6 Struktur Hikayat: Pengertian, Ciri hingga Contohnya

Karya sastra di Indonesia tentu sangat banyak jumlahnya dan terbagi ke dalam berbagai jenis. Salah satunya adalah hikayat atau hikayah. Meskipun jenis karya sastra yang satu ini sudah ada sejak dulu, nyatanya masih banyak orang yang belum mengenal apa itu hikayah.

Nah, untukmu yang ingin tahu lebih banyak tentang hikayah, mulai dari pengertian, ciri, struktur, hingga contohnya, simak ulasan selengkapnya dalam artikel di bawah ini, ya!

Pengertian Hikayat

Bagi sebagian orang, hikayah mungkin saja menjadi istilah yang tidak asing terdengar. Secara harfiahnya, hikayat mempunyai arti yang sama dengan kenang-kenangan. Jadi, maksudnya adalah suatu karya tulis sebagai kenangan atau bisa juga sebagai peninggalan seorang pengarang kepada pembacanya.

Adapun dalam bahasa Arab, hikayat sendiri berasal dari kata hikayah yang berarti kisah, dongeng, atau cerita. Hikayah menjadi dongeng yang umumnya diceritakan dalam bahasa Melayu. Namun, kebanyakan tema yang ditulis adalah latar zaman dahulu, seperti kisah kerajaan.

Hal inilah yang kemudian membuat hikayah disebut juga sebagai prosa lama dalam bahasa Melayu yang sekarang ini sudah jarang ditemukan. Layaknya dongeng-dongeng lain, prosa lama tersebut juga berisi tentang keajaiban.

Kemudian, dilihat dari penuturannya, kisah pada prosa lama ini merupakan hasil dari imajinasi penulis, sehingga hikayah dikategorikan sebagai cerita fiksi yang kisah keseluruhannya hanya sebatas khayalan saja. Dengan kata lain, kemunculan cerita ini hanya bertujuan sebagai penghibur.

Meskipun kebanyakan hikayah ditemukan dalam bahasa Melayu, namun ada juga beberapa hikayah yang tertulis dalam Bahasa Indonesia. Contohnya seperti hikayah tentang Sahabat Rasul.

Ciri-Ciri Hikayat

Berikut ini adalah berbagai ciri-ciri hikayah yang menarik untuk diketahui:

1. Menggunakan Bahasa Melayu Klasik

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa kebanyakan hikayah ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu, khususnya Melayu Klasik. Sebab, cerita di dalamnya memang cenderung menggambarkan kisah-kisah zaman dahulu.

Hal ini jugalah yang melatarbelakangi kisah dalam hikayah ditulis dengan penggunaan bahasa dan pemilihan diksi dari bahasa klasik. Penggunaan bahasa Melayu Klasik ini  juga membuat hikayah menjadi tampak unik dengan nilai seni yang tinggi.

2. Tema Kerajaan

Secara umum, alur dan juga latar belakang pengambilan kisah-kisah dalam hikayah lebih banyak ditemukan dalam tema kerajaan. Dengan gaya bahasa klasik, kisah tersebut semakin menambah nuansa lawas, namun tetap menarik untuk dibaca, karena mempunyai nilai etnik yang berbeda.

3. Statis

Hikayat termasuk ke dalam jenis karya sastra yang bersifat statis atau tetap. Jadi, selama penulisan dan penggambaran keseluruhan kisah di dalam hikayah tidak mempunyai banyak perubahan. 

Makanya, saat kamu membaca hikayah, maka akan menemukan kisah, unsur intrinsik, dan berbagai hal lain dalam hikayah yang memiliki kemiripan satu sama lain.

4. Tradisional

Pemilihan tema karya sastra hikayah tidak pernah jauh dari kisah kerajaan. Begitu pula unsur-unsur intrinsik di dalamnya. Jadi, setiap isi dalam hikayah sudah pasti selalu mengusung tradisi dan juga budaya masyarakat pada masanya.

Seluruh tradisi itu tergambarkan dengan sangat baik pada cerita-cerita yang ditulis sebagai hikayah. 

