6 Upacara Adat Jambi: Makna, Fungsi, dan Waktu Pelaksanaan

Budaya upacara adat Jambi masih bertahan di tengah gempuran pengaruh kultur luar negeri yang informasinya mudah terakses lewat sosial media. Sebagai salah satu provinsi yang memiliki akar Melayu kental, banyak ragam prosesi adat unik dari Jambi.

Pembahasan lengkap tentang apa saja upacara yang masih dilangsungkan berikut makna, fungsi, serta waktu pelaksanaan ada dalam artikel kali ini. Jadi, jangan lewatkan penjelasannya sampai akhir artikel, ya!

Ragam Upacara Adat Jambi dan Prosesinya

Sebagaimana sedikit disinggung di atas, Jambi merupakan provinsi yang memiliki akar budaya Melayu kental. Jadi, banyak sekali ragam upacara adat di wilayah tersebut yang menonjolkan ciri khas budaya Melayu – meskipun tidak semua. Apa saja? Berikut uraiannya:

1. Kenduri Sko (Pusako)

Kenduri Sko
(Kenduri Sko I Sumber Gambar: Grid.id)

Pusako memiliki arti pusaka atau benda warisan berharga turun temurun dalam keluarga. Upacara Kenduri Pusako sendiri merupakan acara penobatan adat untuk pemangku gelar Depati atau disebut juga Permati.

Acara tersebut hanya berlangsung di daerah Enam Lurah, Sungai Penuh. Pemangku gelar sendiri mendapatkan jabatan secara turun temurun dengan pembuktian melalui penyerahan benda pusaka keluarga. Setelah penobatan, semua undangan akan dijamu untuk menikmati makanan yang telah terhidang.

Keunikan dari Kenduri Pusako adalah metode undangan pada warga, di mana penyelenggara cukup memasang Keramnatang atau bendera setinggi 25 meter. Bila warga nampak bendera tersebut, artinya secara otomatis akan menjadi undangan untuk menghadiri prosesi.

2. Makan Kelung

Makan Kelung
(Makan Kelung I Sumber Gambar: Kemdikbud)

Upacara adat Jambi selanjutnya adalah Makan Kelung. Tradisi satu ini merupakan budaya turun temurun di Kabupaten Jabung Timur, tepatnya Masyarakat Desa Mendahara Ilir. Upacara dilangsungkan khusus ketika ada warga yang terserang penyakit aneh.

Fungsi dari prosesi adat ini adalah untuk memohon kesembuhan bagi warga yang mendapatkan penyakit tersebut. Upacara dilakukan dengan meminta orang yang sakit untuk berbaring atau duduk, kemudian dikelilingi berbagai sesaji.

Setelah itu, prosesi doa bersama akan digelar dan seluruh warga wajib untuk mengikuti tahapan upacara sampai selesai. Bila melanggar, ada keyakinan bahwa penyakit yang diderita salah satu warga tersebut akan semakin parah.

3. Malam Berinai

Malam Berinai
(Malam Berinai I Sumber Gambar: Wikipedia)

Tradisi adat yang satu ini cukup populer, tidak hanya di Jambi saja, melainkan wilayah-wilayah lain di Indonesia yang memiliki akulturasi Melayu sangat kuat. Malam Berinai sendiri adalah malam melukis inai pada pengantin wanita.

Upacara ini akan berlangsung pada malam hari sebelum ijab kabul. Acara pertama adalah melukis inai pada bagian tangan hingga kuku pengantin wanita. Kemudian berlanjut pada acara utama yaitu pertunjukan Tari Inai.

Tujuan dari prosesi ini adalah memohon perlindungan terhadap pengantin wanita menjelang pernikahan berlangsung. Dengan harapan tak ada hal-hal buruk yang mengacaukan akad pada esok hari. 

4. Upacara Marhaban

Tradisi Marhaban
(Tradisi Marhaban I Sumber Gambar: Sering Jalan)

Berikutnya adalah tradisi Marhaban yang diselenggarakan pada saat seorang bayi berusia 40 hari. Prosesi ini bertujuan untuk pemberian nama bayi – atau tepatnya peresmian nama yang sebelumnya telah diberikan saat lahir.

Perlengkapan dari tradisi adat yang satu ini cukup banyak, antara lain adalah air bunga, buah kelapa, serta bendera. Masing-masing mempunyai makna simbolis, yaitu:

  • Bendera sebagai harapan sang bayi akan mencintai bumi pertiwi.
  • Air bunga mendoakan keharuman nama dan pribadinya hingga tumbuh dewasa nanti.
  • Buah kelapa melambangkan doa agar menjadi sosok yang berguna bagi keluarga, bangsa, serta agamanya.

Pada proses tersebut juga, perwakilan keluarga akan memotong sedikit rambut sang bayi sebagai pertanda awal perjalanan yang baru.

5. Kumau

Upacara Kumau
(Upacara Kumau I Sumber Foto: Kompasiana)

Upacara adat Jambi selanjutnya khusus digelar oleh kelompok petani, yaitu prosesi Kumau. Pelaksanaannya hanya sekali dalam setahun, tepatnya setiap kali memulai aktivitas penanaman baru setelah proses panen sebelumnya selesai.

Ada tiga tahapan dalam Upacara Kumau, yaitu:

  • Ngapak Jambe alias membuka, membersihkan, dan menyiangi lahan agar siap garap.
  • Nyambau Benih atau menabur benih.
  • Pupuh alias memberi pupuk pada tanaman.

