Malam Satu Suro: Arti, Sejarah, Serta 5 Larangannya

Malam satu suro adalah sebuah tradisi masyarakat dari pulau Jawa yang bertepatan dengan tahun baru Islam (1 Muharram). Malam tersebut menjadi tanggal pertama dalam kalender jawa.

Terdapat perayaan besar pada malam tersebut. Seperti halnya pada Hari Raya Idul Fitri dan Qurban serta Maulid Nabi. Selain itu, terdapat banyak larangan di dalamnya.  Simak informasinya pada artikel ini.

Arti Dari Malam Satu Suro

Malam 1 Suro merupakan hari pertama serta bulan pertama dalam kalender Jawa.  Jika kamu lihat pada kalender Islam, malam ini bertepatan dengan awal bulan Muharram.

Istilah kata “Suro” ini berasal dari bahasa Arab yaitu asyura, yang artinya sama dengan 10. Jika secara harfiah, artinya 10 malam terakhir sebelum penutupan tahun dalam islam. Pada tahun ini, malam satu suro jatuh pada hari Selasa 18 Juli 2023.  

Biasanya orang orang akan merayakannya penuh kegembiraan. Seperti yang telah kamu ketahui bahwa malam suro bertepatan dengan 1 Muharram. Maka, perayaan tersebut mulai dari setelah magrib hingga keesokan hari (sebelum tanggal 1 Muharram).

Berdasarkan keyakinan dari adat Jawa, pergantian hari mulai dari saat matahari terbenam pada hari sebelumnya hingga terbenam kembali. Misalnya, 1 Muharram adalah tanggal 18 Juli, maka malam satu suro adalah tanggal 17 Juli.

Sejarah Malam Satu Suro

Kirab Malam Suro
Kirab Malam Suro | Sumber gambar: Realita.co

Sejarah dari malam suro ini kita mulai dari zaman kerajaan Islam di Jawa, yaitu zaman Sultan Agung. Masih ingatkah kamu siapa Sultan Agung?

Sultan Agung adalah raja dari kesultanan Mataram pada tahun 1613-1645. Raja ini sangat terkenal lo! Ia yang mengenalkan konsep bulan Muharram sebagai bulan suro. 

Selain itu, juga merupakan sosok yang dapat mempersatukan budaya Jawa dan budaya Islam menggunakan tanggalan Hijriah. Dalam beberapa buku Jawa kuno, penanggalan tahun Hijriah terkenal dengan sebutan penanggalan aboge.

Aboge adalah singkatan dari alif rebo wage yang artinya 1 Muharram tahun pertama akan jatuh pada hari Rabu dengan pasaran yaitu wage. Jadi, dapat kamu simpulkan bahwa penanggalan ini ada perhitungannya yang mungkin saja tidak akurat.

Pasalnya, penanggalan tersebut selalu berbeda dengan tanggalan Islam. Orang-orang tetap melaksanakan malam suro, meskipun sering terjadi perselisihan tanggal. Lantas bagaimana mereka memaknai malam satu suro?  Ini dia penjelasannya di  bawah ini.

Makna Perayaan Malam Satu Suro

Malam Pertunjukan Satu Suro
Malam Pertunjukan Satu Suro | Sumber gambar: Okezone.com

Pada zaman dahulu, malam ini dimaknai sebagai hari dimana orang-orang tidak boleh melakukan kegiatan, kecuali doa dan beribadah kepada sang khalik.

Namun, pada zaman kini malam satu suro selalu diperingati dengan banyak perayaan dan tradisi.  

Menurut beberapa pakar mengatakan, seperti pengamat budaya dari Universitas Sebelas Maret, malam suro adalah tanda pergantian waktu yang sudah biasa dalam kebudayaan. 

Waktu tersebut berkaitan dengan ritual,  perhitungan Jawa, acara untuk memberikan doa kepada yang telah tiada, dan lain-lain.

Tradisi Malam Satu Suro

Perayaan Malam Satu Suro
Perayaan Malam Satu Suro | Sumber gambar: Indonesiakaya.com

Banyak sekali tradisi di malam suro. Segala bentuk tradisi yang terjadi di malam itu mencerminkan kebudayaan di Indonesia. Misalnya seperti kirab malam 1 suro. 

Kirab di kota Solo tidak hanya kirab malam 1 suro saja, namun juga ada kirab pusaka seperti keris dan pedang. Fungsi dari kirab sendiri yaitu meminta keselamatan kepada sang pencipta. 

Nah, untuk kirab di Yogyakarta dinamakan Gunungan Tumpeng. Perayaannya hampir sama dengan kirab di Solo. Kirab disini memiliki makna yaitu pembersihan diri. Perayaan ini menjadi sarana untuk introspeksi diri agar menjadi manusia yang lebih baik.  

