6 Macam Upacara Adat Sumatera Utara, Fungsi, dan Tradisinya

Sumatera Utara bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya yang luar biasa, tetapi juga karena kekayaan warisan budayanya yang begitu mendalam. Salah satu aspek budaya yang menarik adalah serangkaian upacara adat Sumatera Utara yang masih dilestarikan dengan diwariskan dari generasi ke generasi masyarakat setempat. 

Beberapa upacara adat yang ada pada umumnya berkaitan dengan peristiwa penting yang pernah terjadi di wilayah Sumatera Utara. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa upacara adat Sumatera Utara yang penuh warna dan makna lestari. Lengkap dengan fungsi dan rangkaian tradisinya, lho

Fungsi Pelaksanaan Upacara Adat 

Sama halnya dengan upacara adat di wilayah provinsi lain, upacara adat Sumatera Utara juga memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : 

  • Menghormati Tuhan Yang Maha Esa atau Sang Pencipta dan menghormati para leluhur.
  • Sebagai wujud melestarikan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  • Untuk menyelamatkan keluarga serta diri sendiri dari berbagai gangguan atau bahaya sekitar.
  • Berfungsi untuk mengendalikan kehidupan sosial seperti norma sosial, pengelompokkan masyarakat dalam lingkup sosial, dan media sosial.
  • Mengintegrasikan antara etos dan pandangan hidup setiap masyarakat. 
  • Melestarikan budaya warisan nenek moyang.

Baca Juga : 10 Rumah Adat Sumatera Utara Beserta Keunikan Maknanya

6 Upacara Adat Sumatera Utara 

Setelah mengetahui fungsi dari pelaksanaan upacara adat secara umum, lalu apa saja upacara adat Sumatera Utara yang sampai sekarang masih tetap berjalan? Simak penjelasan di bawah ini: 

1. Mangongkal Holi 

Mangongkal Holi
Mangongkal Holi | Sumber Gambar: goodnewsfromindonesia.id

Upacara adat ini merupakan tradisi dari masyarakat Sumatera Utara, khususnya suku Batak. Tradisi sakral Mangongkal Holi merupakan proses membongkar tulang belulang dari leluhur yang sudah meninggal di tanah perantauan kemudian memindahkannya ke tanah kelahiran. 

Mangongkal Holi sudah ada sejak zaman nenek moyang suku Batak Toba. Biasanya, upacara adat Sumatera Utara ini diselenggarakan oleh anggota keluarga yang sering memimpikan anggota keluarga lain yang telah meninggal. Pelaksanaan proses ini melibatkan beberapa anggota keluarga serta komunitas keturunan leluhur. 

Cara membersihkan tulang belulang yang sudah terkumpul yaitu melumurinya dengan jeruk nipis, kemudian dimasukkan ke dalam peti. Peti yang sudah berisi tulang lalu akan dimasukkan ke bangunan tugu yang bernama simin sesuai dengan tingkat generasi. 

Menurut ketentuannya, rangkaian tulang belulang anggota keluarga termuda akan ditempatkan di lapisan terbawah. Sementara generasi paling tua akan berada di tingkatan tertinggi sebagai bentuk penghormatan keturunan yang masih hidup kepada leluhur.

Proses pelaksanaan Mangongkal Holi biasanya berlangsung selama 3 hari. Pihak keluarga juga perlu menyiapkan makanan dari daging kerbau atau babi. Upacara adat ini merupakan tradisi adat istiadat terbesar dalam kebudayaan Batak Toba untuk mempersatukan keturunan leluhur yang sudah tersebar. 

2. Fahombo 

Upacara Adat Sumatera Utara Fahombo
Upacara Adat Sumatera Utara Fahombo | Sumber Gambar: Detik.com

Upacara adat Sumatera Utara selanjutnya adalah Fahombo yang juga bisa Anda sebut sebagai Hombo Batu. Uniknya, upacara ini masih bisa Anda temukan di wilayah yang dihuni oleh warga suku Nias, salah satunya di Teluk Dalam. Tradisi Fahombo ini terkenal lantaran seorang pria suku Nias akan melompati batu setinggi 2 meter. 