Melalui upacara tersebut, para petani berharap tanaman akan tumbuh subur dan dapat panen dengan hasil terbaik. 

6. Mandi Safar

Mandi Safar
(Mandi Safar I Sumber Gambar: Liputan6)

Upacara terakhir yang masih berhasil bertahan di Jambi adalah Mandi Safar. Tradisi satu ini bertujuan untuk menolak bala, alias musibah. Semula, hanya masyarakat Desa Air Hitam Laut yang melaksanakan, hingga kemudian merambah ke daerah-daerah lain.

Pelaksanaan Mandi Safar adalah setiap hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Sebab, pada hari itulah Rasulullah SAW wafat dan menjadi kesedihan bagi seluruh umat Islam di dunia. Momentum tersebut juga sekaligus menjadi kesempatan berdoa bersama untuk Rasulullah SAW.

Prosesnya sendiri melewati tiga tahapan, yaitu:

  • Salamun atau mengucap salam.
  • Berniat mandi alias mengucapkan doa niat mandi hajat sesuai syariat Islam.
  • Mandi Safar, yaitu mengguyur seluruh badan dengan air.

Namun, sebelum melakukan ketiga tahapan tersebut, acara lebih dahulu dimulai dengan menghafal kemudian menulis ayat-ayat Al-Quran. Ustadz atau tokoh masyarakat yang memiliki kecakapan ilmu akan didapuk sebagai pemimpin prosesi. 

Baca Juga : 7 Upacara Adat Aceh yang Masih Dilestarikan dan Tradisinya

Hal-Hal Tradisional dari Jambi yang Sudah Punah

Sederet upacara adat Jambi yang masih sering berlangsung di atas merupakan warisan budaya tak benda yang berhasil terselamatkan dari gerusan zaman. Namun, ada beberapa yang sayang sekali terlanjur punah, seperti:

1. Ratib Tegak Merangin

Budaya tradisional pertama yang hanya ada di Jambi namun telah punah tergerus zaman adalah Ratib Tegak dari daerah Merangin. Terkenal sejak 1785 M, tradisi berdzikir tersebut terakhir dilakukan pada 2015 atau sewindu silam.

Sekarang ini, tradisi tersebut sudah hilang sebab tidak ada generasi yang berniat untuk melanjutkan. Mereka beranggapan bahwa dzikir dengan cara duduk sebagaimana biasa sudah cukup sehingga kebiasaan itu hilang begitu saja.

2. Bekawau

Warisan budaya tak benda lainnya yang terlanjur punah dari Jambi adalah Bekawau atau tradisi menyanyikan lagu-lagu daerah pada gelaran acara khusus. Mak Jamila merupakan sosok terakhir yang dapat melakukan pertunjukan seni tersebut dan tak ada generasi muda yang tertarik melanjutkannya.

3. Biduk Sayak

Tradisi yang satu ini mungkin juga kamu temukan dalam budaya wilayah lain namun sedikit berbeda dalam penyajiannya. Biduk Sayak sendiri adalah prosesi berbalas pantun antar pihak mempelai lelaki dan wanita dalam pesta pernikahan.

Bedanya, Biduk Sayak menggunakan iringan biola dan gendang dalam pelaksanaannya sehingga terdengar lebih merdu. Sayangnya, adat tersebut tidak berhasil dipertahankan sehingga kini tidak lagi menjadi bagian pertunjukan dalam resepsi perkawinan.

Cara Melestarikan Tradisi Adat Jambi

Masing-masing daerah di Indonesia pasti memiliki tradisi unik yang berbeda-beda. Ini menjadi ciri khas sekaligus daya tarik tersendiri bagi daerah tersebut maupun suku yang bernaung di sana. Begitu pula dengan upacara adat Jambi. Nah, beberapa langkah efektif untuk mempertahankan serangkaian tradisi tersebut antara lain:

1. Melakukan Regenerasi

Setiap generasi muda wajib untuk mempelajari dan belajar mempraktikkan prosesi tradisional di atas. Hal itu merupakan upaya regenerasi yang tepat agar budaya tersebut tidak sampai punah.

2. Menggelar Upacara Secara Rutin 

Tidak pernah absen menggelar upacara adat juga menjadi salah satu cara yang tepat untuk melestarikannya. Jadi, prosesi tersebut akan menjadi kebiasaan sehingga bila tidak melakukannya akan terasa kehilangan.

Baca Juga : 3 Rumah Adat Jambi: Nama, Jenis, Ciri Khas, dan Keunikannya

Sudah Tahu Apa Saja Upacara Adat Jambi?

Setiap tradisi daerah, termasuk upacara adat Jambi merupakan warisan budaya tak benda yang wajib untuk tetap dilestarikan. Sebab, tradisi semacam itu bisa menjadi identitas, kebanggaan, serta daya tarik tersendiri untuk suatu wilayah atau suku. Mengenal dan mempelajarinya juga bisa menjadi wujud penghormatan budaya.

Melestarikan upacara tradisional sama dengan merawat dan menjaga barang-barang peninggalan sejarah seperti prasasti, arca, kitab-kitab, dan semacamnya. Melalui tradisi warisan tersebut dapat juga menggali fakta-fakta sejarah tentang kehidupan sosial masyarakat lampau.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page