Prasasti Sojomerto merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan Kalingga. Peninggalan ini berbentuk batu yang bertuliskan peninggalan Wangsa Sailendra.
Prasasti yang muncul di awal abad ke-8 M ini memiliki isi yang menarik untuk disimak. Supaya tidak penasaran, simak rangkuman artikel berikut ini!
Daftar ISI
Sekilas Tentang Prasasti Sojomerto
Berdasarkan analisis paleografi, benda peninggalan Kerajaan Kalingga ini muncul pada akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8. Seperti namanya, lokasi penemuan benda bersejarah ini berada di salah satu desa yang bernama Sojomerto. Lokasinya berada di Kecamatan Reban, Provinsi Jawa Tengah.
Prasasti Sojomerto terbuat dari batu jenis andesit yang memiliki panjang mencapai 45 cm dan tinggi sekitar 80 cm. Ketebalan dari batu ini mencapai 30 cm.
Di dalam prasasti ini terdapat 11 baris kalimat yang menggunakan aksara Kawi dan bahasa Melayu kuno. Prasasti ini berisikan tentang Dapunta Syailendra. Menurut Kepala Lembaga Arkeologi FSUI, Dapunta Syailendra merupakan pembuka raja-raja yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno dari keturunan Wangsa Syailendra.
Hubungan pemimpin Kerajaan Kalingga dengan Kerajaan Mataram Kuno tidak lepas dari pengaruh nenek moyang yang sama-sama keturunan dari Wangsa Syailendra. Diketahui ayah dari Dapunta Syailendra bernama Santanu. Sedangkan ibunya bernama Badrawati. Lalu, Dapunta Syailendra memiliki istri bernama Sampula.
Isi Prasasti dan Maknanya
Ada 11 baris dalam Prasasti Sojomerto, tapi tidak semuanya terbaca dengan jelas karena faktor usia. Adapun isi dari 11 baris tersebut, antara lain:
… – ryayon çrî sata …
… _ â kotî
… namah ççîvaya
bhatâra parameçva
ra sarvva daiva ku samvah hiya
– mih inan –is-ânda dapû
nta selendra namah santanû
namânda bâpanda bhadravati
namanda ayanda sampûla
namanda vininda selendra namah
mamãe apesar lempel ângih
Makna dari isi prasasti yang menggunakan aksara Kawi dan bahasa Melayu kuno adalah sebagai berikut:
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Syailendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama istrinya dari yang mulia Syailendra.
Secara keseluruhan, isi dari Prasasti Sojomerto ini bercerita tentang seseorang yang menganut agama Siwa bernama Dapunta Syailendra. Alasan Dapunta Syailendra menggunakan bahasa Melayu Kuno tidak lepas dari asal-usul pendahulunya, yaitu Akhandalapura yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya.
Fungsi Prasasti Sojomerto
Di Indonesia, kemunculan prasasti sudah ada sejak awal abad ke-8 hingga abad ke-14. Kebanyakan prasasti yang ditemukan menggunakan aksara Sansekerta, Jawa Kuno, Pallawa, Sunda Kuno, dan Melayu Kuno seperti prasasti peninggalan Kerajaan Kalingga.
Prasasti tidak hanya membuktikan keberadaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Dahulu, prasasti memiliki fungsi utama sebagai penghormatan, perayaan, atau peresmian tertentu.
Selain itu, prasasti juga memiliki fungsi lain, yaitu media untuk informasi seputar penetapan atau keputusan dari sebuah kerajaan maupun wilayah. Maka dai itu, prasasti tidak hanya berisikan tentang informasi, akan tetapi juga berisi sumpah hingga kutukan.
Jika melihat isi dari Prasasti Sojomerto, fungsi utama pembuatan prasasti ini adalah sebagai informasi tentang silsilah Dapunta Syailendra. Mengenal silsilah berperan penting untuk mencegah putusnya garis keturunan.
Terbentuk dan Berakhirnya Kerajaan Kalingga di Jawa
Prasasti Sojomerto tidak hanya menjelaskan silsilah dari Dapunta Syailendra, tapi juga menjadi bukti keberadaan Kerajaan Kalingga serta para pemimpinnya. Berikut ulasannya:
1. Pendiri Kerajaan Kalingga
Dapunta Syailendra merupakan pendiri dari Kerajaan Kalingga. Kerajaan ini memiliki nama lain Kerajaan Keling, Kerajaan Holing, dan Kerajaan Heling. Pemilihan nama kerajaan ini juga menunjukkan kedekatan antara Kerajaan Kalingga dengan India dan China.
Kerajaan Kalingga merupakan pionir kerajaan besar yang berkuasa di Pulau Jawa di era selanjutnya. Berdasarkan sejarah, Kerajaan Kalingga menjadi pusat agama Buddha yang memiliki pendeta bernama Hwining. Pusat pemerintahan kerajaan ini berada di dua tempat, yaitu Pekalongan dan Jepara.
Tahun berdirinya Kerajaan Kalingga diperkirakan pada abad ke-6 M. Setelah mendirikan kerajaan, Dapunta Syailendra menunjuk Prabu Wasumurti sebagai raja pertama, lalu berkuasa selama 11 tahun.
