Teori Kedaulatan Raja: Pengertian, Jenis, dan Penjelasannya

Teori kedaulatan raja umumnya menjadi bagian dalam bangsa-bangsa dengan sistem pemerintahan monarki. Setiap negara yang menggunakan teori kedaulatan tersebut memiliki sejarah dan filosofi yang mendalam. Lantas, apa itu kedaulatan raja? Sebelum itu, pahami dahulu apa itu teori kedaulatan.

Apa itu Teori Kedaulatan?

Istilah kedaulatan sendiri mengambil dari kata Arab ‘daulah’ atau ‘daulat’ yang memiliki arti kekuasaan tertinggi. Dalam KBBI, kedaulatan sendiri memiliki makna kekuasaan tertinggi dalam mengatur pemerintahan negara dan daerah.

Jean Bodin menyatakan bahwa teori kedaulatan sendiri terdiri dari kedaulatan ke dalam dan kedaulatan keluar. Kedua teori tersebut bermaksud untuk mengatur kedaulatan dalam sebuah negara, dalam hal ini mengatur semua hal yang ada di dalam negara sendiri.

Sementara itu, teori kedaulatan keluar merupakan sebuah sistem yang mana sebuah negara memiliki andil besar di luar negaranya. 

Mengenal Teori Kedaulatan Raja

Ilustrasi Istana Kerajaan
(Ilustrasi Istana Kerajaan | Sumber  gambar: Pexels.com)

Awal mulanya, teori ini lahir dari sebuah buku II Principle yang ditulis oleh Niccolo Machiavelli. Karyanya menjelaskan salah satu teori kedaulatan raja yang mana tahta tertinggi berada di tangan raja. Semua pemegang pemerintahan dan aturan menjadi kuasa raja, yang mana memiliki kekuasaan penuh dan mutlak.

Dengan kata lain, raja menjadi simbolis Tuhan, yang mana memiliki wewenang dan kekuasaan tidak terbatas. Hal ini menjadi sebuah kekuatan sekaligus tanggung jawab yang besar sebagai seorang raja. 

Meski begitu, negara yang menganut teori ini percaya bahwa sumber kekuasaan ini tetaplah berasal dari raja, bukan Tuhan. Raja juga akan bertindak atas nama dirinya sendiri, bukan sebagai Tuhan.

Tujuan teori kedaulatan raja itu sendiri adalah supaya sebuah negara menjadi kuat dengan memiliki raja sebagai pemimpin tertinggi mereka. Rakyat akan secara otomatis menyerahkan semua hak-hak mereka untuk mengabdikan diri kepada rajanya. 

Di era yang modern, kedaulatan raja masih sering muncul pada negara-negara monarki. Kedudukan raja berada diatas undang-undang negara tersebut sehingga sistem pemerintahan secara konstitusional mungkin masih bisa berjalan, dengan raja sebagai puncak tertingginya.

Ciri-ciri Negara yang Menganut Teori Kedaulatan Raja

Tidak semua negara monarki menggunakan teori kedaulatan raja sebagai asas-asas dan panduan pemerintahannya, kendati teori ini mungkin erat hubungannya dengan sistem kerajaan atau monarki. Beberapa ciri berikut ini dapat menjadi indikasi bahwa sebuah negara menggunakan kedaulatan raja:

  • Adanya pandangan bahwa raja merupakan simbolis keturunan dewa, yang mana memiliki tanggung jawab besar terhadap negara atau kerajaannya.
  • Seorang raja memiliki kuasa atas semuanya, termasuk segala properti dan hak atas semua masyarakatnya.
  • Kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Ini menjadikan titah raja selayaknya titah Dewa atau Tuhan.
  • Tidak dapat tunduk oleh konstitusi, sehingga kekuasaannya tak terbatas undang-undang.
  • Kekuasaan raja adalah mutlak dan absolut. Secara tidak langsung, ini menyatakan bahwa keputusan raja akan selalu benar.

Pro dan Kontra Penerapan Teori Kedaulatan Raja di Sebuah Negara

Ilustrasi Istana Kerajaan
(Ilustrasi Istana Kerajaan | sumber gambar: Pexels.com)

Setiap jenis kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara, semuanya merupakan bentuk independensi mutlak bagi tiap negara yang bersangkutan. Pada dasarnya setiap negara berhak menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan negara mereka masing-masing, dan mengatur wilayah yuridiksinya.

Namun, ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sistem kedaulatan raja. Hal ini juga menyebabkan pro dan kontra terhadap aplikasinya pada setiap negara, dengan latar belakang bangsa yang berbeda.

Kekurangan Teori Kedaulatan Raja

Kekurangannya antara lain:

  • Adanya kemungkinan seorang raja untuk menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan miliknya.
  • Penilaian raja dalam segala aspek permasalahan mungkin tidak selalu objektif.
  • Sulit untuk menerapkan sikap adil, dengan beban tanggung jawab dan kekuasaan yang terlampau besar.
  • Kurang membuka kesempatan untuk pihak lain ikut andil dalam pemerintahan. Secara tidak langsung kepemimpinan hanya berkutat pada raja dan keturunannya saja.