Tak hanya itu saja, hikayah juga sarat akan makna serta amanat yang bisa dicontoh oleh para pembacanya. Sebab, konflik yang muncul dalam kisah tersebut kebanyakan menggambarkan kebaikan yang menang melawan keburukan.

5. Bersifat Edukasi

Walaupun tema yang diangkat berkaitan dengan kerajaan dan kehidupan masyarakat di masa lampau. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam sebuah karya sastra hikayah terdapat amanat baik yang bisa menjadi pembelajaran bagi para pembacanya.

Hal ini karena sejatinya hikayah juga mempunyai banyak unsur yang mampu mendidik pembaca agar senantiasa melakukan kebajikan. Kemudian, mempunyai sikap tenggang rasa terhadap sesama, saling menghargai antar manusia, mencintai sesama manusia, dan nilai-nilai kehidupan lain yang bisa saja kamu temukan dalam sebuah teks hikayah.

Kaidah Kebahasaan Teks Hikayat

Apabila dilihat dari segi bahasa, hikayah memang memiliki ciri khusus, yakni menggunakan bahasa Melayu Klasik dengan banyak tambahan kata penghubung. Berikut adalah tiga kaidah kebahasaan dalam teks hikayah yang perlu dipahami.

1. Penggunaan Konjungsi

Kata hubung atau disebut juga dengan konjungsi akan banyak ditemukan dalam teks hikayah. Penggunaan konjungsi ini umumnya berada di awal kalimat. Secara umum, penggunaan konjungsi pada teks hikayah bertujuan untuk membuat alur cerita menjadi lebih menarik.

Hal ini terjadi karena pada setiap kalimat ataupun kata akan terhubung dengan baik. Beberapa contoh konjungsi yang banyak digunakan dalam teks hikayah, antara lain serta, maka, dan sebagainya.

2. Kata Arkais

Kata arkais adalah jenis kata yang banyak digunakan pada teks-teks zaman dahulu. Akan tetapi, perlu dipahami juga bahwa kata arkais cenderung sulit dimengerti bagi orang-orang zaman sekarang. Hal ini karena kata arkais lebih banyak digunakan untuk awalan sebagai istilah.

Meski begitu, penggunaan kata arkais dalam teks hikayat tetap banyak dijumpai. Jadi, para pembaca bisa mengetahui berbagai kosakata arkais yang populer digunakan pada zaman dahulu.

3. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah suatu teknik yang digunakan untuk memanfaatkan kekayaan bahasa. Tujuannya sudah pasti adalah untuk memperluas karya sastra. Nah, dalam teks hikayah ini, kamu akan sering menemukan penggunaan gaya bahasa tersebut.

Hal ini karena dengan adanya gaya bahasa, sebuah teks akan menjadi lebih menarik sekaligus variatif. Pada akhirnya, pembaca pun akan merasa lebih senang dengan adanya berbagai macam gaya bahasa tersebut.

Struktur Hikayat

Setidaknya terdapat enam struktur hikayah yang perlu dipahami dengan baik. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya tentang keenam struktur hikayah tersebut:

1. Abstraksi

Abstraksi merupakan struktur di dalam teks hikayah yang berisi tentang sebuah inti cerita. Jadi, dari inti cerita tersebut nantinya akan dikembangkan kembali menjadi beberapa jenis peristiwa. Umumnya, bagian abstraksi ini juga kerap disebut dengan gambaran yang ada di dalam cerita.

Adapun dalam cerita hikayah, proses penyusunan abstraksi diperbolehkan untuk tidak menggunakannya. Akan tetapi, perlu dipahami kembali bahwa abstraksi dapat menjadi suatu permulaan yang sangat penting. Khususnya dalam membangun sebuah cerita hikayah yang menarik.

2. Orientasi

Orientasi merupakan bagian struktur yang ada di dalam teks hikayah, di mana berisi tentang keterangan waktu, suasana, dan juga tempat yang ada di dalam cerita tersebut. Dengan adanya orientasi, maka suasana yang terjadi dalam sebuah cerita dapat disusun dengan lebih dramatis.

