk pernikahan, hiburan, dan pertunjukan seni lainnya.
Filosofi dalam tari payung mengajarkan nilai-nilai kasih sayang, perlindungan, dan harmoni dalam hubungan antara pria dan wanita. Ini adalah cerminan dari peran dan tanggung jawab masing-masing gender dalam menjaga dan merawat hubungan cinta yang sehat.
3. Tari Pasambahan
Tari pasambahan adalah tarian khas Sumatera Barat yang berguna untuk menyambut tokoh terkenal dan tamu penting sebagai tanda penghormatan. Tamu akan tersambut dengan payung saat mereka menuju tempat duduk, menciptakan suasana penghormatan.
Tari ini juga penting dalam berbagai acara adat, seperti penyambutan mempelai laki-laki di rumah mempelai perempuan dan hiburan. Setelah penampilan selesai, tamu diberi daun sirih dalam carano sebagai tanda penyambutan yang hangat.
Dalam pernikahan, pengantin pria menerima daun sirih ini sebagai kepala rombongan. Biasanya, sembilan penari terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah dua penari pria dengan gerakan pencak silat gagah. Kelompok kedua terdiri dari empat penari perempuan menari dengan anggun. Kemudian, kelompok terakhir adalah seorang perempuan sebagai pembawa carano dengan dua pendamping.
Filosofi tari pasambahan mencerminkan nilai-nilai seperti penghormatan, kehangatan penyambutan, dan pelestarian tradisi dalam menerima tamu istimewa. Ini adalah simbol keramahan dan keindahan budaya Sumatera Barat.
4. Tari Indang Badindin
Tari indang badindin yaitu seni pertunjukan asal Sumatera Barat yang berawal di Kabupaten Pariaman. “Indang” merujuk pada gerakan khas dalam tarian ini. Mungkin masyarakat lebih mengenalnya sebagai tari dindin badindin, yakni judul lagu pengiringnya.
Serupa dengan tari pasambahan, kini lebih sering menjadi hiburan, penyambutan tamu, pertunjukan dalam pernikahan, dan lainnya. Awalnya, hanya tujuh pria yang menarikannya, tapi seiring waktu, wanita juga mulai menarikannya.
Gerakan dalam tarian ini variatif, mengikuti panjang lagu pengiring. Gerakan seragam terjadi saat “reff”. Penari duduk dengan gerakan yang mengingatkan pada posisi di antara sujud sholat.
Awalnya, ini berguna untuk menyebarkan Islam, tetapi sekarang lebih sebagai hiburan. Walaupun terfokus pada hiburan, filosofi tari tradisional Sumatera Barat ini masih mencerminkan perubahan budaya, adaptasi, dan pengalihan nilai-nilai, serta mempertahankan akar budayanya.
5. Tari Galombang
Tari galombang, berasal dari kata “gelombang” dan menjadi cikal bakal Kesenian Randai pada 1932. Awalnya, pertunjukan ini dalam upacara pernikahan adat Minang. Gerakannya menggambarkan ketangkasan luar biasa, seperti gelombang laut.
Melibatkan banyak penari yang bisa mencapai puluhan orang, tarian ini bercerita tentang pernikahan pemuda yang terawasi oleh teman-temannya yang ahli dalam seni bela diri Minangkabau. Ini juga melibatkan peran penting penghulu dalam upacara adat Minangkabau.
Filosofinya mencerminkan pentingnya persahabatan, ketangkasan, dan kerjasama dalam menghadapi perubahan hidup, terutama dalam pernikahan. Gerakan yang meniru dinamika gelombang laut juga menjadi simbol perjalanan hidup yang penuh tantangan, yang bisa diatasi melalui kebersamaan dan keterampilan.
6. Tari Rantak
Tari rantak, tari tradisional Sumatera Barat yang berasal dari wilayah Minangkabau. Rantak menampilkan gerakan yang sangat dinamis dan terinspirasi oleh seni bela diri pencak silat. Tarian ini menekankan ketajaman gerakan penari.
Keindahan tarian ini tidak hanya terletak pada gerakan tubuh, tetapi juga dalam hentakan langkah penarinya. Bunyi ini berasal dari hentakan kaki penari yang sinkron dengan gerakan tegas mereka. Biasanya, orang yang membawakan tari rantak adalah sekelompok penari laki-laki dan perempuan.