Setelah Prabu Wasumurti wafat, putranya yang bernama Prabu Wasugeni pun naik tahta dan memimpin selama 27 tahun. Setelah itu, Prabu Wasudewa menjadi raja ketiga, setelah ayahnya, Prabu Wasugeni, wafat.
Pertukaran pemimpin di Kerajaan Kalingga masih terus berlangsung. Raja keempat yang berhasil memimpin Kalingga adalah Prabu Kirathasinga. Kemudian, diganti oleh Prabu Wasukawi sebagai raja kelima.
Tidak berlangsung lama, Prabu Kartikeyasingha menjadi pemimpin baru sebagai raja keenam Kalingga. Prabu Kartikeyasingha merupakan suami dari Ratu Shima, anak dari Prabu Wasugeni. Prabu Kartikeyasingha memimpin Kalingga cukup lama, yaitu selama 26 tahun.
Wafatnya Prabu Kartikeyasingha membuat posisi pemimpin di Kalingga kosong. Kemudian, posisi tersebut diisi oleh Ratu Shima. Meski terlahir sebagai perempuan, di era kepemimpinan Ratu Shima Kerajaan Kalingga semakin berjaya.
Ratu Shima merupakan pemimpin yang tegas, berwibawa, bijak, dan adil. Semua rakyat Kalingga merasakan hidup yang berkecukupan, nyaman, dan aman. Salah satu bukti kemajuan Kerajaan Kalingga di era kepemimpinan Ratu Shima, yaitu meningkatnya sektor pertanian, perdagangan, ekonomi, agama, dan militer.
Bahkan, Kerajaan Kalingga memiliki hubungan yang cukup baik dengan China pada sektor perdagangan. Salah satu buktinya adalah keberadaan pelabuhan berukuran besar di daerah Pekalongan.
2. Runtuhnya Kerajaan Kalingga
Pemimpin Kerajaan Kalingga terakhir adalah Ratu Shima. Setelah Ratu Shima wafat, Kerajaan Kalingga mulai kehilangan kejayaannya dan runtuh seitar 752 M. Lebih tepatnya kerajaan ini runtuh karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Kalingga kemudian terbagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Keling yang berlokasi di Magelang dan Kerajaan Mataram Kuno atau Medang di daerah Yogyakarta.
Terpecahnya Kerajaan Kalingga merupakan awal mula dari terbentuknya kerajaan-kerajaan besar di Jawa.
Seperti kerajaan pada umumnya, Kalingga juga meninggalkan beberapa benda bersejarah. Benda bersejarah di era dinasti Syailendra tersebut tidak hanya Prasasti Sojomerto, akan tetapi juga ada prasasti Tukmas, Candi Bubrah, dan Candi Angin.
Alasan Dapunta Syailendra Membuat Prasasti
Jika kebanyakan prasasti dibuat oleh prabu yang ditujukan untuk rajanya, maka lain hal dengan pembuatan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini dibuat langsung oleh Dapunta Syailendra yang isinya membahas tentang silsilah keluarganya. Mulai dari ayah, ibu, dan istrinya.
Menurut sejarah, Dapunta Syailendra bukan berasal dari Jawa dan bukan menjadi pewaris tahta. Inilah alasan utama mengapa Dapunta Syailendra membuat prasasti sendiri, karena dia tidak memiliki hak atas tahta, sehingga harus menjelaskan siapa dirinya dan keluarganya.
Dapunta Syailendra bukanlah satu-satunya orang yang membuat prasasti sendiri. Beberapa raja di Jawa juga pernah melakukan hal yang sama, yaitu Raja Airlangga, Raja Balitung, dan Raden Wijaya.
Raja-raja tersebut juga menulis silsilah keluarganya melalui prasasti, agar diketahui oleh banyak orang.
Meski tidak memiliki hak dan tahta, pemimpin Kerajaan Kalingga merupakan keturunan dari Dapunta Syailendra. Jadi, secara keseluruhan Dapunta Syailendra memiliki peran cukup besar atas terbentuknya dinasti Syailendra dan kerajaan-kerajaan besar di pulau Jawa.
Hingga sampai saat ini, belum ada informasi pasti tentang siapa penemu Prasasti Sojomerto. Beberapa sumber hanya menuliskan lokasi penemuan prasasti tanpa mencatutkan nama penemunya.
Baca Juga: Prasasti Adalah: Pengertian, Sejarah, Fungsi, dan Contohnya
Prasasti Sojomerto Menjadi Awal Terbentuknya Dinasti Syailendra
Meski bukan berasal dari Jawa, Dapunta Syailendra berhasil mendirikan Kerajaan Kalingga yang merupakan awal dari dinasti Syailendra dan kerajaan-kerajaan besar di Jawa.
Kemudian, karena tidak memiliki hak dan tahta, Dapunta Syailendra menyebutkan silsilah keluarganya dalam Prasasti Sojomerto. Selain menjadi media informasi mengenai keluarga Syailendra, prasasti ini juga menjadi salah satu bukti keberadaan Kerajaan Kalingga di Jawa.