Jika mendalami ilmu sosiologi, pasti kamu tidak asing dengan tokoh Emile Durkheim, bukan? Berbagai teori emile durkheim selalu membahas fenomena yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat.
Tak hanya itu, Durkheim juga mendorong penggunaan metode ilmiah dan memberikan landasan bagi studi norma sosial. Nah, untuk mengenal lebih jauh mengenai teori satu ini, mari simak tulisan ini sampai habis!
Daftar ISI
Biografi Singkat Emile Durkheim
Beliau merupakan seorang sosiolog pertama yang mendirikan departemen sosiologi di universitas di Eropa pada tahun 1895. Saat itu, ilmu sosiologi belum berkembang pesat. Namun, Durkheim terus mengembangkan berbagai teori mengenai ilmu sosiologi.
Bernama lengkap David Émile Durkheim, beliau lahir di Epinal Perancis, 15 April 1858. Durkheim lahir dalam keluarga berkebangsaan Yahudi di Prancis. Ayahnya adalah seorang rabbi yang mengharapkan Durkheim mengikuti jejaknya dalam kehidupan agama. Namun, Durkheim memiliki minat besar dalam ilmu pengetahuan.
Durkheim memutuskan mengejar studi akademik untuk membuktikan bahwa fenomena kepercayaan dan keagamaan berasal dari faktor sosial, bukan ilahi. Tekadnya kuat sedari dini, ini terlihat dari masa kanak-kanak Durkheim yang keluar sekolah karena memilih menjadi agnostik dan meragukan keberadaan Tuhan.
Minat Durkheim pada ilmu sosial sedikit terganjal. Saat itu, Perancis belum memiliki kurikulum pembelajaran ilmu sosial. Akhirnya, tahun 1882, Durkheim lulus dengan gelar sarjana filsafat. Selama beberapa tahun menjadi pengajar filsafat, beliau meninggalkan Perancis untuk belajar sosiologi ke Jerman, tahun 1885.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingginya, Durkheim memulai karier akademiknya dan menjadi seorang profesor sosiologi. Beliau menjadi profesor sosiologi pertama di Prancis dan memegang jabatan penting di beberapa universitas. Jurnal ilmu sosial pertamanya berjudul L’Année Sociologique juga cukup fenomenal.
Seiring berjalannya waktu, lahirlah berbagai teori emile durkheim yang masih dipelajari hingga saat ini. Kemudian, pada tahun 1896, Durkheim menerbitkan karya besar ketiganya yang berjudul Suicide: A Study in Sociology. Sebuah studi kasus yang mengeksplorasi tingkat bunuh diri di antara umat Protestan dan Katolik.
Nah, karena perannya sangat signifikan dalam dunia sosiologi, Emile Durkheim akhirnya dinobatkan menjadi Bapak Sosiologi Modern.
Jenis Teori Emile Durkheim
Emile Durkheim mengembangkan teorinya dengan melihat perilaku sosial manusia sebagai individu. Beliau juga juga melihat individu sebagai bagian dari suatu sistem sosial dan memiliki orientasi kepada lingkungan tempatnya berada. Berikut adalah tiga jenis teorinya:
1. Teori Fakta Sosial
Durkheim memandang fakta sosial sebagai salah satu bagian penting dalam ilmu pemahaman masyarakat dan perilaku manusia. Teori emile durkheim satu ini menjadi dasar untuk mengkaji bagaimana masyarakat dan individu saling memengaruhi.
Dalam konteks ini, fakta sosial memengaruhi individu secara signifikan dan memunculkan adanya konsep kesadaran kolektif yang didasari kepercayaan dan tekad bersama. Durkheim menggambarkan bahwa fakta sosial adalah pola perilaku, norma, nilai, institusi, dan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat.
Hal tersebut menjadi kekuatan eksternal yang memengaruhi seseorang. Misalnya seperti mengatur perilaku dan membatasi kebebasannya sebagai individu. Kemudian, menciptakan kohesi sosial dan kesatuan dalam masyarakat.
Intinya, fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baik itu baku maupun tidak baku. Beberapa ciri-cirinya adalah bersifat eksternal atau di luar individu, bersifat memaksa, serta tersebar luas dalam suatu masyarakat.
2. Teori Solidaritas Sosial
Durkheim memahami solidaritas sebagai dasar yang mempersatukan anggota masyarakat. Pemahaman inilah yang membentuk dasar penting dalam hubungan sosial masyarakat modern. Selain itu, teori ini dapat menjelaskan terjadinya perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungan masyarakat.
Teori solidaritas sosial terbentuk karena Durkheim memiliki pandangan bahwa perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor ekologis dan demografis. Beliau juga mengidentifikasi dua jenis solidaritas sosial yang berbeda, yakni solidaritas mekanik dan organik. Berikut uraiannya:
a) Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik merujuk pada jenis solidaritas yang mendominasi masyarakat tradisional dan primitif. Dalam konteks ini, anggota masyarakat terikat bersama karena kesamaan nilai, norma, dan tradisi yang ada.
Umumnya, orang-orang dalam masyarakat ini memiliki keseragaman dalam hal keyakinan, perilaku, dan pekerjaan. Keseragaman ini menghasilkan hubungan sosial yang kuat dan menyatukan mereka secara kolektif yang homogen. Dalam masyarakat ini, sanksi norma sosial juga lebih kuat dan tegas untuk ditegakkan.