Penarinya mengenakan pakaian merah dengan aksen emas yang terpadu dengan warna cerah. Musik yang mengiringi tarian ini dinamis, sementara gerakan tariannya kuat dan tajam, ditambah dengan hentakan kaki yang menggelegar.
Filosofi tari rantak mencerminkan persatuan, kekuatan, dan ketajaman dalam bergerak bersama. Seperti seni bela diri, tarian ini mengajarkan pentingnya koordinasi, disiplin, dan harmoni dalam tindakan bersama, menciptakan sebuah karya seni yang memukau.
7. Tari Tempurung
Berbeda dengan tarian-tarian sebelumnya yang menggunakan berbagai aksesoris seperti piring atau payung, seni pertunjukan ini mengandalkan tempurung kelapa sebagai properti utamanya. Tarian ini pertama kali pentas pada tahun 1952 di Nagari Batu Manjulur.
Filosofi yang terkandung dalam tarian ini mengajarkan nilai-nilai kebaikan, menentang perbuatan pemberontakan, dan mengedukasi tentang pentingnya menghindari perilaku buruk. Kini, tarian ini telah menjadi bagian dari hiburan dalam berbagai acara, mulai dari pernikahan hingga acara kenegaraan.
Kostum yang terpakai oleh para penari adalah Baju Taluak Balango, pakaian khas Minangkabau. Warna utamanya biasanya hitam dengan hiasan aksen kuning emas, tetapi ada juga yang mengenakan warna yang lebih cerah.
8. Tari Randai
Randai adalah perpaduan antara kaba dan silek dengan iringan oleh gerakan tari yang indah. Kaba atau kabar yang mengacu pada berita yang dibawa oleh pengelana, sementara silek berhubungan dengan keahlian dalam seni bela diri.
Biasanya, pentas tari randai yakni oleh satu penari utama yang memberikan aba-aba untuk gerakan selanjutnya. Jumlah penari lainnya tidak tentu karena tergantung pada cerita rakyat yang dipersembahkan.
Gerakan dalam tari tradisional Sumatera Barat ini melibatkan kuda-kuda, pencak silat, gesekan kaki, berjalan, dan gerakan penari. Pada awalnya, tarian ini berguna sebagai media untuk menyampaikan cerita rakyat melalui lantunan syair.
Filosofi dalam randai mencerminkan pentingnya komunikasi dan penyampaian cerita melalui seni, serta kemampuan individu dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bela diri. Ini juga menunjukkan bagaimana seni dapat berguna sebagai sarana untuk memahami dan membagikan nilai-nilai budaya dan sejarah.
9. Tari Lilin
Tarian tradisional ini mengisahkan cerita rakyat Minang tentang seorang gadis yang menghadapi masalah ketika kekasihnya pergi, meninggalkannya dan kehilangan cincin pertunangannya.
Gadis ini membawa lilin yang letaknya di atas piring untuk membantu menemukan cincin yang hilang. Inspirasi untuk gerakan tarian lilin berasal dari adegan ini, di mana penari membawa lilin dan mengekspresikannya dengan gerakan gemulai dan indah dalam upaya mencari cincin.
10. Tari Alang Babega
Tari Tradisional Sumatera Barat terakhir adalah alang babega, yang memiliki kuatnya pengaruh budaya Mentawai. Dalam bahasa Minang, “alang” merujuk pada Burung Elang. Tarian ini menggambarkan seekor elang yang sedang memantau dan siap menerkam mangsanya.
Tari alang babega biasanya membawa penampilan seni tari ini dalam kelompok genap, dengan jumlah penari berkisar antara 2 hingga 6 orang, terdiri dari pria dan wanita. Tarian ini seringkali pentas dalam berbagai perayaan acara adat, kegiatan budaya, dan pertunjukan internasional.
Sudah Tahu Apa Saja Tari Tradisional Sumatera Barat?
Demikian pembahasan tarian khas Sumatera Barat, mulai dari tari piring yang memukau dengan kepiawaian penarinya dalam mengendalikan piring hingga alang babega yang menggambarkan keindahan alam dan budaya Mentawai.
Tari Tradisional Sumatera Barat mempesona dengan beragamnya kisah, gerakan, dan filosofi yang disampaikannya. Setiap tarian menjadi cerminan kaya akan warisan budaya dan kearifan lokal yang patut Anda lestarikan. Dengan keindahan dan keunikannya, tari-tari ini terus menghidupkan pesona budaya yang mendalam.