Tradisi ini berawal dari masyarakat Nias zaman dahulu yang mayoritas memiliki keahlian melompat batu. Pada zaman dahulu, setiap pemukiman penduduk pasti memiliki pagar batu sebagai pertahanan. Oleh sebab itu, masyarakat lihai dalam memasuki pemukiman dengan cara melompati pagar batu tersebut. 

Anak laki-laki masyarakat Nias yang sudah berumur 7 sampai 10 tahun harus mulai berlatih lompat batu. Namun, sebagai latihan, mereka bisa menggunakan tali dengan ketinggian sesuai dengan umur dan kemampuan anak. 

Jika sudah lihai, maka anak akan mencoba lompat dengan batu sesungguhnya. Namun, tidak semua anak bisa berhasil melakukan lompat batu. Mengapa bisa begitu?

Masyarakat Nias memiliki kepercayaan bahwa anak laki-laki yang berhasil melompati batu artinya sudah dewasa untuk melakukan kewajiban dan menerima haknya. Salah satunya sebagai penentu apakah laki-laki tersebut sudah matang untuk menikah dan berperang atau belum. 

3. Tarian Sigale-Gale 

Tarian Sigale-Gale
Tarian Sigale-Gale | Sumber Gambar: genpi.co

Upacara adat Sumatera Utara berupa tarian ini berbau mitos namun sampai saat ini masih menjadi kepercayaan masyarakat Sumatera Utara. Pada zaman dahulu, jika ada orang terkemuka yang meninggal dunia dalam kondisi belum menikah atau tidak memiliki keturunan, maka itu adalah sebuah bentuk kesialan.

Untuk mencegah kesialan tersebut, maka perlu ada ritual tarian duka menggunakan boneka kayu yang bernama Sigale Gale. Namun, terdapat versi lain yang menyatakan bahwa Sigale Gale berasal dari seorang raja yang tinggal di wilayah Toba dan memiliki anak bernama Manggale. 

Saat raja tersebut memerintahkan anaknya untuk berperang, anak tersebut tewas sehingga menyebabkan kondisi raja menjadi terpuruk. Kemudian, tabib istana memberi saran kepada raja untuk membuat pahatan patung yang menyerupai anaknya dengan bahan dasar kayu serta dipakaikan pakaian Ulos khas Batak. 

Setelah itu, tabib melakukan upacara ritual memanggil roh anak raja ke dalam patung tersebut. Dengan adanya patung tersebut, kesehatan raja semakin membaik karena ia seperti bisa melihat wajah anaknya secara langsung. 

4. Upacara Adat Sumatera Utara Marari Sabtu

Upacara Adat Sumatera Utara Marari Sabtu
Upacara Adat Sumatera Utara Marari Sabtu | Sumber Gambar: suar.id

Singkatnya, Marari Sabtu adalah upacara adat yang merupakan ritual ibadah umat Parmalim sebagai agama leluhur Suku Batak. Sebutan Parmalim berasal dari Raja Sisingamangaraja XII yang memerintahkan kepada Raja Mulia agar meneruskan ajaran tersebut. 

Hingga saat ini, terdapat dua generasi Naipospos sebagai salah satu marga Suku Batak yang sudah menggantikannya. Kepercayaan tersebut berpusat pada Huta Tinggi, Desa Pardomuan Nauli, Laguboti, Toba Samosir. Berdirinya Bale Pasogit menjadi tanda tradisi upacara adat Sumatera Utara tersebut. 

Seperti namanya, pelaksanaan Marari Sabtu dilakukan setiap hari Sabtu atau dalam bahasa Batak “Samisara”. Seluruh umat agama Parmalim akan berkumpul untuk ibadah di Bale Pasogit, Bale Partonggoan, maupun Rumah Parsantian. Marari Sabtu merupakan ibadah untuk menyembah Mulajadi Nabolon. 

Tujuan ritual ini adalah untuk mensucikan diri dari dosa, terutama dosa dalam seminggu terakhir serta membersihkan diri dari segala penyakit. Kemudian, para peserta ibadah juga akan mendapatkan bimbingan tentang cara agar lebih tekun saat menjalankan nilai dalam agama Parmalim. 