Karakter dari solidaritas mekanik dalam teori emile durkheim adalah sistem pembagian kerja rendah, serta nilai dan norma bersifat umum juga abstrak. Selain itu, hukum yang berlaku bersifat memaksa.
b) Solidaritas Organik
Solidaritas organik terbentuk karena masyarakat bersatu atas rasa saling ketergantungan fungsional, biasanya menjadi karakteristik masyarakat modern yang diwarnai oleh spesialisasi dan diversifikasi pekerjaan. Tiap orang di dalamnya memiliki peran dan fungsi yang sangat berbeda satu sama lain.
Teori tentang solidaritas organik mengacu pada interdependensi yang berkembang dalam masyarakat modern. Artinya, setiap individu bergantung satu sama lain untuk mencapai kesuksesan atau memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut sangat berbeda dari solidaritas mekanik yang menekankan kesamaan dan homogenitas.
Karakter dari solidaritas organik adalah sistem pembagian kerja yang kompleks. Hukumnya pun bersifat restitutif karena semata-mata diberlakukan untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi semula.
3. Teori Anomie
Durkheim membuat teori anomie untuk menjelaskan alasan seseorang melakukan penyimpangan. Beliau menggambarkan kondisi masyarakat yang mengalami keputusasaan, kebingungan, dan ketiadaan norma dalam kehidupan.
Anomie menjadi pemahaman akan gangguan dalam struktur sosial yang dapat menghasilkan dampak negatif pada individu dan masyarakat secara keseluruhan. Kondisi ini membuat seseorang merasa tidak memiliki panduan atau norma yang jelas dalam perilakunya, layaknya hilang arah.
Fenomena anomie dapat terjadi ketika norma-norma sosial menjadi kabur atau melemah dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat yang mengalami perubahan cepat seperti urbanisasi, industrialisasi, atau disintegrasi sosial.
Dalam teori emile durkheim juga menghubungkan konsep anomie dengan tingkat bunuh diri masyarakat. Beliau berpendapat bahwa meningkatnya kasus bunuh diri bisa terjadi karena masyarakat mengalami anomie. Sehingga, individu yang tidak memiliki panduan norma sosial dengan jelas merasa terisolasi dan tidak berarti.
Teori anomie memiliki beberapa karakteristik seperti tidak memiliki kepastian normatif. Sehingga, menyebabkan kebingungan terhadap norma yang perlu diikuti dalam masyarakat dan meningkatnya gangguan sosial. Di mana ini akan menyebabkan konflik, seperti kerusuhan, kejahatan, dan perilaku antisosial lain.
Perspektif tentang Fenomena Bunuh Diri
Sebagai seorang sosiolog yang mempelajari perilaku individu, baik kelompok maupun masyarakat. Maka, Emile Durkheim pun mengkaji tentang fenomena bunuh diri. Teori emile durkheim tentang bunuh diri adalah terpengaruhnya kondisi seseorang karena fenomena sosial di lingkungannya.
Fenomena sosial tersebut berupa masalah ekonomi, agama, perceraian, disintegrasi sosial, dan regulasi sosial. Durkheim juga melakukan riset mengenai statistik bunuh diri di berbagai negara Eropa.
Selain itu, Durkheim memandang tingkat bunuh diri di suatu daerah bisa meningkat jika seseorang melebihi kapasitas atau terlalu sedikit disintegrasi dan regulasi di dalam masyarakat
Perspektif tentang Ritual dan Keagamaan
Durkheim memandang agama sebagai kesatuan sistem kepercayaan dan praktik-praktik sakral. Dalam hal ini, terdapat larangan, kepercayaan dan praktik yang menyatukan semua orang yang menganut dan meyakini hal-hal tersebut ke dalam satu komunitas moral. Berikut syarat yang dibutuhkan dalam agama:
1. Kepercayaan Religius
Kepercayaan adalah simbolisasi dari ekspresi hal-hal yang memiliki nilai sakral. Ini juga mencerminkan hubungan yang dimiliki oleh seseorang, baik dengan yang menghormati nilai sakral atau dengan yang lebih bersifat duniawi.
Menurut Durkheim, kepercayaan adalah perasaan yang selalu ada dalam diri para penganut terhadap nilai-nilai yang mereka hargai. Keunikan dari kepercayaan ini menimbulkan perasaan takjub daripada ketakutan, terutama berasal dari emosi yang sangat khusus bahwa ‘keagungan’ ada dalam diri manusia.
2. Ritual Agama
Teori emile durkheim memandang ritual agama sebagai panduan tindakan yang mengatur cara seseorang bersikap terhadap hal-hal yang dianggap suci. Ritual keagamaan berbentuk ritus, upacara, atau perayaan yang ditandai oleh pengulangan yang teratur.
Fungsinya adalah untuk meningkatkan ikatan antara para penganut agama dan elemen-elemen suci yang dianggap sebagai inti kehidupan.
3. Rumah Ibadah
Setiap kepercayaan agama mengharuskan adanya tempat ibadah yang khusus. Contohnya, Islam mengharuskan adanya masjid, Kristen memerlukan gereja, Hindu membutuhkan pura, dan lain sebagainya.Â
Baca Juga : Mengenal Tokoh Pencetus Sosiologi Hukum di DuniaÂ
Sudah Lebih Memahami Teori Emile Durkheim?
Intinya, Emile Durkheim adalah tokoh penting dalam sosiologi yang telah memberikan banyak kontribusi dalam pemahaman masyarakat dan perilaku manusia. Sebenarnya, teori emile durkheim telah mengalami perkembangan oleh tokoh lain.
Durkheim bahkan mendapat beberapa kritik karena teorinya bertentangan dari perspektif individualistik. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan teori ini bisa membantu kita memahami bagaimana struktur sosial memengaruhi seseorang dan bagaimana seseorang memengaruhi masyarakat. Semoga bermanfaat!