Kelebihan Teori Kedaulatan Raja

Kelebihannya antara lain:

  • Kekuasaan tertinggi hanya milik raja. Hal ini memungkinkan raja untuk memutuskan sebuah sikap yang tegas tanpa ada keraguan.
  • Meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN oleh aparat dan perangkat pemerintahan negara di bawahnya.
  • Menjadi simbol kekuatan dan kekuasaan suatu negara, sehingga hal tersebut memungkinkan untuk menanamkan rasa hormat dan tertib pada masyarakat.
  • Loyalitas yang tinggi dari rakyatnya untuk raja mereka.

Contoh Negara dengan Sistem Kedaulatan Raja

Istana Kerajaan Thailand
(Istana Kerajaan Thailand | Sumber gambar: Pexels.com)

Teori kedaulatan raja secara nyata bisa kita temui di negara-negara dengan sistem pemerintahan monarki atau kerajaan. Beberapa negara yang terkenal dengan sistem kedaulatan raja adalah sebagai berikut:

1. Thailand

Negara Thailand terkenal dengan pemerintahan monarki konstitusionalnya dengan Raja Bhumibol Adulyadej sebagai kepala negara. Sejarah negara Thailand yang sejak awal sudah menganut sistem kerajaan, tercatat sejak 1782 yang mana merupakan awal mula Wangsa Chakri.

Akan tetapi, menurut sejarah tradisional, kerajaan Thailand sudah dimulai sejak dinasti Chakri yang pertama kali muncul pada 1238. Seiring berjalannya peradaban modern, era monarki absolut di Thailand perlahan berubah menjadi monarki konstitusional.

2. Brunei Darussalam

Sebuah negara yang letaknya di Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu negara di ASEAN yang memiliki sistem pemerintahan monarki absolut. Raja yang menjadi kepala negara di Brunei Darussalam ini disebut Sultan. Sebagai sebuah negara dengan teori kedaulatan raja, Sultan menjadi pemangku kuasa tertinggi. 

Semua aset yang ada di negara ini adalah milik Sultan, selaku pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi. Akan tetapi, sejak tahun 2000, Brunei Darussalam memiliki parlemen yang bertugas untuk membantu dan menjadi penasehat Sultan. 

Kendati hanya bertumpu pada Sultan, tapi Brunei Darussalam menjadi negara yang memiliki kondisi politik paling stabil dari pada negara di Asia Tenggara lainnya.

3. Britania Raya

Inggris merupakan negara dengan sistem pemerintahan monarki konstitusional. Pemangku kekuasaan tertinggi berada di tangan raja atau ratu Inggris. Kepala pemerintahan Inggris saat ini adalah Raja Charles III, yang naik tahta setelah menggantikan ibunya Ratu Elizabeth. 

Raja atau ratu Inggris memiliki peranan yang cukup besar di pemerintahan, akan tetapi dalam batas-batas tertentu seperti yang telah tercantum oleh undang-undang. Sebagian besar kekuasaan politik diatur oleh badan legislatif dan badan eksekutif. 

Pemilihan anggota parlemen pemerintahan ini tetap berdasarkan pilihan dan persetujuan raja atau ratu. Oleh karena itu, andil dari pemegang monarki tertinggi juga sebagai perwakilan untuk urusan diplomatik, seremonial, dan tugas resmi lainnya. 

Tak hanya itu, raja juga menjadi simbolis kedaulatan negara dan otoritas pemerintahan. Kendati begitu, negara dengan sistem monarki konstitusi mungkin tidak bisa dianggap sebagai pemeluk teori kedaulatan raja, akan tetapi peranan raja di Britania Raya cukup besar. 

Sebab, raja masih memiliki kekuasaan legislatif, dengan bantuan saran dari House of Lords dan House of Commons.

4. Prancis dan Jerman

Pada masa pemerintahan Adolf Hitler, negara Prancis dan Jerman menjalankan pemerintahan negara dengan kedaulatan raja yang absolut dan mutlak. Pada masa tersebut, raja bisa menerapkan dan menjalankan kekuasaannya sesuai dengan kehendaknya saja. 

Ini menjadi tirani yang mungkin merugikan berbagai lapisan masyarakat lain. Namun kini, Prancis menjadi negara kesatuan yang menganut sistem semi presidensial sedangkan Jerman kini menganut sistem pemerintahan republik parlementer.

Baca Juga : Pengertian Bangsa: Tujuan, Unsur, Ciri, dan Faktornya

Sudah Tahu Apa itu Teori Kedaulatan Raja?

Setelah membaca ulasan ini, kita sadar bahwa kedaulatan raja mungkin menjadi sebuah teori yang memiliki pengaruh begitu kuat terhadap kemajuan sebuah negara. Besarnya kekuasaan yang ada pada raja, juga bersamaan dengan tanggungjawab yang begitu besar pula. 

Kendati wewenangnya yang begitu besar pada kedaulatan ini, tetapi akan lebih sulit untuk bersikap adil kepada seluruh lapisan rakyatnya. Sebagai contoh pada pemerintahan Brunei Darussalam yang absolut, tetap membutuhkan dewan parlemen untuk membantu Sultan, agar bisa mengambil keputusan-keputusan bijak dan adil. 

Terlepas dari itu, semua teori memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri, dan setiap negara memiliki caranya sendiri dalam menentukan pemerintahan terbaik untuk negaranya.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page