Jadi, diharapkan para pembacanya dapat ikut terbawa suasana sekaligus merasakan hal yang sama. Biasanya, cerita hikayah cenderung tidak pernah berubah, walaupun diceritakan secara turun temurun.

3. Komplikasi

Struktur dalam teks hikayat yang selanjutnya adalah komplikasi, di mana bagian ini berisi tentang urutan dalam berbagai peristiwa yang kemudian dikaitkan sesuai dengan sebab dan akibatnya.

Pada bagian komplikasi, terdapat berbagai macam konflik yang dihadirkan oleh pengarang. Konflik inilah yang kemudian akan terjadi secara terus menerus sesuai dengan alur ceritanya. Tak hanya itu, pada bagian komplikasi juga diperoleh karakter tokoh yang memiliki berbagai macam keistimewaan.

4. Evaluasi

Bagian evaluasi dalam teks hikayah memuat berbagai macam konflik yang kemudian mulai mendapatkan berbagai resolusi sekaligus penyelesaian yang dilakukan oleh tokoh utama. 

Keberadaan evaluasi dalam teks hikayah menunjukkan bahwa cerita tersebut sudah mendekati akhir cerita. Oleh karena itulah, bagian evaluasi menjadi salah satu struktur yang penting. Sebab, sering kali bagian ini memuat berbagai macam poin yang berguna untuk kehidupan manusia sekarang ini.

5. Resolusi

Resolusi dalam teks hikayah berisi tentang berbagai macam solusi dari suatu masalah yang dialami oleh tokoh atau karakter tertentu dalam cerita, seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya.

Sering kali bagian resolusi ini akan ditampilkan dari pemikiran pribadi si penulis cerita. Umumnya, bagian ini penulis buat untuk menyampaikan amanah kepada pembacanya.

6. Koda

Koda merupakan bagian akhir dalam penulisan teks hikayah dan kerap disebut juga sebagai kesimpulan. Dalam struktur koda, ada banyak nilai dan hikmah yang bisa diperoleh dan tentu saja sangat bermanfaat bagi para pembaca.

Contoh Teks Hikayat

Adapun beberapa contoh teks hikayah berjudul “Perkara Si Bungkuk dan Si Panjang” yang bisa kamu baca adalah sebagai berikut:

Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan.

Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang.

Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya.

Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga.

Katanya, “Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?”

Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, “Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.”

Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali ini!”

Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu.

Maka kata orang tua itu, “Tuan hamba seberangkan apalah hamba kedua ini.”

Maka kata Bedawi itu, “Sebagaimana hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam.”

Maka kata orang tua itu kepada istrinya, ”Pergilah diri dahulu.” Setelah itu, maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu.

Arkian maka kata Bedawi itu, ”Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu.

Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata oleh si Bungkuk air itu dalam.

Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, ”Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambil, hamba jadikan istri hamba.”

Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.

Maka kata perempuan itu kepadanya,”Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.” Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu.

Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu. Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya.

Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, ”Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.” Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.

Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu airnya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang, lalu diikutinya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu, maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu. Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk.

Setelah itu, maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Istri siapa perempuan ini?”

Maka kata Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu, ”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.”

Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu.

Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?”

Maka kata perempuan celaka itu, ”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah Masyhudulhakk, ”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.”

Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?”

Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan.

Setelah itu, maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan perempuan itu istrimu?”

Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya.”

Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu.

Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu, maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?”

Maka kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya. Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu.

Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu, didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.

Kemudian, maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka, bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Yuk, Baca Cerita Hikayat Tempo Dulu yang Lainnya!

Demikian ulasan lengkap tentang pengertian, ciri-ciri, struktur, hingga contoh teks hikayat yang menarik untuk kamu pelajari. Jadi, karya tulis hikayah ini berisikan cerita-cerita tempo dulu yang sarat akan makna dan sebagian besar menggunakan bahasa Melayu. Semoga informasi tentang teks hikayah tersebut bermanfaat untukmu!

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page