Selain itu, perayaan malam 1 suro juga tidak lepas dengan mitos. Masyarakat mempercayai dengan melakukan perayaan akan mendapat jalan keselamatan saat di dunia. Dengan begitu, jiwa bisa tenang serta tentram saat menjalani kehidupan. 

Sebagai contoh, seperti yang dapat kamu lihat di pelabuhan. Masyarakat Jawa akan melarungkan makanan ke laut. Alasannya untuk memberikan sesajen kepada penguasa laut agar nelayan jauh dari bahaya saat berlayar.  

Mereka juga merayakan acara ini untuk memperingati maheso Suro. Pasalnya, mereka percaya maheso Suro telah memberikan keselamatan warga pantai selatan. 

5 Mitos atau Larangan Malam Satu Suro

Sama seperti hari sakral lainnya, ada beberapa mitos dalam malam suro. Mitos tersebut lebih banyak menjadi pantangan atau larangan bagi masyarakat Jawa. Berikut 5 larangan yang dipercaya oleh masyarakat, yaitu:

1. Tidak Boleh Merayakan Acara Hajat Besar

Larangan pertama yaitu tidak boleh merayakan acara hajat besar, seperti pernikah. Pantangan ini sudah menjamur di masyarakat sejak lama. 

Mereka percaya jika tetap dilakukan, dapat membawa bahaya bagi si pemilik hajat dan sangat sukar sekali untuk merubahnya.

2. Dilarang Membicarakan Hal yang Tidak Ada Manfaatnya

Berbicara kotor memang memberikan dosa. Memang sudah sebaiknya untuk kamu jauhi, apalagi di bulan Suro yang merupakan media untuk mengintrospeksi diri. Oleh karena itu, di malam suro masyarakat disarankan untuk berdoa dan memohon ampun kepada Sang Pencipta.

3. Dilarang Mendirikan Rumah 

Sama seperti pernikahan, mendirikan rumah juga termasuk acara jadi dapat membawa “bala” bagi si pemilik rumah. Alangkah baiknya, ketika bulan Muharram tidak mendirikan pondasi rumah terlebih dahulu.

4. Tidak Boleh Keluar Rumah Saat Malam Tiba

Larangan selanjutnya adalah tidak boleh keluar rumah. Tujuannya agar kamu terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih baik untuk berdiam diri di malam hari dan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat

5. Tidak Boleh Pindah Rumah Karena Pamali

Hal ini sama saja dengan bepergian, jadi lebih baik malam satu sura kamu habiskan dengan hal yang bermanfaat.

5 Anjuran Saat Malam Satu Suro atau Muharram

Terdapat 5 hal yang diamalkan Rasulullah SAW saat bulan Muharram. Berikut 5 amalan bagi masyarakat Jawa Islam pada malam 1 suro antara lain, yaitu:

1. Melaksanakan Puasa Asyura (10 Muharram) 

Puasa Asyura adalah puasa yang dilakukan setelah melakukan puasa Tasu’a. Puasa ini memiliki keutamaan dapat menghapus dosa kamu selama setahun. Jadi buat kamu yang muslim, sangat dianjurkan untuk melakukannya ya! 

2. Melaksanakan Puasa Tasu’a (9 Muharram) 

Puasa ini dilakukan sebelum melaksanakan puasa Asyura. Amalan pada puasa ini sama seperti puasa Asyura.

3. Menjalin Tali Silaturahmi

Mempererat tali silaturahmi sangat dianjurkan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya, terdapat banyak keutamaan di dalamnya, yaitu dapat membuat kekerabatan erat selalu.

4. Bersedekah yang Banyak

Kamu melakukan sedekah di bulan Muharram sangat dianjurkan. Karena inilah waktu untuk mengintropeksi diri dengan cara bertobat dan menginfakkan sebagian hartanya bagi yang membutuhkan.

5. Shalat 2 Rakaat Sebelum Fajar Subuh 

Salat 2 rakaat sebelum fajar subuh sangat dianjurkan pada malam suro. Apabila kamu lakukan tiap harinya, selain mendapatkan pahala, doa-doa yang kamu panjatkan ketika shalat tersebut lebih mustajab.

Baca Juga : 7 Upacara Adat Jawa Barat, Fungsi dan Pelaksanaannya

Jadi Tahu Lebih Banyak Tentang Malam Satu Suro?

Malam satu suro memiliki makna tersendiri yang mendalam bagi masyarakat Muslim Jawa. Percampuran tradisi Jawa dan amalan Islam ini dapat kamu ambil sisi baiknya. Apapun mitos yang kamu percayai, tentu itu tidak menjadi masalah. Asalkan, tidak melakukan kejahatan yang merugikan orang lain. 

Dengan memaknai malam suro, semoga kita bisa menjadi manusia yang mampu intropeksi diri dan memperbaiki diri ke arah lebih baik.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page