5. Tarian Gundala-Gundala

Tarian Gundala-Gundala
Tarian Gundala-Gundala | Sumber Gambar: detik.com

Perlu Anda ketahui bahwa tarian tradisional yang unik ini bertujuan sebagai sarana untuk memanggil hujan pada wilayah Tanah Karo, Sumatera Utara. Nama lain tarian Gundala-Gundala yaitu tari Tembut-Tembut. Biasanya, tari tersebut bisa Anda temukaan saat upacara Ndilo Wari Udan ketika musim kemarau panjang. 

Ndilo Wari Udan artinya memanggil hujan agar segera turun di Desa Karo. Tarian Gundala-Gundala berasal dari Raja Sibayak yang bertemu dengan seekor burung raksasa. Burung tersebut merupakan jelmaan dari pertapa sakti bernama Gurda Gurdi. 

Kemudian Gurda Gurdi menjadi penjaga putri Raja Sibayak dengan kekuatan yang bersumber dari paruhnya. Namun, tidak sengaja paruh tersebut tersentuh oleh sang putri, kemudian Gurda Gurdi marah dan Raja Sibayak mengutus pasukannya untuk membunuh Gurda Gurdi. 

Kematian Gurda Gurdi menimbulkan kesedihan masyarakat Karo hingga langit juga gelap dan hujan lebat. Dari peristiwa tersebut kemudian muncul upacara adat Sumatera Utara berupa ritual tarian Gundala-Gundala untuk memanggil hujan. 

Keunikan dari tarian Gundala-Gundala yaitu pada aksesoris tari berupa baju berwarna putih dan topeng kayu. Tarian dengan formasi gerak bersama yang dinamis sesuai ritme musik tradisional ini juga menjadi daya tarik bagi penonton. 

Beberapa contoh instrumen musik tradisional yang digunakan yaitu gendang, gong, keteng-keteng, dan serunai. Pemain tarian ini terdiri dari lima jenis topeng, yaitu raja, permaisuri, putri raja, menantu, dan burung Gurda Gurdi. 

6. Mangirdak 

Upacara Adat Sumatera Utara Mangirdak
Upacara Adat Sumatera Utara Mangirdak | Sumber Gambar: kelopmanansimangunsong.blogspot.com

Upacara adat Sumatera Utara terakhir yang akan kita bahas adalah Mangirdak. Tradisi ini bertujuan untuk mengunjung ibu hamil yang sudah memasuki usia kehamilan 7 bulan sambil membawa berbagai macam makanan atau bingkisan yang bermanfaat untuk ibu hamil maupun janinnya. 

Biasanya, ibu dari wanita yang hamil juga akan memasakkan makanan favorit anaknya agar lebih bersemangat dalam menjalani kehamilan dan proses persalinan nantinya. Ikan mas arsik adalah salah satu hidangan tradisional yang wajib ada dalam acara tersebut. 

Sang ibu akan menyuapi anaknya sembari berdoa untuk kehamilan anaknya. Selain itu, para orangtua yang berdatangan akan bergantian memberikan wejangan kepada wanita yang hamil tersebut. Wejangan bisa berupa cara merawat kandungan dan memberikan doa supaya ibu dan anak selamat saat proses melahirkan. 

Sudahkah Anda Mengetahui Apa Saja Upacara Adat Sumatera Utara? 

Artikel ini sudah menjelaskan secara lengkap tentang berbagai keunikan dari upacara adat Sumatera Utara. Mulai dari upacara berupa ibadah hingga tradisi berupa tarian yang memiliki tujuan berbeda berdasarkan sejarah atau asal usul terjadinya tradisi tersebut. 

Setiap upacara adat akan menceritakan cerita tentang identitas dan nilai-nilai masyarakat setempat. Dengan melestarikan dan menghormati upacara-upacara adat di atas, kita dapat terus memahami dan menghargai kekayaan budaya Sumatera Utara yang luar biasa.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page